Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
"Sasya ke mana ya, kok gak masuk terus sih?" celetuk Bunga. Dini hanya diam, lalu menatap ke arah kursi milik Sasya yang beberapa hari ini sudah kosong. Semua yang ia lakukan juga tidak menemukan titik terang, Langit semakin sulit ia gapai. Walaupun sudah berbagai macam cara dilakukannya.
"Dini, kenapa melamun sih?" kesal Bunga membuat Dini tersadar dan langsung tersenyum tipis.
"Gak, kok," jawabnya, Dini berusaha terlihat baik-baik saja meski selalu dihantui rasa bersalah pada Sasya.
Langit yang baru memasuki kelas bersama kedua sahabatnya, terlihat melangkah menuju meja Dini dan Bunga.
Dini gugup, ia menatap Langit penuh binar. Menunggu apa yang akan dikatakan oleh laki-laki itu.
"Kalian yakin, gak tau di mana Sasya?"
Hancur sudah harapan Dini, selalu saja Sasya dan Sasya yang ditanya oleh Langit. Ia berusaha tersenyum lagi, lalu menggeleng. "Enggak," jawabnya.
Langit menatapnya sekilas lalu beranjak dari sana. Dini yang memperhatikan raut wajah Langit yang berubah seketika merasakan sesak. Apa harus sesakit ini saat kita mencintai seseorang yang nyatanya sama sekali tidak menganggap kehadiran kita ada?
Harus berapa lama lagi ia bertahan dalam situasi seperti ini? Sudah banyak yang ia lakukan, bahkan sampai menghancurkan sahabatnya sendiri. Dini lelah, apa rasa yang ia miliki tidak bisa dirasakan oleh Langit? Kenapa harus Sasya?
Tak terasa air matanya mengalir, cepat-cepat Dini menghapusnya. Takut jika nanti Bunga melihat ia menangis.
Dini meyakinkan dirinya, lalu ia berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah Langit. Perkataan Bunga tak dihiraukan oleh Dini, ia terus berjalan ke arah Langit. Dan saat berdiri tepat di depan laki-laki yang ia sukai, Dini semakin gugup.
"L-langit?" panggilnya. Langit yang saat itu fokus menatap ke luar jendela merasa terganggu, karena Laskar yang menyikut lengannya.
"Kenapa, sih?" kesal Langit. Laskar menunjuk Dini dengan dagunya, membuat Langit kembali bingung. Ia menaikkan sebelah alisnya, menatap Dini penuh tanda tanya.
"Nanti, pulang sekolah ada yang mau aku bicarain sama kamu, aku tunggu di taman ya." Setelah mengucapkan hal tersebut, Dini langsung bergegas kebali ke tempat duduknya.
Langit mengerutkan dahinya bingung melihat tingkah Dini, ia hanya mengangguk, menyetujui ajakan dari perempuan itu.
"Ngajakin Langit ngapain, Din?" tanya Bunga penasaran.
"Rahasia," jawabnya. Bunga mendengus kesal lalu mengeluarkan beberapa buku tulis karena guru pelajaran sudah masuk.
Menurut Bunga, kelas mereka terasa beda. Apalagi, Sasya yang entah hilang ke mana setelah kejadian itu. Padahal sebentar lagi mereka akan lulus bersama-sama, sedih rasanya kehilangan sahabat yang begitu sangat dekat. Seharusnya saat Sasya dipermalukan waktu itu, ia menghampirinya, mengulurkan tangan untuk menolong Sasya. Namun, yang ia lakukan malah sebaliknya. Ia dan Dini malah menjauhi Sasya, menganggap Sasya bukan siapa-siapa, padahal Sasya sangat membutuhkan mereka.
Bunga menyesal dan ingin sekali meminta maaf pada Sasya. Sayang, semua itu hanya bisa ia pendam. Mungkin nanti, saat ia bertemu lagi dengan Sasya, Bunga akan meminta maaf dan tak akan meninggalkan Sasya sendirian.
Bunga mencoret-coret bukunya, ia merindukan saat-saat bersama mereka yang dulu. Ia rindu Sasya yang selalu saja menghitung anak tangga saat mereka berjalan di rumah Dini. Kapan semua itu bisa terulang kembali?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...