Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
Biru telah selesai memasak, ia membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya dan juga air putih. Berjalan menghampiri Sasya dengan wajah berbinar senang. Ia tak sabar melihat reaksi Sasya saat memakan masakannya ini.
Namun, semuanya tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Sasya masih terus membenturkan kepalanya. Biru langsung bergegas menghampiri, wajah yang tadi tampak senang kini terganti dengan tatapan penuh khawatir. Ia berusaha membangunkan Sasya, tetapi perempuan itu malah menepis tangannya dengan kuat. Untung saja tadi Biru meletakkan piring dan cangkir yang dibawanya. Jika tidak, maka bisa dipastikan makanan dan minuman itu akan berserakan.
"Pergi!" Teriakan Sasya menggema di dalam kost itu. Biru kaget, tapi tak berhenti untuk menenangkan Sasya.
"Kak, sadar." Sasya tak juga mendengarkan. Seolah Biru adalah sosok yang begitu menakutkan.
"Kak, tenang ya. Ini Biru kak, Biru gak akan nyakitin kakak," bujuk Biru lagi, tetapi tak juga berhasil. Ia bingung ingin melakukan apa sekarang.
Apalagi Sasya yang semakin histeris dan melempar apa saja yang ada di sekitarnya pada Biru. Mata itu memancarkan kesedihan dan ketakutan yang begitu amat dalam. Biru bisa melihatnya, dadanya sesak melihat Sasya begitu hancur.
Ingin rasanya Biru memeluk tubuh itu dan mengucapkan hal-hal yang tidak membuat Sasya takut lagi. Namun, mendengar suara tangis yang begitu menyayat hatinya, Biru malah terdiam. Bahkan beberapa barang mengenai tubuhnya tak juga ia hiraukan.
Biru takut, Sasya akan gila jika seperti ini terus.
***
Awan masih sibuk bekerja, pengunjung supermarket itu bertambah terus sedari tadi. Bahkan Awan terlihat begitu kewalahan. Namun, senyum diwajahnya tak pernah hilang. Ia berusaha membuat para pengunjung itu nyaman.
"Terima kasih." Itu adalah pengunjung terakhir Awan. Laki-laki yang terlihat membeli beberapa camilan itu pergi dari hadapan Awan.
Rasanya sungguh melelahkan, Awan mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Sesekali ia mengusap peluhnya dan memperbaiki letak kacamatanya. Tinggal beberapa jam lagi, waktu bekerjanya akan berakhir.
Tiba-tiba ia merasa gelisah, entah apa yang membuat rasa itu timbul yang jelas sekarang pikirannya melayang ke arah Sasya. Memikirkan apa yang sedang perempuan itu lakukan bersama adiknya. Apakah Biru sudah masak dan mengajak Sasya makan?
Awan terkekeh, menghalau rasa itu kembali hadir. Ia yakin pada Biru, pasti adiknya itu akan menjaga Sasya.
Ah, Awan baru ingat. Ia ada tugas sekolah yang belum selesai dikerjakan. Mengingat beberapa bulan lagi ia akan lulus.
Laki-laki itu bergegas membuka tas sekolahnya, lalu mengambil beberapa buku tugas dan mengerjakannya. Apalagi suasana yang mulai sepi, membuat Awan bisa memanfaatkan situasi itu untuk belajar.
Ia mencoba memfokuskan dirinya ditengah rasa khawatir yang lagi-lagi muncul. Tidak butuh waktu lama, akhirnya Awan telah menyelesaikan tugas-tugasnya. Bertepatan dengan jam kerjanya yang telah selesai. Ia bergegas menyimpan buku-buku miliknya ke dalam tas. Lalu berniat pulang, setelah temannya yang bekerja datang.
Awan memberikan senyuman, sebelum pada akhirnya ia pergi dari sana. Melangkah dengan cepat agar ia bisa sampai ke kost secepatnya.
"Kenapa, ya?" celetuknya pada diri sendiri saat lagi-lagi rasa khawatir itu muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...