Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
Awan, terima kasih selalu ada untuk aku. Selalu menghibur dan menemani. Kebaikan dari kamu, membuat aku kembali merasa hidup.
22:00
Hari ini, lagi-lagi ayah mukul Sasya. Padahal Sasya gak salah apa-apa, Yah. Kenapa ayah mukul Sasya?
Kenapa semenjak ayah dan ibu cerai, keadaannya semakin buruk. Hati Sasya remuk, Yah. Sasya capek.
Satu hari aja, Sasya mau kita kayak dulu. Apa enggak bisa? Satu hari aja, Ayah dan Ibu ngertiin Sasya. Apa terlalu sulit?
Ibu ... kenapa ninggalin Sasya sendirian?
Ah iya, maaf Sasya gak bisa pergi waktu acara pernikahan ibu. Sasya cuma gak mau nangis di depan ibu. Waktu Sasya bayangin ibu bersanding sama laki-laki lain, selain Ayah entah kenapa rasanya begitu sakit Bu.
Semoga Ibu bahagia ya sama keluarga baru Ibu sekarang. Dan Sasya di sini, selalu doain Ibu. Sasya pengen deh, Ibu nanti ngajak Sasya ke rumah baru Ibu. Boleh gak? Hehe:) Soalnya Sasya capek, selalu dipukul sama Ayah, Bu ....
01:00
Gadis itu menutup bukunya, tanpa menyelesaikan bacaannya. Terlalu sulit baginya untuk membaca semua itu. Tulisannya beberapa bulan yang lalu masih saja tertata rapi di buku bersampul abu-abu itu.
Sasya, ya gadis yang tengah menangis di sudut kamar adalah Sasya. Tangannya meremas kuat buku itu. Sesekali ia mengusap hidungnya yang tak berhenti mengeluarkan darah kental. Lagi dan lagi ayahnya memukul ia. Melampiaskan amarahnya hanya gara-gara mengetahui sang anak tidak mendapatkan nilai yang bagus saat ulangan.
Hanya kurang satu angka saja, tetapi sukses membuat Andra begitu marah. Bahkan dengan tak berperasaannya, ia melayangkan pukulan pada Sasya yang hanya bisa terdiam. Ia mimisan karena tadi Andra tak sengaja memukul wajahnya dan sekarang seperti inilah Sasya. Rambut acak-acakan dan beberapa lebam memenuhi bagian tubuhnya.
Bahkan seragam sekolahnya belum ia ganti. Sasya memeluk lututnya, menyembunyikan wajahnya. Ia sudah terlalu lelah menangis, sudah banyak air mata yang keluar setiap harinya.
Sasya lelah, apa boleh ia menyerah sekarang? Dan apa semuanya akan berakhir begitu saja? Sasya yang ceria dan selalu tersenyum sekarang sudah hilang. Tergantikan dengan sosok yang menyedihkan.
Tangannya meraba karpet kamarnya. Mencari sebuah benda yang hampir selama beberapa bulan ini selalu menemaninya.
Benda kecil dan tajam itu berhasil Sasya dapatkan. Perlahan ia menggarahkan benda itu ke tangannya, tepat di nadinya.
Sasya kalo ada apa-apa cerita sama aku ya, kamu gak sendirian!
Tiba-tiba Sasya tersadar, perkataan Awan berhasil membuat Sasya mengurungkan niatnya.
Brak!
Sasya terkejut dan refleks menyembunyikan benda kecil itu. Menatap laki-laki di depannya yang baru saja membuka pintu balkon dengan kuat.
"Lo ke mana aja sih? Gue telepon gak diangkat, mulai berani ya lo sama gue?" tanyanya dengan nada tak suka. Menatap Sasya yang malah menunduk takut.
Langit, sosok laki-laki yang dulu Sasya tolak kini dengan terpaksa harus menjadi kekasihnya. Karena Langit yang terus mengancam Sasya, akan menyakiti orang-orang di sekitarnya dan Sasya tidak mau semua itu terjadi.
Sasya kira setelah ia menjadi kekasih dari Langit, laki-laki itu tidak akan berbuat kasar lagi padanya. Namun, Sasya salah. Bahkan ia sudah sering disakiti oleh Langit, entah itu lewat perkataan ataupun juga kekerasan.
Langit ... sama seperti Andra. Keduanya sangat suka melihat ia menderita.
"Cih, buku gak guna!" Langit melempar buku itu tepat mengenai kepala Sasya yang hanya bisa tertunduk. Meremas roknya kuat. Beberapa saat tadi laki-laki itu mengambil dan membaca buku milik Sasya.
Langit muak membaca setiap tulisan yang ada dibuku itu. Hanya berisi omong kosong dan juga tentang ... Awan.
Apa Sasya lupa, bahwa Langit sangat membenci semua hal tentang Awan. Dan sekarang, ia baru mengetahui bahwa pacarnya ini menulis banyak hal tentang Awan. Sudah ia peringatkan berkali-kali untuk tidak berhubungan dengan Awan. Namun, sepertinya Sasya sangat suka melanggar ucapannya. Sepertinya gadis ini perlu ia hukum.
"Akh ... s-sakit, Lang." Sasya refleks berteriak saat Langit menarik rambutnya kuat. Menyuruhnya agar berdiri.
"Lo jangan berisik," ucap Langit penuh penekanan. Tangannya beralih mengusap pipi Sasya yang tampak kemerahan, seperti bekas tamparan. Sedangkan sang empu hanya bisa terdiam dan lagi-lagi menunduk.
Langit yang dikenalnya sudah jauh berbeda, tak ada lagi senyuman manis yang ia dapatkan melainkan hanya sebuah luka. Entah sebab apa, tetapi Langit begitu sangat berbeda. Jika benar, ia mencintai Sasya kenapa harus menyakiti gadis itu terus menerus.
"Langit, aku capek," lirih Sasya saat Langit masih terdiam menatap wajah cantik itu.
"Kenapa gak angkat telepon gue? Terus kenapa lo banyak nulis tentang Awan? Lo lupa, gue siapa lo? Lo udah ngelupain perkataan gue? Udah berani ngelanggar, hm."
"M-maaf ...." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Sasya. Membuat Langit semakin geram, dan berakhir menghempas tubuh Sasya ke atas kasur. Mengukung perempuan yang terlihat begitu takut itu dengan sebuah senyum miring di wajahnya.
Langit selalu menyukai saat Sasya ketakutan, awalnya ia hanya tidak ingin jika Sasya selalu bertemu dengan Awan dan ia merubah sikapnya menjadi kasar. Namun, sepertinya ia lebih suka seperti ini. Melihat Sasya tak berkutik sama sekali dan selalu menuruti semua ucapannya.
"Langit, sakit ...." Sasya berusaha melepaskan tangan Langit yang berada di pipinya.
Isak tangisnya mulai terdengar, memenuhi kamar. Sebelah tangannya ia lepaskan, lalu dengan sengaja menekan lebam yang ada di tangan Sasya. Refleks Sasya berteriak kesakitan, berusaha bangkit dan menjauh dari Langit. Itulah yang sekarang ia lakukan.
"Sasya, kenapa ribut?" teriak Andra dari luar kamar Sasya. Bersiap membuka pintu itu.
"Lang---"
"Kali ini, lo aman," bisik Langit lalu menjauh dari sana. Ia keluar lewat jendela kamar Sasya, bersamaan dengan pintu kamar Sasya yang terbuka.
"Kenapa gak belajar? Kamu mau saya hukum lagi? Bukannya belajar, malah enak-enakkan kamu ya," cibir Andra panjang lebar seraya menghampiri Sasya yang sekarang duduk di ranjangnya. Bersiap ingin berdiri, tetapi Andra malah menahannya.
"Kamu itu udah kelas 12, harusnya bisa belajar lebih giat lagi. Jangan sampai kamu sama kayak Relin, jadi jal*ng!" sinisnya tanpa perduli dengan perasaan Sasya yang sekarang kembali terluka.
Ia selalu tak bisa saat mendengar Andra menjelekkan Relin, bagaimana juga. Relin adalah sosok ibu bagi Sasya, sosok yang selama ini telah merawatnya dari ia kecil.
"Dibilangin, malah diam. Apa kamu sekarang jadi tuli dan bisu," kekeh Andra menangkup pipi Sasya kuat. Tatapan antara anak dan ayah itu bertemu.
Andra bisa melihat bagaimana kacaunya wajah sang putri, tetapi entah kenapa tak ada sama sekali rasa iba dari dirinya. Mungkin karena Sasya ....
TBC
Semoga suka ya sama part ini:) jangan lupa follow wp @secrettaa dan ig @secrettaa_
See you♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...
![Sasya's Diary [SELESAI]](https://img.wattpad.com/cover/245475491-64-k514732.jpg)