Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
Keadaan ruangan yang begitu sepi dan gelap, menjadi awal baru yang dirasakan oleh Sasya. Kepalanya berdenyut sakit, sebelah tangannya ia gunakan untuk membuka selimut. Berusaha bangkit dari posisi berbaringnya, mengambil pakaian yang berserakan di lantai.
Lagi, buliran bening itu jatuh tanpa persetujuannya. Seraya memakai seragam, memori beberapa saat tadi kembali memenuhi pikirannya. Sasya memukul kepalanya sendiri, mengingat betapa bodoh dirinya sendiri.
Langkahnya tampak tertatih, keluar dari kamar itu. Meninggalkan semuanya, berharap setelah ini ia tak akan bertemu dengan Langit lagi. Ya, semoga saja.
Langit yang tadi masih tertidur, sekilas melihat tubuh Sasya keluar dari kamar. Ia tak peduli dan kembali melanjutkan tidurnya. Perempuan itu juga tak akan berani berbicara pada orang-orang tentang apa yang ia lakukan. Langit sangat yakin itu.
Hari yang sudah larut malam membuat Sasya hanya bisa terdiam. Bingung ingin pulang ke rumah dengan apa, bahkan ponsel dan uangnya saja berada di dalam tas yang Sasya yakini masih berada di sekolah.
Sekitarnya juga tampak sepi dan Sasya sama sekali tidak tahu sekarang sudah jam berapa. Ia terpaksa berjalan kaki, bahkan tanpa alas karena saking terburu-burunya. Langkahnya sekarang berbeda, sesekali Sasya juga menghentikan langkahnya saat merasakan sakit dibagian intimnya.
Sekarang, apa yang bisa ia lakukan? Selain meratapi kebodohan dirinya sendiri. Sasya terkekeh, berjalan tanpa menatap sekitar. Suara gemuruh dari langit pertanda hujan akan segera turun pun tak membuat Sasya berhenti melangkah.
Ia ingin pulang, tapi ... ia takut. Takut jika ayahnya akan memukulinya lagi. Sasya menghentikan langkahnya, pandangannya menatap ke arah jembatan yang terlihat tak jauh dari ia berdiri saat ini.
Semuanya udah berakhir .... Batinnya.
Sasya kembali berjalan, entah apa yang ada di pikirannya saat ini. Setelah sampai di jembatan itu, ia langsung menatap nanar ke arah aliran sungai yang tampak kuat.
"Kalo aku mati, gak akan ada yang nyari juga 'kan?" kekehnya dengan suara yang terdengar serak. Perlahan tangannya memegang pembatas jembatan itu. Menarik napas dalam-dalam dan yakin bahwa apa yang saat ini ia lakukan adalah benar. Pikiran Sasya sudah kalut, ia seolah lupa bahwa masih ada orang yang berharap ia hidup.
Namun, Sasya memilih menyerah. Satu langkah lagi, maka tubuhnya akan terjatuh dari sana, tetapi sebuah lengan menariknya. Memeluk tubuh lemah itu begitu erat tanpa berkata apa-apa.
Sasya kembali pada dunianya, memukul orang di depannya dengan tenaga yang tak seberapa. Dadanya sesak, takut jika orang itu adalah Langit. Sasya terus saja berusaha berontak. Melepaskan pelukan itu, tetapi orang di depannya ini seolah tak mau melepas.
"Tenang ya, saya gak bakalan nyakitin kamu," ucap orang itu.
Sasya tak mau mendengarkan, bahkan tubuhnya bereaksi lain saat bersentuhan dengan laki-laki dewasa di depannya ini. Merasa Sasya semakin memberontak akhirnya orang itu melepaskan pelukannya, lalu ingin menyentuh tangan Sasya yang sekarang terlihat berjalan menjauh. Untuk mengangkat kepala saja rasanya begitu berat bagi Sasya.
"Pergi!" teriak Sasya berhasil membuat orang itu menatapnya nanar. Sekali lagi ia ingin mendekat, tetapi Sasya malah semakin berteriak kencang.
"Sasy--"
"Sasya!" sebuah teriakan serta pelukan kembali Sasya rasakan. Sama seperti tadi, ia ingin berontak tetapi tak bisa.
"Sya, ini aku, Awan." Mendengar nama itu, Sasya mengangkat kepalanya. Benar saja, dia adalah Awan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...