Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
Ketiganya sudah sampai di SMA Jaya. Awan menyuruh Biru agar segera ke kelas, dan ia berniat mengantar Sasya yang masih saja tampak melamun.
"Abang, kalo Langit gangguin lagi bilang aja ya!"
"Emang kamu mau ngapain?" tanya Awan seraya menaikkan kacamatanya yang sedikit retak.
"Mau aku tonjok balik!" ucapnya penuh percaya diri dan bergegas menuju kelas.
Sekarang Awan dan Sasya hanya berjalan berdua menuju kelas, lebih tepatnya kelas Sasya.
"Hujan!" Bunga dan Dini tampak tergesa-gesa menghampiri Sasya. Keduanya tampak menghentikan langkah mereka, terlebih Awan yang menggenggam tangan Sasya tiba-tiba. Menyadarkan perempuan itu.
"Lo, kenapa?" tanya Bunga begitu khawatir, tapi hanya dibalas senyuman tipis oleh Sasya.
"Lo habis nangis," celetuk Dini tepat sasaran.
Sasya mengangguk, lalu berucap lirih. "Tadi gak ingat ngitung anak tangga," kekehnya yang sama sekali tak membuat kedua sahabatnya serta Awan tertawa. Terlihat jelas sekali jika ia sedang tidak baik-baik sekarang.
Awan terdiam, melihat senyum yang entah kenapa berhasil membuat hatinya sakit.
"Em ... makasih ya, Wan," ucap Sasya tulus seraya merangkul kedua sahabatnya melangkah menjauh dari sana.
Awan masih terpaku, menatap tubuh Sasya yang perlahan menjauh dari pandangannya. Suara tawa dari Sasya dan teman-temannya terdengar begitu terpaksa. Ia bisa merasakan betapa sedihnya perempuan itu, saat tadi dipelukannya. Namun, sekarang malah berpura-pura baik di depan kedua sahabatnya. Entah apa yang Sasya sembunyikan, tapi Awan yakin. Ia adalah perempuan kuat.
Awan kembali melangkah kan kakinya menuju kelas. Meski keadaannya bisa dibilang tidak baik, tapi Awan sama sekali tidak mau membolos satu hari saja. Baginya setiap hari yang ia lalui saat bersekolah itu sangat penting, apalagi sekarang ia sudah berada di kelas 12 yang artinya sebentar lagi akan lulus.
"Eh, cupu! Kenapa tuh muka?" tanya seorang siswa saat Awan baru saja memasuki kelasnya.
Awan hanya diam, tak mau menjawabnya. Terus berjalan menuju kursinya dan setelah sampai, ia duduk dengan tenang.
Berbeda lagi dengan Sasya yang saat ini malah berada di kantin bersama Bunga dan Dini. Awalnya mereka ingin segera ke kelas, tetapi karena Bunga merengek ingin ke kantin. Dini dan Sasya tak bisa menolaknya.
"Gimana sama Langit, Sya?" tanya Bunga tiba-tiba berhasil membuat Sasya terdiam dan menatap Dini yang juga terlihat terkejut. Namun, cepat-cepat mengubah raut wajahnya menjadi biasa saja saat menyadari Sasya menatapnya.
"Gak gimana--"
"Bukannya semalam dia nembak lo?" tanya Bunga lagi. Entah dari mana sahabatnya yang satu ini mengetahui hal itu.
Sasya bisa melihat Dini yang tampak memasang wajah kesal, tetapi berusaha bersikap biasa saja.
"Enggak ...."
Langit beserta kedua temannya melewati mereka, ia menatap Sasya dengan wajah datarnya. Berbeda dari biasanya yang selalu menampilkan senyum tulus dan menyapa. Kali ini Langit tampak berbeda.
"Bunga, Lintang suka sama lo!" teriak Laskar sebelum Lintang sempat membungkam mulut temannya itu.
"Eh?" Bunga seketika merasa pipinya memerah, ia malu. Padahal itu hanya ucapan asal dari Laskar. "Emang beneran Lintang suka aku ya?" gumamnya seraya kembali menyuap makanannya. Melupakan pertanyaan beberapa saat tadi tentang Sasya dan Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...