Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
Alvin melajukan mobilnya di tengah-tengah derasnya hujan. Padahal sudah dini hari, tetapi laki-laki itu tetap pergi mencari keberadaan Sasya. Sesekali ia mengusap hidungnya yang terasa gatal, beberapa kali ia juga bersin. Sepertinya tubuh Alvin benar-benar tidak sehat sekarang.
Ia memang sedang kurang sehat, ditambah cuaca sekarang membuat Alvin mudah terserang penyakit. Jengah karena ponselnya sedari tadi terus berbunyi, bahkan sudah ada hampir dua puluh panggilan dari Saski. Sepertinya laki-laki itu tidak bisa tidur sebelum ia mengangkat telepon itu.
Alvin menekan tombol hijau pada layarnya, lagi-lagi suara Saski terdengar. Sahabatnya tengah mengomeli dirinya lagi dan Alvin hanya terdiam mendengarkan seraya tetap fokus pada jalanan.
"Ini juga gue lagi nyari dia," jelas Alvin memotong ucapan Saski di seberang sana yang langsung terdiam.
"Lo gila ya, udah malam gini juga. Besok masih bisa!"
Alvin menghela napas, salah lagi. Ia tidak tahu bagaimana jalan pikir sahabatnya itu. Bahkan Saski sudah persis seperti seorang perempuan yang sedang datang bulan.
"Balik aja lo, gak mungkin juga ketemu sama dia tengah malam gini. Bukannya lo gak enak badan tadi? Putar balik mobil lo, gue gak marah kok. Cuma kesel aja!"
"Sahabat bang--"
Sekarang gantian Saski yang menutup telepon itu duluan, membuat Alvin mendengus kesal. Namun, tak begitu peduli dengan teleponnya karena sekarang mobil itu sudah sampai di tempat tujuan yaitu rumah yang biasa Sasya tempati.
Alvin mengambil payung yang ada di mobilnya, lalu bergegas turun karena hujan yang sedari tadi masih saja tak berhenti. Ia mengeratkan jaket yang dipakainya, lalu berusaha mendekat ke arah rumah itu. Mencari-cari apakah masih ada kehidupan di dalam sana. Bodohny Alvin tak berpikir, bahwa sekarang sudah lewat jam tidur. Bisa saja penghuni rumah itu sedang terlelap dalam mimpi sedangkan ia seperti maling yang terus mengawasi.
"Anjir serem amat ni hawa, mana hujan lagi," celetuk Alvin dan kembali menatap ke rumah itu.
"Apa gue panggil aja, ya?" bingungnya.
Setelah berpikir, Alvin memutuskan untuk berdiri saja dan mengawasi dari jauh. Cukup lama ia berdiri di sana, setelah sadar apa yang ia lakukan hanya sia-sia. Alvin kembali masuk ke dalam mobil, mengusap rambutnya yang sedikit basah terkena air hujan meski pun tadi ia memakai payung.
"Kamarnya emang selalu gelap gitu, apa gimana sih?"
"Gila, kan gue jadinya. Ngomong sendiri." Alvin terkekeh dan mulai melajukan mobilnya. Mungkin besok ia akan ke sini lagi dan memastikan bahwa perempuan itu masih ada di sana. Tentunya dengan keadaan baik-baik saja.
Di sisi lain, Awan telah sampai di tempat kost miliknya. Biru yang memang belum terlelap itu bergegas membantu sang abang, ia mengambil tas milik Sasya dan mempersilahkan Awan masuk.
Melihat Sasya yang pingsan, Biru bergegas mencarikan selimut untuk perempuan itu. Serta juga memberikan selimut untuk sang abang. Awan tak mungkin membawa Sasya ke rumah sakit, jaraknya sangat jauh dan kost ini lah satu-satunya tempat terdekat.
Meski pun rasa khawatir tak bisa ia sembunyikan di wajahnya, melihat Sasya yang mengigil tetapi badannya malah panas.
"Bang, aku manggil ibu kost dulu ya, minta tolong buat gantiin bajunya Kak Sasya. Kasian dia, kedinginan," ujar Biru seraya bergegas keluar dari kost'an itu setelah mendapat anggukan dari Awan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Roman pour Adolescents[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...