Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
Bel tanda istirahat sudah berbunyi, tetapi Awan masih sibuk dengan buku pelajarannya. Sesekali ia menaikkan kacamatanya yang melorot. Awan terus mencatat materi yang ada di depan papan tulis dengan teliti. Merasa semuanya telah dicatat dengan cepat ia membereskan buku-bukunya.
Sebelum melangkah keluar, pandangannya mengedar ke sekitar kelasnya yang sudah terlihat sepi.
Hanya tinggal dia sendiri saja di kelas 12 IPA 1 ini. Kelas yang berisi orang-orang pintar, tetapi sayang mereka masih saja membedakan derajat. Antara si kaya dengan si miskin. Mereka tidak akan mau bergaul dengan orang seperti Awan, anak beasiswa dan juga tidak memiliki orang tua.
Awan tidak peduli, bahkan ia sudah terlalu terbiasa jika temannya datang hanya saat menginginkan jawaban tugas saja. Menurut Awan tak ada salahnya berbagi 'kan, jadi ia akan membantu siapa saja yang dapat ia bantu dalam pelajaran.
Namun, siswa-siswi 12 IPA 1 bahkan tak menganggap keberadaan Awan di kelas. Meski pun sudah sering guru-guru menasehati, mereka semua agar bersikap adil dan mau berteman dengan sesama siswa di kelas itu. Tetapi tetap saja, mereka tidak mau.
Tiga tahun lamanya Awan bersekolah di SMA Jaya ini, tak ada satu pun orang yang mau berteman dengannya.
Apa siswa dengan penampilan cupu, memang harus dikucilkan terus. Entahlah, Awan tak mau memikirkan hal yang sebenarnya tak penting itu.
Tak terasa langkah Awan kini sudah berhenti di depan sebuah gudang. Sebelum masuk, ia sempat melihat adiknya, Biru yang sedang duduk di taman tak jauh dari gudang ia berdiri sekarang.
Terlihat Biru yang menatap ke arah teman-temannya yang berbondong ke kantin. Awan mengerti, apa yang sekarang adiknya itu inginkan.
Namun, Awan juga tak bisa menghampirinya. Ia tidak mau Biru kenapa-kenapa. Lagipula ia juga belum gajihan, jadi belum bisa memberikan uang lebih pada adiknya itu.
Sedangkan di sisi lain, Biru masih saja terus menatap teman sekelasnya. Ia juga ingin ke kantin, menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Namun, ia lebih memilih untuk menabung uang pemberian dari Awan.
Merasa ada yang memperhatikannya, Biru menolehkan kepalanya. Dengan cepat Awan langsung masuk ke dalam gudang.
"Perasaan tadi, ada orang di dekat gudang," monolognya sambil kembali memperjelas penglihatannya.
"Biru!" teriak seorang laki-laki menghampiri Biru yang langsung terkaget. Alaska, teman sekelas Biru. Laki-laki dengan senyum manis dan bola mata coklat itu, duduk disamping Biru.
"Kebiasaan, gue selalu aja ditinggal," dengusnya kesal.
Biru menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Maaf."
Alaska menatap Biru yang terus saja tak mengalihkan perhatian dari gudang. "Liatin apa, sih?"
"Eh?" Biru kaget karena Alaska ikut menatap ke arah gudang juga. Dengan cepat ia menolehkan kepala temannya itu.
"Gak ada, ke kelas aja yuk!" ajak Biru seraya berdiri dari duduknya. Alaska hanya mengangguk dan kembali mengikuti langkah Biru.
Keduanya memang merupakan teman dekat, atau bahkan bisa dibilang sahabatan. Mereka bertemu saat awal masuk SMA Jaya. Alaska yang memang memiliki sifat humble membuat Biru mau berteman dengannya.
Tak jarang mereka juga sering mengerjakan tugas bersama. Walaupun mereka bersahabat, tetapi Alaska tidak tahu banyak hal tentang kehidupan Biru. Karena Biru sendirilah yang terlalu tertutup dan Alaska bisa memaklumi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...