Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
Sejatinya sebuah persahabatan itu tak akan pernah hancur, jika mereka bisa saling jujur.
"Langit?!" teriak Dini refleks dan mendekat ke arah laki-laki yang dulu mengisi hatinya, mungkin sampai sekarang masih sama. Dini berlari ke arah Langit, tatapan khawatir yang ia perlihatkan sudah menjelaskan semuanya.
Bukannya berterima kasih yang didapat Dini hanyalah sebuah penolakan. Niat yang awalnya ingin meminta maaf pada Sasya, seketika Dini lupakan.
"Din, ingat kita ke sini mau minta maaf sama Sasya," bisik Bunga seraya menahan sahabatnya itu untuk tidak menghampiri Langit lagi. Dini akhirnya menghentikan langkahnya, lalu menatap ke arah Sasya yang baru ia sadari sudah tak berontak lagi.
"Sasya, kenapa?" tanya Dini. Saski yang berada di samping adiknya juga kaget, mengetahui Sasya tak sadarkan diri.
Alvin langsung memanggil dokter dan seketika hanya hening yang ada di ruangan itu. Semuanya panik, berkali-kali Saski menepuk pipi adiknya. Namun, yang didapat masih keterdiaman Sasya dengan mata yang sepenuhnya sudah menutup erat.
Tangis yang memilukan hati itu tak lagi terdengar. Bahkan mereka semua seolah terhanyut dalam keheningan. Sampai pada akhirnya seorang dokter masuk ke ruangan itu bersamaan dengan Alvin yang mengikuti di belakang.
Semua yang ada di ruangan harus keluar, memberikan ruang pada dokter untuk lebih leluasa memeriksa keadaan Sasya. Meski berat untuk melangkah dan sesekali meringis menahan perih di wajahnya yang memar, Langit tetap berusaha beranjak keluar.
"Kamu yang sabar ya, Sasya pasti baik-baik aja," ujar Lidya menenangkan Saski yang tampak sekali bahwa laki-laki itu khawatir.
Hanya sebuah anggukan yang Saski berikan, meski hatinya lebih merasa sedikit nyaman saat mendengar ucapan menenangkan.
"Sakit, ya. Lang?" celetuk Laskar tiba-tiba memecahkan suasana yang awalnya begitu hening.
Langit hanya mendengus kesal, sudah tahu dia dipukul seperti ini. Masih saja bertanya sakit apa tidak, yang jelas jawabannya sudah pasti sakit. Laskar terkekeh, melihat wajah masam dari Langit. Ia hanya berniat mencairkan suasana yang begitu canggung.
Lintang dan Bunga tampak saling diam, kedua sejoli itu hanya saling melemparkan pandangan, lalu tersenyum secara diam-diam. Beda halnya dengan Dini yang sedari tadi terdiam dengan pandangan yang terlihat kosong. Entah apa yang ia pikirkan, mungkin Dini sedang memberi semangat dirinya sendiri untuk menerima segapa hal yang mungkin terjadi setelah ia bercerita semuanya pada Sasya.
Meski berat, tetapi Dini tetap harus merelakan perasaannya. Ia tak mungkin selamanya akan terus mengejar cinta dari Langit, membuat laki-laki itu menaruh rasa padanya, itu semua sudah tak mungkin lagi. Mengharapkan rasa yang sudah pasti hanya bisa ia dapatkan di mimpi saja, terlebih Langit berencana akan bertanggung jawab pada Sasya yang artinya kesempatan Dini semakin hilang. Ia sudah tak bisa lagi meraih dan menuntut balasan rasa dari Langit.
"Udah, ikhlasin ya. Gue yakin, lo pasti dapat yang lebih baik." Dini terkesiap, mendapati Bunga yang menggenggam tangannya. Lalu memberikan sebuah senyuman yang begitu menghangatkan.
Beruntung Dini, tidak kehilangan Bunga meskipun Bunga mengetahui seberapa jahat dirinya.
"Sama Laskar aja," bisik Lintang ikut menimpali. Dini terkekeh dibuatnya, ia menatap Laskar yang kini terlihat asik mengejek Langit. Bahkan laki-laki itu tak berhenti untuk tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Genç Kurgu[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...