36. Saling tatap

1.6K 174 9
                                    

Kalo ada typo tandain ya:)

Jangan lupa vote dan komen😉

-Happy Reading-

Tanpa mereka sadari, seseorang yang terus menatap dibalik jendela itu ikut tersenyum. Melihat pacarnya di sana baik-baik saja dan tertawa. Ia juga ikut merasakan hal yang sama, bahkan hanya dengan melihat senyum Sasya, kerinduan yang selama ini ia pendam akhirnya terbayar.

Langit, ya orang yang betah berdiri di depan ruangan itu dari beberapa jam yang lalu bersamaan dengan Awan dan Biru masuk ke sana. Langit tak menyangka, akhirnya pencariannya menemukan titik terang juga. Meskipun Awan berkali-kali menolak memberitahu di mana keberadaan Sasya, tetapi pada akhirnya Langit mengetahui semuanya.

Ia rela menghabiskan waktu hanya untuk menunggu Awan pulang bekerja dan terus mengikuti ke mana Awan pergi. Bahkan, ia juga harus menunggu saat Awan dan Biru tengah asik menikmati makanan dan ia hanya berdiam diri duduk dimotornya, menahan rasa lapar.

Semua itu terbayar sekarang, ia sudah mengetahui di mana keberadaan Sasya. Tangannya terulur menyentuh kaca jendela di depannya, ia mengusap jendela itu seolah tengah mengusap rambut Sasya.

"Cantik," ucapnya tanpa sadar, memang benar Sasya selalu terlihat cantik di mata Langit. Bahkan mau bagaimana pun perempuan itu, bagi Langit Sasya adalah perempuan tercantik yang pernah ia temui. Apalagi senyumnya yang manis.

Ada rasa cemburu yang kembali hadir saat melihat tangan Awan terulur menyentuh bibir itu. Langit mengepalkan tangannya, sikapnya ternyata masih saja tidak berubah. Ia akan marah bila miliknya disentuh orang lain. Apalagi, orang itu adalah Awan, laki-laki cupu yang kini mulai berani membantah dirinya.

Meskipun Awan hanya berniat membersihkan bibir Sasya yang terkena saos dan kecap dari makanannya, tetap saja ada rasa tak suka dari Langit. Tatapan yang awalnya teduh, kini terlihat berubah menyeramkan. Matanya menyorot tajam Awan, tanpa berkedip sama sekali. Rahangnya mengeras, karena tidak bisa menyalurkan rasa marahnya.

Bersamaan dengan itu, Sasya tak sengaja menatap ke luar jendela. Membuat Langit refleks langsung menjauh dari sana. Sedangkan di dalam ruangan, Sasya yang awalnya tersenyum mendapat perlakuan manis dari Awan, langsung terdiam.

Apa ia salah lihat? Tidak mungkin, kan Langit ada di sini? Bagaimana nanti jika Langit ingin menyakiti dirinya lagi?

Pertanyaan-pertanyaan itu timbul dibenaknya, tanpa sadar membuat Sasya melamun dan menumpahkan makanan yang tadi ia pegang. Awan dan lainnya yang berada di sana langsung terdiam dan menatap Sasya bingung.

"Sya, kenapa makanannya ditumpahin?" tanya Awan seraya membersihkan tumpahan itu. Saski yang awalnya duduk di dekat Alvin dan Biru, langsung mendekat ke arah adiknya.

Melihat wajah syok Sasya, serta badan yang menegang dengan tatapan terfokus pada jendela, membuat Saski ikut menatap ke arah sana. Namun, ia tidak melihat apa-apa.

"Sasya?" Saski mengusap air mata Sasya yang tiba-tiba saja mengalir. Membuat mereka yang ada di sana menghentikan setiap kegiatan masing-masing.

Ketakutan Sasya kembali hadir, setelah melihat sosok Langit. Meskipun hanya sekilas, tetapi entah kenapa ia merasa sangat takut.

"D-dia ada ...," ucap Sasya terbata-bata dengan jari yang kini menunjuk ke arah jendela. Semua menatap ke sana, tapi sama halnya dengan yang Saski lihat tadi, tidak ada apa-apa di sana selain beberapa suster dan pasien yang berkeliling di depan ruangan mereka.

Saski memeluk tubuh bergetar adiknya, pakaian rumah sakit yang ia pakai terlihat kotor terkena noda makanan, nafsu makannya langsung menghilang setelah melihat orang itu.

"D-dia datang, dia ... pasti mau nyakitin aku lagi, bang. Dia tadi natap a-aku," jelas Sasya dengan suara bergetar. Kentara sekali bahwa ia begitu ketakutan.

Saski hanya bisa mengusap punggung adiknya dan membiarkan pakaiammya basah terkena air mata Sasya.

Alvin bergegas ke luar, meninggalkan makanannya yang masih banyak. Ia berusaha mencari orang yang membuat Sasya ketakutan, tetapi nihil. Orang itu sudah menghilang entah ke mana. Alvin kembali masuk ke dalam ruangan Sasya dan kebetulan dokter yang biasa memeriksa Sasya datang.

Awalnya dokter itu kaget, mendapati pasiennya kembali ketakutan, bahkan saat ia berusaha menenangkan saja gagal.

Sasya yang sedari tadi menangis, tiba-tiba saja memuntahkan isi perutnya, semua makanan yang beperapa saat tadi masuk ke perutnya, keluar semua. Bahkan pakaian Saski juga ikut terkena, tetapi tak ada rasa jijik sama sekali yang Saski tunjukkan.

Selimut dan pakaian rumah sakitnya benar-benar kotor sekarang. Sasya terus memuntahkan isi perutnya sampai wajah itu kembali terlihat pucat.

Bekas air mata dipipinya masih saja terlihat, membuat Sasya begitu tampak menyedihkan.

"Mual, b-bang ...." Bersamaan dengan ucapan itu, Sasya pingsan. Saski langsung panik, tetapi dokter berusaha menenangkannya.

"Kalian keluar dulu ya, saya mau mengganti pakaian pasien," ucap suster yang menemani dokter itu.

Saski mengangguk dan keluar dari sana bersama dengan Awan, Biru, dan Alvin yang sedari tadi hanya bisa diam melihat semuanya.

Sebelum benar-benar keluar, Saski sempat melihat dokter yang memeriksa adiknya seperti kaget. Entah apa yang dipikirkan dokter itu, Saski tak mau ambil pusing yang jelas Sasya, adiknya harus baik-baik saja.

"Semoga Kak Sasya, baik-baik aja ya, bang," bisik Biru pada Awan.

"Iya," balas Awan dengan tatapan yang terus tertuju pada pintu ruangan itu.

Sedangkan Alvin yang melihat Saski kembali sedih, berusaha menguatkan sahabatnya itu. Perasaan Saski selalu bisa berubah kapan saja, jika menyangkut adiknya. Alvin tahu dan sadar akan hal itu, sahabatnya ini begitu menyayangi Sasya dan bahkan ia rela tidak masuk bekerja dan malah mempercayakan perusahaannya pada dirinya.

"Sasya pasti baik-baik aja, Ki." Ucapan dari Alvin berhasil mengalihkan tatapan Saski.

"Tapi, gue ngerasa dia gak baik-baik aja," tutur Saski dengan pelan. Memang benar, yang sekarang ia rasa adalah Sasya tidak baik-baik saja. Saski bisa merasakannya, tetapi Saski juga berusaha tetap berpikir positif.

Mereka semua menunggu dokter itu segera keluar, bahkan Saski yang awalnya duduk kini malah terlihat mondar-mandir di depan ruangan. Alvin menggelengkan kepalanya melihat sikap Saski yang cepat sekali berubah. Biru dan Awan juga hanya bisa diam, melihat tingkah Saski.

Beda halnya dengan mereka, Langit yang ternyata masih di sana hanya bisa menatap Sasya dalam diam. Kali ini Langit berdiri agak jauh dari tempat semulanya, beruntung tadi Alvin tidak mengenali dirinya.

Namun, setelah melihat reaksi Sasya yang seperti tadi. Langit merasakan dadanya begitu sesak. Apa sebesar itu rasa takut dan trauma yang ia ciptakan untuk wanitanya? Langit menunduk, bersamaan dengan air mata yang tiba-tiba saja mengalir.

TBC

Kawal sampai tamat ya:) yok bisa!

Sasya's Diary [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang