Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
"Lo kenapa lemah banget sih?" gerutu Laskar sedari tadi tak hentinya. Lintang yang ada di sana masih saja terdiam melihat Laskar membantu Awan untuk duduk.
"Sasya gi ...." Ucapan Awan langaung dipotong oleh Lintang.
"Salah lo, kenapa terus deketin dia. Udah tau Langit paling gak suka kalo kalian deket," ucapnya yang berhasil membuat Laskar tercengang. Lintang yang biasanya lebih memilih diam, kini akhirnya berkata panjang juga. Refleks Laskar bertepuk tangan dengan tatapan yang masih tertuju pada Lintang.
"Ngapain, lo natap gue gitu!" kesalnya seraya menjitak kepala Laskar yang langsung mendelik sebal.
"Terus, Sasya sekarang gimana? Langit gak bakalan macam-macam kan sama dia?" tanya Awan dengan nada khawatir.
Laskar dan Lintang kompak mengangkat bahu mereka, pertanda tidak tahu. Awan hanya bisa menghela napas dan berusaha berjalan keluar dari tempat ini. Namun, baru saja bangkit, suara Laskar membuat Awan mengurungkan niatnya tadi.
"Lo bersihin dulu ni gudang, baru ke kelas. Lagian udah masuk jam pelajaran, ntar pas istirahat lo boleh keluar."
Awan mengangguk dan mulai membersihkan gudang ini, sedangkan Laskar dan Lintang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Sesekali Awan meringis, merasakan bekas pukulan Langit yang tidak main-main tadi. Sepertinya sekarang ia harus belajar bela diri, ya harus! Jika Awan bisa melawan Langit, itu tandanya Sasya tidak lagi perlu takut pada laki-laki kasar itu. Awan menyakinkan hatinya, bahwa ia pasti bisa.
Sebuah senyum terbit di wajahnya, mengingat jika nanti ia dan Sasya bisa terus bersama tanpa adanya Langit. Ya semoga saja ia bisa.
Awan terus membersihkan gudang ini tanpa lelah, rutinitas yang biasanya ia lakukan saat istirahat kini dilakukannya saat jam pelajaran. Awan menghela napas. Sayang sekali ia harus bolos jam pelajaran pertama ini.
"Telepon gih, si Langit. Gak balik-balik dari tadi, curiga gue," celetuk Laskar pada Lintang.
"Lo aja," jawab Lintang asal.
Laskar mendengus kesal, tetapi tak urung ia mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Langit.
Diam-diam Awan memperhatikan keduanya dan mendengar apa yang mereka bicarakan.
Sedangkan Lintang tengah asik melihat sosial media milik Bunga, ia seperti seorang stalker sekarang.
"Anjir, angkat kenapa woi!" teriak Laskar kesal pada hpnya. Awan yang melihat itu terkekeh pelan. Laskar menatapnya tajam dan berhasil membuat Awan terdiam.
"Coba sekali lagi," suruh Lintang. Laskar kembali menelpon nomor Langit, kali ini teleponnya tersambung.
"Woi! Lo ke mana?" tanya Laskar langsung saat Langit baru saja mengangkat teleponnya.
Terdengar suara aneh dari seberang sana, membuat Laskar mengernyitkan dahinya bingung. Begitu pula dengan Lintang, sedangkan Awan tidak bisa mendengar karena sekarang posisinya lumayan jauh dari kedua orang itu. Ia hanya bisa menatap ekpresi dari Laskar dan Lintang yang tampak terkejut.
"Ah ... kenapaa? Jangannn ganggu gue."
Laskar dan Lintang semakin bingung saat mendengar suara rintihan perempuan. Apa mungkin Langit sedang ....
"Lo 'main' sama Sasya?" tanya Laskar refleks dan mendapat pelototan dari Lintang yang langsung mengambil alih ponsel itu.
"Ubah jadi video, gue mau liat muka lo!" ucap Lintang tegas. Butuh beberapa menit sampai Langit mengubah layarnya menjadi tampilan kamera dan benar saja, apa yang diucapkan oleh Laskar tadi.
Langit sedang bersama Sasya.
Apalagi Langit yang dengan sengaja mendekatkan kameranya ke wajah Sasya yang tampak menatap sayu ke arah kamera. Lintang dan Laskar terdiam, melihat bagaimana tatapan kosong dari Sasya. Mereka berdua sama-sama tidak menyangka bahwa Langit bisa berbuat sejauh ini.
"Guee ... tutup dulu, nanti videonya bakal gue kirim hahaa ...." Langit mematikan sambungannya.
Awan yang tak sengaja menatap ke arah kamera itu, juga tak bisa berkata apa-apa sekarang. Ia melihat Sasya ... kesakitan. Apa yang sebenarnya Langit lakukan? Awan terdiam, memikirkan kemungkinan buruk yang sekarang menimpa Sasya.
"Langit beneran udah gila, berani banget dia nidurin Sasya! Wah pasti enak jadi yang pertama tuh," ujar Laskar berhasil membuat tubuh Awan menegang seketika. Bahkan ia tak lagi melanjutkan kegiatannya.
"Heh, lo ngomong sembarangan banget. Nanti kalo dia gila gara-gara Langit gimana? Gak mikir sampai ke sana lo? Enaknya aja yang lo pikirin!" Kesal Lintang dan tak sengaja menatap Awan yang masih terdiam. Mencerna setiap perkataan yang keluar dari mulut Laskar dan Lintang.
"Ya iyalah, lagian tuh Langit gak mabuk kok bisa sih perko--" Lintang langsung membungkam mukut Laskar.
"Lo ngapain diam aja sih, Wan. Kalo udah beres ya udah boleh keluar!" ucap Lintang. Awan kembali melanjutkan kegiatannya yang masih belum selesai tadi. Setelahnya barulah ia keluar.
"Asem! Tangan lo bau." Laskar melepaskan tangan Lintang dari mulutnya. Menatap temannya itu tak suka.
"Lagian, lo ngomong asal aja. Tadi masih ada Awan, emang lo mau d--"
"Dia udah liat langsung kali tadi keadaan Sasya, kalo masih gak tahu Sasya kenapa emang goblok dah tu orang!" Potong Laskar santai.
***
Sasya sempat pingsan tadi dan sekarang ia sudah sadar karena Langit yang memaksa ia untuk bangun. Seluruh tubuhnya sama sekali tak bisa ia rasakan, mungkin karena Langit terlalu kasar. Beberapa lebam juga masih memenuhi tubuhnya, tetapi Langit seolah gelap mata dan terus menikmati. Tak peduli dengan suara rintihan serta tangisan Sasya.
Apalagi saat laki-laki itu mengarahkan ponsel ke wajahnya, ia hanya bisa terdiam dengan air mata yang terus mengalir di wajahnya.
Langit selesai dengan kegiatannya, ia tidak bodoh untuk mengeluarkan 'itu' di dalam. Langit tak mau jika nanti ia harus bertanggung jawab pada perempuan ini. Jadi ia hanya mengeluarkannya di luar.
Sasya semakin kencang menangis, merutuki dirinya sendiri yang begitu bodoh dan tidak bisa melawan Langit.
"Foto dan video lo ada di gue. Kalo sampai lo gak nurut sama gue lagi, siap-siap aja semuanya kesebar. Paham?" ujar Langit penuh penekanan seraya menangkup pipi Sasya kuat.
Sasya sama sekali tidak merespon apa-apa, ia hanya terdiam dengan air mata yang terus mengalir.
"Jawab!" bentak Langit semakin kuat menangkup pipi itu, Sasya mengangguk lemah menatap ke arah Langit yang tersenyum puas.
"Bagus!"
Masa depannya sudah hancur, mimpi-mimpinya sudah hilang saat ini juga. Menangis juga tak ada gunanya, tapi hanya itu yang bisa Sasya lakukan saat ini. Mulai detik ini, Sasya bukan lagi perempuan ceria dengan senyum cerah. Sasya yang dulu sudah mati beberapa saat tadi, tergantikan dengan sosok yang begitu menyedihkan.
"Ternyata sama lo, enak juga," bisik Langit dengan kurang ajarnya. Lagi-lagi Langit mencium bibirnya paksa. Lalu menghapus air mata Sasya.
"Sekali lagi, gue berubah pikiran," ucapnya. Sasya menggeleng kuat dan berusaha menjauhkan tubuh Langit.
Namun, sayang semuanya hanya sia-sia karena Langit kembali mengukungnya tubuhnya. Melakukan 'itu' lagi, sampai Sasya tak bisa berbuat apa-apa selain hanya menangis.
TBC
Heh Langit, kejam amat!
Ya gak? :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...
![Sasya's Diary [SELESAI]](https://img.wattpad.com/cover/245475491-64-k514732.jpg)