35. Bahagia?

1.6K 156 17
                                    

Kalo ada typo tandain ya:)

Jangan lupa vote dan komen😉

-Happy Reading-

Sasya terus memuntahkan isi perutnya yang ternyata tak mengeluarkan apapun selain hanya cairan putih saja. Saski yang setia menemani Sasya di kamar mandi, mengusap tengkuknya lembut. Sudah beberapa hari Sasya seperti ini, ia sering merasa mual.

"Bang ...." Sasya menatap ke arah Saski seraya tersenyum tipis. Membuat Saski juga ikut tersenyum.

"Udah?" tanya Saski memastikan, dan anggukan dari Sasya menjadi jawaban. Langsung saja Saski menuntun Sasya agar kembali ke ranjangnya lagi.

Sasya selalu memperhatikan apa saja yang dilakukan oleh abangnya ini. Ia masih sedikit tidak percaya bahwa laki-laki di depannya ini adalah abang kandungnya. Hanya sedikit, tapi perlakuan Saski padanya membuat Sasya bisa yakin. Bagaimana Saski selalu menjaga dan menemani ia di rumah sakit. Bahkan tidak memedulikan pekerjaannya akhir-akhir ini membuat Sasya merasa bersalah.

"Abang, kenapa gak kerja?" celetuk Sasya membuyarkan lamunan Saski.

"Gak papa, kan ada Alvin yang gantiin," jawabnya santai seraya terkekeh.

Sasya memang sudah mengenal Alvin karena Saski yang memperkenalkan mereka. Tidak hanya itu, ternyata orang yang dulu ia lihat mengawasi dirinya. Ternyata, Saski dan Alvin. Bahkan Saski menceritakan banyak hal tentang mereka yang selalu mengawasi dirinya.

Sasya kembali diam, tiba-tiba ia merasa lapar dan ingin memakan sesuatu yang pedas. "Bang, pengen makan seblak!"

Saski mengerutkan keningnya bingung. "Kamu, kan masih sakit? Kenapa mau makan gitu sih. Bubur aja, ya?" bujuk Saski, tetapi malah ditolak mentah-mentah oleh Sasya. Ia tetap ingin makan seblak bagaimana pun caranya.

Saski tersenyum, melihat Sasya yang mulai bisa bersikap biasa dan mengontrol dirinya sendiri untuk tidak menyakiti lagi. Mungkin karena ia selalu berada di dekat Sasya, makanya adiknya ini tak lagi menyakiti diri sendiri.

Saski juga tak akan membiarkan Sasya banyak melamun, karena itu tidak baik bagi Sasya. Jadi, sebisa mungkin ia terus mengajak Sasya mengobrol dan bercerita hal-hal yang menyenangkan.

"Abang!" rengek Sasya sambil menekuk wajahnya, terlihat begitu lucu bagi Saski. Tangan laki-laki itu terulur, mengusap rambut adiknya sayang.

"Kamu, kan ma---"

"Ayolah, bang. Sasya pengen banget makan seblak," ujar Sasya seraya mengusap-usap perut ratanya yang terbalut pakaian rumah sakit.

Saski yang melihat itu menjadi tak tega dan dengan berat hati ia mengabulkan permintaan sang adik. Saski menghubungi Alvin dan memberitahu bahwa jika sahabatnya itu nanti ke sini, harus membawakan ia seblak. Beruntung Alvin juga baru ingin pulang dari kantor milik Saski dan sahabatnya itu mau menuruti permintaannya.

"Nanti, Alvin bawain kok. Sekarang kamu tiduran aja dulu, ya." Saski membantu Sasya agar berbaring dan menyelimuti tubuh itu. Lalu ia duduk di kursi samping ranjang Sasya. Memperhatikan adiknya yang kini terus saja menatap ke arahnya.

"Awan sama Biru nanti ke sini?" tanya Sasya.

"Iya, nanti mereka ke sini kok. Tenang aja, lagian setiap hari mereka gak pernah absen jenguk kamu," jelas Saski yang diakhiri dengan kekehan. Sasya membenarkan itu, Awan dan Biru memang selalu mengunjungi dirinya.

"Kamu, gak mau masuk sekolah lagi?" tanya Saski tiba-tiba yang langsung membuat raut wajah Sasya berubah.

Lalu gelengan kecil dari Sasya membuat Saski terdiam. Sampai kapan Sasya akan seperti ini. Awan juga sempat membujuk Sasya agar sekolah lagi dan mengatakan bahwa semua yang terjadi waktu itu, tidak akan terulang lagi.

Sasya's Diary [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang