34. Tetap sahabat

1.6K 162 7
                                    

Kalo ada typo tandain ya:)

Jangan lupa vote dan komen😉

-Happy Reading-

Awalnya saling menyalahkan, sampai salah satunya takut merasa kehilangan.

Dini dan juga Langit terkejut, mendapati Bunga yang dengan entengnya menampar wajah Dini. Langit yang juga tadi sudah ingin melayangkan tamparan, langsung menurunkan tangannya.

"Gue gak nyangka, lo benar-benar jahat, Din. Cuma karena laki-laki kayak Langit, lo rela ngehancurin sahabat lo sendiri. G-gue kecewa," ujar Bunga dengan tangisan yang tak lagi bisa dibendungnya.

Niat hati hanya ingin menguping pembicaraan Dini dan Langit, tetapi ia malah dihadapkan dengan situasi seperti ini. Rasanya sangat menyakitkan bagi Bunga, ia saja yang mendengar bisa semarah ini. Bagaimana nanti jika Sasya tahu, bahwa sahabatnya sendiri yang membuat ia di-bully dan dijauhi oleh orang-orang.

Bunga masih menatap Dini yang sekarang hanya bisa terdiam dengan kepala yang tertunduk sempurna.

Dini malu, ini memang salahnya. Ia terlalu egois hanya untuk mendapatkan Langit yang nyatanya tidak akan pernah memandang ke arahnya. Apalagi mendengar penolakan tadi, membuat ia kembali sakit, tetapi setidaknya Dini sudah berani mengungkapkan isi hatinya. Ada kelegaan yang ia rasa.

Langit ingin marah dan jika bisa memukul Dini, tetapi ia tak mau dan malah berlalu dari mereka berdua. Saat ini ia tak mau lagi menambah masalah, karena yang ada dipikirannya adalah di mana Sasya berada. Ia harus bisa menemukan pacarnya itu. Langit begitu merindukan Sasya, ia tidak bisa harus seperti ini dan lagi, Langit bertekad untuk tetap mempertahankan apa yang ia rasa dan perlahan merubah sikapnya.

Setelah kepergian Langit, kini Dini dan Bunga hanya saling diam. Perlahan Dini mengangkat wajahnya, menatap Bunga yang terlihat begitu sedih.

Ia mendekat, ingin menyentuh tangan Bunga. Namun sayang, tatapan tajam dan tak bersahabat dari Bunga sukses membuat Dini kembali terdiam.

"Bunga, ma---"

"Jangan minta maaf sama gue, tapi minta maaf sama Sasya. Sahabat lo sendiri, yang udah lo hancurin!" potong Bunga cepat dan berhasil membuat air mata Dini mengalir.

"G-gue udah jahat banget sama Dia, gue takut Sasya gak bakal maafin perbuatan gue, Nga."

"Lo yang berbuat, seharusnya lo berani nerima resikonya. Lagian kenapa lo harus nyebarin video 'itu'. Lo gak tau, kan gimana hancurnya perasaan Sasya, seharusnya kita nguatin Sasya waktu anak-anak sekolah bully Dia, Din. Bukan malah menjauh." Bunga mati-matian menahan rasa sesak di dadanya yang tiba-tiba muncul saat harus mengingat hari di mana Sasya di-bully.

"Lo juga salah," ucap Dini membuat Bunga langsung mendongak, matanya yang sipit itu terlihat bertambah sipit karena menangis.

"Kenapa gak lo aja yang nolongin Dia waktu itu. Kenapa lo malah ikut gue?" tambah Dini seraya terkekeh dengan air mata yang tak hentinya mengalir.

Bunga membenarkan ucapan Dini, ia terduduk di tanah. Meratapi kesalahannya pada sahabat sendiri, ia sama jahatnya dengan Dini.

"Ke---"

Bunga mendongak, "Udah cukup, Din! Inti permasalahan itu ada di lo, kenapa harus bawa-bawa gue!" teriak Bunga tak terima, benar, kan? Yang salah itu Dini, bukan dirinya.

Namun, sekuat apapun ia menyanggah ucapan Dini, tetap saja ada rasa bersalah yang terus menyelimuti dirinya. Bunga tak menampik itu.

Kekehan dari Dini memenuhi taman sekolah yang sepi itu. "Gue cinta sama Langit, tapi kenapa Dia gak pernah mau menghargai perasaan gue, bahkan tadi Dia nolak gue. Lo gak tau, gimana rasanya mencintai seseorang hampir tiga tahun dan cuma bisa liat dia dari kejauhan. Dan setelah lo ungkapin rasa itu, Dia malah pergi, menjauh dan lebih milih orang yang justru sama sekali gak pernah ada rasa sama Dia. Lo gak pernah rasain, itu Bunga!

Sasya's Diary [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang