Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
Sasya dan kedua sahabatnya pergi menuju kelas. Sepanjang jalan sebelum mereka sampai ke kelas, Bunga terus saja bercerita banyak hal. Membuat Sasya sesekali terkekeh, berbeda dengan Dini yang tampak terdiam.
Bel pertanda masuk berbunyi, membuat Sasya serta kedua sahabatnya berjalan lebih cepat. Setelah sampai di kelas, mereka asik dengan kegiatan masing-masing. Sasya mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, mencari keberadaan Langit.
Entah kenapa ia merasa gelisah seperti akan terjadi sesuatu yang buruk . Awan, ya nama itu berhasil membuat Sasya panik bukan main. Ia takut Langit berbuat hal jahat pada Awan.
Baru saja bangkit dari tempat duduknya, seorang guru masuk. Membuat Sasya harus mengurungkan niatnya, dia tidak mungkin bolos mata pelajaran ini.
Di sisi lain, tepatnya di gudang sekolah. Terdapat Awan yang saat ini ditahan oleh Langit agar tidak keluar dari tempat ini.
Laskar dan Lintang hanya diam memperhatikan, tak berniat beranjak dari sana.
Langit melayangkan pukulan pada Awan yang untung saja berhasil menghindar. Melihat keberanian Awan, membuat Langit terkekeh dan bertepuk tangan.
"Berani juga lo," kekehnya seraya menatap tajam Awan.
"Udah cukup ya Lang, selama ini aku cuma diam!" teriak Awan berhasil membuat mereka yang ada di sana terkejut. Ternyata Awan yang cupu dan lemah sekarang mulai berani.
Awan gugup, tapi sebisa mungkin ia menghilangkan rasa itu apalagi saat melihat wajah Langit berubah datar.
Bugh!
Pukulan itu semakin kuat menghantam Awan yang tak bisa melawan lagi karena pergerakan Langit yang sangat cepat. Lagi-lagi ia tidak bisa melawan Langit.
"Cih, segitu doang tenaga lo?" ejek Langit seraya meludah pada Awan yang sekarang terbaring tak berdaya.
"Udah, Lang." Lintang membuka suara saat melihat Langit yang kembali hendak memukul Awan. "Nanti bisa mati anak orang," tambahnya dengan santai.
Langit tak jadi memukul Awan, ia malah melemparkan semua yang ada di gudang itu tepat pada tubuh Awan.
Benci yang selalu menyelimutinya membuat Langit menjadi sosok kejam, bahkan saat ia sudah berpacaran dengan Sasya saja tetap tak merasa puas. Karena Langit tahu, bahwa Sasya tidak memiliki perasaan apapun padanya. Itu yang selama ini berhasil membuat ia berubah. Dan laki-laki lemah di depannya ini, entah kenapa selalu saja bisa membuat Sasya tertawa lepas. Berbeda saat gadis itu bersama dengannya.
Langit menghentikan kegiatannya saat pintu gudang di buka oleh seorang perempuan yang notabene-nya adalah pacarnya, Sasya.
"Awan!" teriak Sasya histeris sambil melangkah menuju Awan. Belum saja sampai, Langit terlebih dahulu menghampirinya. Mencengkram tangannya kuat dan mengajak Sasya pergi dari sana.
Ya, Sasya akhirnya bisa ke gudang karena ternyata guru tadi hanya memberi tugas saja. Setelah mengerjakan tugasnya, ia bergegas ke luar kelas. Awalnya Bunga ingin ikut, tetapi ia ditahan oleh Dini.
Awan hanya bisa menatap ke arah Sasya, yang sudah menghilang di balik pintu gudang.
Langit terus saja menyeret Sasya ke arah jalan belakang sekolah. Ia benar-benar marah saat ini.
"Langit, kita mau ke mana?" tanya Sasya takut.
Langit tak mendengarkannya, ia menghentikan sebuah taksi dan memaksa Sasya masuk. Entah kemana tujuan mereka saat ini, yang jelas Sasya hanya bisa terdiam, karena Langit mengancamnya lewat tatapan yang begitu tajam membuat Sasya sama sekali tak bisa berkata-kata. Apalagi tangannya yang seolah diremas kuat oleh Langit, dapat dipastikan itu akan menimbulkan bekas nantinya.
Taksi itu berhenti di depan sebuah bangunan tinggi dan besar. Lagi-lagi Sasya ditarik dan dipaksa Langit untuk mengikuti langkah lebarnya.
"Lang, kenapa kita ke sini?" tanya Sasya sama sekali tak mendapat jawaban dari Langit.
Saat mereka sampai di depan sebuah pintu yang diyakini oleh Sasya adalah apartemen Langit, langsung saja ia menggigit tangan Langit. Refleks laki-laki itu melepaskan tangannya, dan kesempatan itu Sasya gunakan untuk kabur dari sana.
Langit tersenyum sini, mengejar Sasya yang sekarang berlari ketakutan. Gedung ini juga tampak sepi, membuat Sasya tidak bisa meminta pertolongan pada siapa pun.
Hap!
Sebelah tangannya berhasil digapai oleh Langit. Lalu tubuhnya secara tiba-tiba diangkat oleh laki-laki itu. Suara pintu yang ditutup kencang membuat Sasya semakin tak bisa berpikir jernih. Semua hal yang ia lakukan untuk bebas dari Langit hanya sia-sia dan malah membuang tenaganya.
Tubuhnya di hempaskan ke atas ranjang milik laki-laki itu dengan kasar, Sasya lagi-lagi masih mencoba lepas dari Langit. Namun, sayang tubuh ringkihnya sudah duluan di tindih oleh tubuh besar Langit.
Sasya gugup dan refleks menendang tubuh Langit saat dengan kurang ajarnya Langit menyentuh tubuhnya. Namun, bukannya menjauh, wajah Langit semakin memerah menahan marah.
"Lo, gak bisa nikmatin aja?" desisnya tajam. Menangkup pipi Sasya kuat, bahkan kuku-kuku nya yang panjang menggores pipi mulus gadis itu.
"Lang ... maaf," lirih Sasya sama sekali tak dihiaruakan oleh Langit yang sekarang asik dengan kegiatannya di leher Sasya. Beberapa tanda berhasil ia buat.
Suara Sasya yang meminta mohon agar dilepaskan terus saja memenuhi kamar apartemen itu. Sasya tidak mau Langit seperti ini, ia ingin lepas dan pergi dari hadapan laki-laki ini. Namun, sayang sekeras apapun ia menolak pada akhirnya semua terjadi begitu saja.
Tangannya yang sedari tadi berontak kini terkulai lemah, bersamaan dengan teriakannya yang menggema di ruangan ini.
Pandangannya seketika kosong, apa yang selama ini ia jaga dengan baik harus hilang karena perbuatan Langit yang juga merupakan pacarnya sendiri. Tapi, apa bisa ia mengatakan bahwa Langit adalah sosok pacar setelah semua perlakuan yang ia terima selama ini, dan sekarang laki-laki itu merenggut apa yang seharusnya kelak ia berikan pada suaminya. Buliran itu perlahan turun, sekujur tubuhnya sakit. Sasya berharap ... ini hanya mimpi.
Namun, saat mendengar suara Langit membuat ia kembali tersadar bahwa ini adalah nyata.
Bahkan Langit sama sekali tidak merasa bersalah, seolah apa yang ia lakukan ini adalah hal wajar. Padahal nyatanya, dengan ia bersikap seperti ini kemungkinan terbesar Sasya malah semakin tidak menyukainya atau bahkan malah membencinya.
Langit tidak peduli, jika gadis ah Sasya bukan lagi gadis setelah beberapa saat tadi. Ia tidak peduli jika Sasya akan membencinya, toh dia juga sudah mendapat apa yang selama ini ia idamkan.
Brengsek memang, tapi begitulah Langit.
"J-jahat ...." Hanya kata itu saja yang berhasil di dengar oleh Langit, sebelum kedua bola mata itu sepenuhnya terpejam. Sasya pingsan karena ulahnya.
Sedangkan laki-laki itu masih saja asik dengan kegiatannya, tanpa sedetik pun berhenti.
"Ah ... kenapa gak dari dulu gue lakuin ini," kekehnya seraya mengusap pipi Sasya dan sesekali mendaratkan kecupan.
Hari ini, merupakan hari bersejarah bagi Langit. Merasa puas karena dia lah orang yang pertama bagi Sasya. Rasanya Langit tak bisa berkata apa-apa selain merasa puas dan bahagia.
TBC
Satu kata buat Langit?
Ayo bisa sampai 100k readers eh 1K
See you next part♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...