Wah gak nyangka udah sampai epilog aja ya. Seperti biasa, jangan lupa vote dan komennya guys.
____Masih banyak hal yang belum sempat kamu ceritakan, tapi takdir sudah duluan memisahkan. Tetaplah bahagia Awan, meski kami di sini sulit merelakan.
___
Happy Reading.
"Bunda katanya mau ajak Awan ketemu sama Om! Kok masih di kamal sih, cepetan Bunda."
Rengekan dengan nada cadel itu sedari tadi terus saja memenuhi kamar milik Sasya. Sosoknya yang sekarang sudah banyak berubah, apalagi ditambah wajahnya yang semakin cantik lengkap dengan senyum manis yang selalu terlihat.
Sasya menghampiri anak laki-laki itu, ia berjongkok di depan anaknya--Awan.
"Sabar, ya. Kita harus nunggu ayah pulang dulu."
"Ayah lama, Bunda ...." Awan tak juga berhenti merengek, bibirnya mengerucut lucu membuat Sasya gemas.
"Bunda!" Awan berusaha menjauh dari jangkauan Bundanya yang selalu suka menarik pipi berisi miliknya. Bibir itu semakin mengerucut.
"Lagian, kamu gak sabaran banget," kekeh Sasya.
"Ini 'kan udah waktunya kita ketemu Om Awan! Awan pengen ketemu sama kembalan Awan, Bunda!"
Sasya mengajak Awan agar duduk di ranjang, ia mengusap surai hitam itu dengan lembut. Tidak menyangka jika anaknya bisa tubuh secepat ini, nama yang ia dan Langit berikan memang berasal dari nama sahabatnya.
Mungkin itulah cara Sasya agar tetap mengingat Awan yang kini sudah tenang.
Tanpa sadar, air mata itu mengalir membasahi pipinya. Rindu itu kembali menyapa, membuat dadanya sesak mengingat akan sosok yang kini tak lagi bisa ia tatap walau sekejap saja. Sosok yang sangat berarti dalam hidupnya, sosok yang mencintai dirinya. Namun sayang, rasa itu tak terbalaskan.
Tangan kecil milik Awan terulur, ia menggusap air mata itu. "Bunda ..., kenapa nangis? Awan buat Bunda sedih, ya?"
Dengan cepat Sasya menggeleng, ia menatap wajah itu lama. Seolah tengah menatap wajah sosok yang ia rindukan.
"Awan?"
Awan mengerjapkan matanya bingung. "Kenapa, Bunda?"
Seketika Sasya tersadar dan berusaha tersenyum, lagi-lagi ia menggeleng. Membuat si kecil Awan mengangguk seolah mengerti.
"Bunda, nanti kita ketemu Abang Bilu, juga 'kan?"
"Iya. Kamu rindu banget ya, sama mereka?" tanya Sasya balik dan langsung diangguki oleh Awan dengan semangat.
"Om Alvin, Om Saski, Om Bintang, Tante Bunga, Tante Dini, pokoknya semuanya!" ucap Awan dengan semangat.
Sasya terkekeh, "Om Lintang, bukan Bintang," koreksinya.
"Sama aja," cibir Awan dan bergegas turun dari ranjang saat telinganya mendengar suara mobil yang sepertinya baru saja memasuki halaman rumah mereka.
Awan langsung berlari, tak menghiraukan seruan dari sang Bunda.
Sasya menggeleng pelan dan akhirnya mengikuti langkah Awan.
"Ayah! Ayo kita jenguk Om Awan!"
Sasya baru sampai di depan pintu dan langsung mendengar teriakan anaknya yang menggemaskan. Ia menyalami tangan Langit dan mengambil alih tas milik suaminya itu.
"Awan, ayah pasti masih capek," ujar Sasya berusaha menjelaskan.
Awan yang kini berada digendongan sang ayah, hanya menatap bundanya dengan tatapan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...