Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
"Hujan, cepetan dong! Nanti telat," teriak Bunga dari luar kamar mandi. Menyuruh Sasya agar cepat keluar.
"Bentar!" balas Sasya dengan berteriak juga.
Bunga mendengus kesal. "Ya udah, gue tunggu di bawah!" Mendengar tak ada jawaban dari Sasya. Bunga tanpa pikir panjang menjauh dari depan pintu itu. Berjalan ke luar kamar sambil menenteng tasnya.
"Hujan mana?" tanya Dini, menatap Bunga heran. "Masih di kamar mandi."
"Makan dulu." Dini memberikan sepiring nasi goreng pada Bunga yang langsung di sambut dengan senyum bahagia. Lalu mereka makan, tak ada suara selain dentingan sendok dan piring.
Sedangkan Sasya yang di kamar tadi, sekarang sudah turun. Mulutnya sibuk menghitung tangga. Sasya memang selalu terlihat cantik, apalagi rambut panjangnya yang selalu ia gerai.
"Lama banget, ngapain aja lo hujan?" celetuk Bunga yang sudah selesai makan. Sasya hanya menyengir. "Gak ngapa-ngapain kok."
"Cepetan makan." Sasya mengangguk, mulai menyuap nasi goreng itu. Matanya terpejam seolah menikmati rasa dari nasi goreng itu.
"Enak," ucapnya seraya kembali memakan nasi goreng itu sampai habis.
"Yuk berangkat," ajak Bunga. Mereka bertiga pun bersiap untuk pergi ke sekolah.
"Naik," suruh Dini pada kedua temannya yang menunggu di luar gerbang. Sasya dan Bunga pun kompak berjalan menuju mobil Dini. Duduk dengan tenang saat mobil itu mulai melaju.
***
"Abang, beneran mau sekolah?" tanya Biru. Entah sudah berapa kali ia mempertanyakan hal yang sama seperti itu. Awan hanya menampilkan senyumnya. Mengambil kacamata dan memakainya.
"Iya, yuk berangkat." Biru hanya mengangguk, ia sangat khawatir terhadap Awan. Pasalnya pagi tadi, badan sang abang sangat panas. Wajahnya juga terlihat pucat. Namun, Awan terus menyangkal dan berkata bahwa ia baik-baik saja.
Mereka berdua memasuki sebuah angkot, duduk berdesak dengan penumpang yang lain. Sudah menjadi kebiasaan bagi mereka.
Biru terus saja menatap Awan yang sesekali menaikkan kacamata bulatnya. "Nanti, kalo gak kuat. Abang ke UKS aja ya?"
Awan terkekeh, ternyata adiknya ini sangat perhatian. Padahal ia hanya demam biasa. "Iya, jangan bawel deh," kekeh Awan sambil menggusap rambut Biru yang langsung menatap abangnya kesal.
Dengan cepat ia menurunkan tangan Awan, lalu menatap penumpang lain yang melihat mereka. "Abang ih, malu tau!"
Bukannya berhenti, Awan malah semakin menjadi. Biru hanya pasrah diperlakukan seperti itu. Melihat senyum Awan, merupakan penyemangat bagi Biru. Ia yakin, suatu hari nanti mereka berdua pasti menemukan titik terang dari segala kesedihan yang mereka jalani saat ini.
Angkot itu berhenti tidak jauh dari SMA Jaya. Awan dan Biru segera turun, setelah membayar angkotnya Awan tak lupa memberikan nasehat untuk sang adik. "Duluan gih, nanti Abang nyusul."
Biru tak segera beranjak, ia masih menatap Awan yang masih terlihat pucat. "Kenapa gak barengan aja?"
Awan menggeleng dan segera mendorong tubuh Biru agar cepat memasuki gerbang. "Sana, belajar yang rajin!" ucapnya.
Setelah memastikan Biru sudah masuk, barulah Awan melangkah ke arah belakang SMA Jaya. Peluhnya semakin menetes banyak, ia gugup. Karena telat datang ke sana. Saat telah sampai di belakang sekolah yang ternyata adalah gudang itu. Awan mengetuk pintunya beberapa kali. Baru saja ingin berbicara tangannya langsung di tarik masuk oleh seseorang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...