16. Langit lagi

1.5K 161 15
                                    

Kalo ada typo tandain ya:)

Jangan lupa vote dan komen😉

-Happy Reading-

Tepat tiga hari setelah kejadian itu, Sasya sama sekali tidak keluar dari kamarnya. Ia terus mengurung diri dan melupakan kewajibannya untuk bersekolah. Untung saja, Andra-ayah Sasya juga sedang melakukan perjalanan bisnis. Ia hanya sendirian di rumah.

Selama itu juga Sasya terus melamun dan menangis. Pecahan kaca ada di mana-mana, bantal dan selimut tidak lagi terletak di tempat seharusnya. Lampu bahkan sama sekali tak menyala, hanya penerangan dari cahaya luar yang membuat kamar itu sedikit terang. Memeluk tubuhnya sendiri dipojok kamar dengan benda kecil yang terus digenggam, itulah yang dilakukan Sasya sekarang.

Hati dan fisiknya begitu kacau. Semua berantakan, bahkan untuk tersenyum rasanya terlalu sulit dilakukan. Lingkaran hitam di bawah mata, menambah kesan prihatin. Belum lagi tatapannya yang terlihat kosong. Tidurnya tak tenang dan selalu terbayang hari menyakitkan itu.

Sasya merasa tak pantas untuk semua hal. Semua ini karena ulah Langit. Laki-laki arogan yang membuat dunianya seketika mejandi gelap.

Suara jendela kamarnya yang dibuka paksa juga tidak membuat Sasya tersadar. Ia masih dengan posisinya, saat laki-laki itu berjalan ke arahnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebuah senyum sinis terbit di wajah itu, melihat perempuan yang ia tunggu kehadirannya selama tiga hari ini, tetapi menghilang dan sekarang malah berada di kamar dengan minim pencahayaan.

Cengkraman dipipinya membuat Sasya mendongak paksa, menatap wajah menyeramkan ... Langit.

Ya, bagi Sasya tak ada yang lebih menakutkan daripada Langit yang sekarang tepat berada di depan tubuhnya. Seketika ia berpikir dan bertanya-tanya, bagaimana laki-laki ini bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal Sasya sudah mengunci semua akses di rumah dan kamarnya.

Bayang-bayang kejadian itu kembali melintas diingatannya, membuat Sasya menggeleng kuat dan mendorong tubuh Langit. Entah datang kekuatan dari mana, yang jelas ia sekarang tampak begitu bertenaga, padahal makan saja ia jarang selama tiga hari ini. Mungkin karena rasa takut. Badannya bergetar begitu pula dengan tatapan matanya yang menajam.

"Pergi!" teriaknya yang sama sekali tak diindahkan oleh Langit. Laki-laki itu tertawa, melihat kekacuan di kamar ini.

"Kenapa, lo gak masuk?" tanya Langit kembali mendekat ke arah Sasya yang terus menjauh.

"Pergi!"

"Pergi ...." racauan tak jelas itu, memenuhi seisi kamar. Barang-barang yang ada di sekitarnya Sasya lemparkan pada Langit. Bukannya menyerah, Langit malah memeluk tubuh itu senang.

"Gue gak bakal pergi," bisiknya bersamaan dengan suara isak tangis Sasya yang mulai terdengar. Tangannya berusaha memukul Langit sekuat tenaga, melampiaskan semua rasa yang saat ini menyelimuti dirinya.

Pelukan itu terlepas, digantikan dengan tarikan di tangan Sasya. Langit menarik, bukan lebih tepatnya menyeret Sasya ke arah kamar mandi yang berada di kamar itu.

Setelah sampai, ia langsung mendorong tubuh lemah Sasya ke lantai.

Sasya semakin menangis histeris saat tanpa perasaan Langit menarik rambutnya, menyuruh ia agar mendongak.

"Jangan berisik bisa!" teriaknya tepat di depan wajah Sasya. Lalu tanpa aba-aba ia menampar pipi mulus itu, karena saking kesalnya mendengar suara tangisan Sasya.

Bukannya berhenti menangis, Sasya malah semakin histeris. Langit melepaskan jambakannya dari rambut itu, membuat sang empu tertoleh dan lagi-lagi merasakan sakit.

"Sakit, Lang ...." Sasya menahan kaki Langit yang hendak menendang tubuh lemahnya. Sekuat tenaga ia menahan, tetapi yang terjadi malah tidak sesuai harapan. Tubuhnya terbentur dinding kamar mandi dengan kuat, bersamaan dengan itu Sasya terbatuk.

"Lemah banget jadi cewek, dulu aja lo nolak gue!" Sinis Langit seraya kembali menendang perut Sasya.

Rintihan sakit yang dikeluarkan oleh Sasya sama sekali tak dipedulikan oleh Langit. Batuknya semakin menjadi dan kini terlihat cairan berwarna merah kental memenuhi lantai kamar mandi.

"Mandi! Jangan kayak gembel, gue mau ngajak lo ke suatu tempat. Awas aja kalo lama!" Langit berlalu dari kamar mandi setelah berucap seperti itu.

Sasya masih berada diposisinya tadi, merasakan tubuhnya yang kembali sakit. Beberapa menit tubuhnya tak bergerak sama sekali, pandangannya mulai kabur.

"Semakin lo lama, gue gak segan-segan ngelakuin hal kayak kemarin!" teriak Langit dari luar kamar mandi. Laki-laki itu terlihat tengah mengisap sebatang rokok dengan tatapan yang terus tertuju pada kamar mandi.

Sekuat tenaga Sasya bangkit dari posisinya, lalu masuk ke dalam bathtub. Bukannya mandi dan membersihkan tubuh, Sasya malah menenggelamkan kepalanya di sana.

Sedangkan di luar kamar mandi, Langit terlihat masih berdiri santai. Sudah beberapa batang rokok habis, tetapi perempuan itu masih saja belum keluar dari sana.

"Lama amat!" kesalnya. Lalu membuka pintu itu paksa dan mendapati Sasya berada di dalam bathtub dengan air yang kini perlahan berubah warna menjadi merah.

"Nyusahin!" cibirnya seraya menarik rambut Sasya keluar dari sana.

Napas yang terdengar tak beraturan itu malah membuat Langit semakin geram. Apa perempuan di depannya ini sudah gila? Kira-kira seperti itulah isi pikiran Langit saat ini.

"Lo kenapa sih?" bentak Langit membuat Sasya kaget bukan main.

"M-mandi ...," jawabnya lemah dengan wajah yang tampak memucat. Tubuhnya menggigil kedinginan, mungkin efek terlalu lama berendam.

"Mandi apaan? Lo mau gue yang bertindak, hah!"

Mendengar teriakan Langit, Sasya perlahan mundur menjauh.

"Enggak, a-aku bisa kok," ujar Sasya gemetar.

Langit menatap ke arahnya dengan sinis. "Cepetan!" Perintahnya lagi.

"K-kamu keluar." Sasya memberanikan dirinya untuk menatap Langit, yang tanpa disuruh dua kali sudah langsung keluar dari kamar mandi itu, menutup pintunya kencang.

Sasya mulai membersihkan tubuhnya, menatap pantulan cermin yang ada di kamar mandi itu dengan tatapan kosong. Lagi-lagi ia melamun, melihat beberapa lebam baru di tubuhnya karena ulah Langit. Serta satu tanda yang tak juga mau hilang padahal sudah lewat beberapa hari lalu.

Ternyata Sasya di kamar mandi menghabiskan waktu yang cukup lama. Bahkan Langit yang menunggu tampak bosan dan bingung ingin melakukan apa lagi.

Suara pintu yang dibuka, mengalihkan tatapan Langit. Ia berdecak kesal, saat menyadari bahwa itu adalah Sasya. "Pakai baju itu, jangan ngebantah dan protes apapun!" ucapnya tegas.

Sasya kembali masuk ke dalam kamar mandi setelah mengambil pakaian yang diletakkan oleh Langit di ranjang miliknya. Tak mungkin Sasya kan memakai baju di depan Langit. Meski pun laki-laki itu ... ah! Sasya cepat-cepat menggeleng dan berusaha fokus. Tak mau lagi mengingat kejadian mengerikan itu.

"Bajunya pendek," ucapnya pada dirinya sendiri saat tengah berkaca. Baju itu terlihat seperti dress, tapi ini lebih seksi dan sempit di tubuh Sasya.

"Lama amat! Bisa-bisa gak jadi pergi!" teriak Langit frustrasi dari luar. Bergegas Sasya keluar dari sana. Belum apa-apa, bahkan ia tidak menyisir rambutnya yang terlihat masih basah, tetapi Langit lebih dulu menariknya untuk pergi.

TBC

Maaf kemarin2 gak update:( semoga kalian tetap setia ya sama Sasya's Diary.

See you♡

Sasya's Diary [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang