22. Cemburu

1.6K 152 2
                                    

Kalo ada typo tandain ya:)

Jangan lupa vote dan komen😉

-Happy Reading-

"Hati-hati ya, Wan." Sasya melambaikan tangannya pada Awan yang kini mulai menjauh dari rumah Sasya.

"Besok ketemu lagi ya!" teriak Awan pada Sasya yang mengangguk. Lalu tubuh itu menghilang dari pandangan Sasya.

Rumahnya terlihat sepi dari luar, mobil sang ayah juga tak ada. Itu artinya Andra belum pulang. Syukurlah, Sasya tidak harus mendapat amarah dari sang ayah karena pulang larut seperti ini.

Sebenarnya tadi Sasya tidak mau pulang, ia sangat betah bermain bersama Awan dan Biru. Namun, karena sadar bahwa ia terlalu lama di tempat Awan, Sasya merasa tak enak dengan orang-orang di sekitar tempat tinggal laki-laki itu. Jadi, Awan mengantar ia pulang.

Sasya masuk ke dalam rumahnya, melepaskan sepatu dan kaos kakinya lalu mengedarkan pandangan menatap sekitar rumah. Tak ada lagi teriakan dan suara pecahan kaca yang ia dengar, kenapa ia seolah rindu suasana saat kedua orang tuanya ada? Terlebih saat mereka bertengkar, Sasya terkekeh. Semuanya sekarang sudah berbeda, ia tak akan lagi mendengar pertengkaran itu. Ibu nya juga sekarang mungkin sudah bahagia dengan keluarga barunya.

Langkah kakinya membawa Sasya menuju dapur, ia membuka kulkas dan mencari-cari minuman dingin. Setelah mendapatkan apa yang ia mau, dan meminumnya sampai habis Sasya langsung bergegas menuju kamar.

Baru saja membuka pintu kamar, sebuah tangan besar menarik tubuhnya dan memojokkan Sasya yang langsung ketakutan.

"Udah puas main-mainnya?" Terdengar nada tak suka dari laki-laki itu. Sasya terdiam, ia menundukkan kepalanya tak berani menatap ke arah Langit.  Bahkan tas yang awalnya masih ia sandang kita tergeletak di lantai begitu saja, karena tarikan dari Langit yang membuat Sasya refleks menjatuhkan tasnya.

Badannya kembali bergetar, ia mencoba menjauhkan tangan Langit yang menangkup dagunya. Menyuruh Sasya agar menatap wajahnya, sejenak Sasya memejamkan mata. Tidak berani menatap Langit yang sekarang malah tersenyum sinis.

"Langit ... kenapa bisa dikamar aku?" Sasya bertanya dengan suara yang terdengar bergetar.

Langit menatap Sasya datar. "Kenapa? Lo gak suka gue ke sini?" Langit malah balik bertanya seraya melepaskan tangan yang sedari tadi menangkup dagu itu.

Ingin rasanya Sasya mengatakan bahwa ia sangat tidak suka saat Langit berada didekatnya. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, ia hanya bisa terdiam dan menggeleng pelan.

"Sana, bersihin badan lo!" Perintah Langit seraya mendorong tubuh Sasya ke arah kamar mandi, melihat Sasya yang masih terdiam ditempatnya membuat Langit geram dan langsung menendang tubuh itu.

Sasya terjatuh di depan kamar mandi, bahkan ia merasakan bagian perutnya sakit karena tendangan dari Langit yang tidak main-main. Salahnya juga, melamun diwaktu yang salah, memikirkan hal lain saat Langit ada di dekatnya. Tidak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya selain ringisan saat Sasya memaksa tubuhnya untuk bangkit. Sekilas Sasya melihat ke arah Langit sebelum ia masuk ke kamar mandi, karena lagi-lagi Langit menatapnya tajam. Membuat Sasya bergegas masuk ke dalam kamar mandi itu.

Setelah berada di dalam, Sasya langsung membuka pakaiannya. Melihat bagian perutnya yang memerah dan pastinya nanti akan menjadi lebam akibat tendangan Langit tadi.  Tangannya menyentuh bagian itu, sakit tapi Sasya hanya bisa tersenyum miris. Betapa lemahnya ia sekarang, selalu diperlakukan tak layak seperti ini dan hanya bisa membalas dengan keterdiaman. Ia mulai membersihkan tubuhnya, menikmati guyuran air yang sedikit menghangatkan otaknya.

Di luar kamar mandi, Langit terlihat tengah berbaring di tempat tidur milik Sasya. Menikmati aroma wangi dari selimut dan bantal yang sekarang mungkin akan menjadi candu baginya.

Beberapa menit dalam keadaan berbaring, Langit memutuskan untuk mengambil tas milik Sasya yang tergeletak di lantai. Membuka dan memeriksa setiap barang yang ada di sana. Tatapannya teralih saat melihat ponsel Sasya yang sepertinya memang tidak memiliki kata sandi itu.

Langit langsung fokus pada ponsel Sasya, melihat-lihat semuanya tanpa terlewat sedikit pun. Dari mulai melihat sosmed sampai kontak WA dan lain sebagainya Langit lakukan.  Sekarang ia beralih membuka aplikasi galeri, melihat setiap foto yang ada di sana. Berhasil membuat raut wajah Langit berubah seketika.

Ia kira perempuan itu habis berkumpul bersama sahabat-sahabatnya dan ternyata dugaannya salah besar. Langit melihat foto kebersamaan Sasya dan Awan. Bukan hanya satu foto saja, melainkan ada banyak. Apalagi melihat senyum tulus dari Sasya, membuat ia kembali merasa marah dan kesal.

Entah kenapa, Langit sangat tidak suka jika Sasya tersenyum ataupun tertawa bersama Awan. Rasa cemburu sepenuhnya berhasil membuat Langit gelap mata. Bahkan karena rasa itu juga, ia berani membuat Sasya harus kehilangan hal yang berharga dalam hidupnya. Kehormatan perempuan itu sudah ia renggut paksa dan bagi Langit, sekarang perempuan itu tidak ada apa-apanya lagi.

Namun, tetap ia sangat tidak suka melihat kedekatan Sasya dan Awan dalam bentuk apapun. Karena bagi Langit, Sasya sudah menjadi milik ia seutuhnya dan tidak ada orang yang bisa mengubah hal itu.

Sasya sudah selesai mandi, ia keluar dari sana dengan handuk yang melilit tubuhnya. Sasya terdiam, tubuhnya seolah kaku saat melihat Langit memegang ponsel miliknya. Sedangkan Langit yang menyadari Sasya sudah keluar dari kamar mandi. Langsung mengalihkan tatapannya, ia tersenyum miring lalu bangkit dari posisi duduknya. Mendekat ke arah Sasya yang kini terus berjalan mundur, awalnya Sasya ingin mengambil pakaiannya.

Namun, karena sikap Langit barusan ia mengurungkan niatnya tersebut. Tangannya terus memegang erat handuk yang melilit tubuhnya, Sasya berusaha menjauh dari Langit yang malah semakin mendekat. Dapat Sasya lihat dari mata itu, terdapat amarah yang begitu besar.

Ah, ia baru ingat sekarang, ini pasti karena Langit melihat foto-foto ia bersama Awan dan Biru. Ya, pasti karena itu. Sasya sangat yakin, ia merutuki dirinya sendiri karena bisa-bisanya tidak mengunci ponselnya.

Sasya tak bisa lagi mundur, melihat itu Langit terkekeh, dan menahan Sasya dalam kungkungannya. Menatap lamat-lamat wajah cantik pacarnya ini, lalu perlahan mengusapnya lembut dan beralih menjadi sebuah cengkraman yang kuat di pipinya. Sasya meraih tangan Langit dan berusaha melepaskannya, tetapi laki-laki itu malah semakin mengeratkan cengkramannya dan mendekatkan wajahnya di depan Sasya yang kini kembali takut.

"Lang, aku bisa je---" Ucapan Sasya terpotong karena Langit membungkam bibirnya. Air mata Sasya kembali menetes, lagi-lagi Langit melecehkannya dan ia sama sekali tak bisa berontak. Sasya membenci dirinya yang tak bisa menolak perlakuan itu.

"Lo gak jera juga ternyata," bisik Langit di dekat telinga Sasya.

"Maaf Lang, aku cuma aaa!" Sasya refleks berteriak saat Langit ingin membuka handuk yang melilit tubuhnya. Untung saja Sasya sigap dan bisa menjauh dari sana.

Langit mendengus lalu, meraih tangan Sasya dan dengan sekali tarikan tubuh itu sudah terjatuh di atas ranjang.

"Lang, jangan ... aku m-minta maaf." Sasya terus memohon pada Langit yang sama sekali tidak peduli.

"Sasya! Kenapa teriak-teriak." Suara dari luar kamarnya membuat Sasya langsung menoleh dan berniat bangkit dari baringnya, tetapi terlambat karena Langit sudah duluan menindih tubuh itu dan mengunci setiap pergerakannya.

"Ayah to--"

Langit membekap mulut Sasya, untung saja tadi ia sudah mengunci kamar itu. Jadi, Andra tidak bisa masuk ke sana.

"Teriak aja, dan gue bakal tetap lakuin apa yang gue mau." Sasya hanya bisa menangis mendengar ucapan Langit barusan.

Ia tidak mau itu terjadi lagi, cukup kemarin. Bahkan ketakutannya masih terasa sampai sekarang, bayang-bayang kejadian itu kembali menghantuinya. Membuat Sasya semakin kuat menangis. Apalagi Langit yang sama sekali tak mau menjauh dari dirinya.

Apa itu benar-benar akan terulang lagi?

TBC

Sasya's Diary [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang