Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
"Sasya boleh meluk ibu?" tanya nya saat mobil Relin sudah berhenti tepat di depan gerbang SMA Jaya. Relin mengangguk dan Sasya langsung memeluk ibunya erat. Awalnya Relin enggan, tetapi akhirnya ia membalas pelukan Sasya.
"Maaf ...." Tiba-tiba Relin mengatakan kata maaf yang entah kenapa justru malah membuat Sasya menangis.
Relin terus mengusap punggung Sasya yang terlihat bergetar. Setelah merasa tangisan itu tak lagi terdengar, Relin melepaskan pelukannya. Menatap wajah Sasya cukup lama, membuat sang empu bingung.
"Makasih, bu pelukannya. Ibu baik-baik di sana ya, jangan lupain Sasya. Assalamu'alaikum," pamitnya setelah menyalami tangan Relin.
"Kamu juga," balas Relin, tetapi Sasya sudah melangkah menuju gerbang. Relin bisa melihat Sasya mengusap wajahnya, seperti masih menangis.
Setelah memastikan Sasya masuk, Relin kembali melajukan mobilnya dari sana.
"Sasya!" Bunga berlari menghampiri sahabatnya yang sudah beberapa hari ini tidak masuk sekolah.
Sasya tersenyum tipis, merasakan hangatnya pelukan dari Bunga. Dari arah belakang juga ada Dini yang terlihat tersenyum padanya.
"Kenapa gak masuk sih? Gue khawatir tau, mana nomor lo dihubungin gak aktif!" gerutu Bunga seraya melepaskan pelukannya.
Sasya tak menjawab, ia kembali terdiam. Namun, tak berselang lama Bunga langsung menarik tangannya ke arah kantin.
"Gak usah dijawab juga gak papa kok, sekarang kita sarapan dulu!" ujarnya bersemangat.
Dini hanya memperhatikan interaksi keduanya. Ia sedari tadi terus diam, menatap Sasya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Mau makan apa, Hujan?"
Sasya mendelik sebal karena Bunga lagi-lagi memanggilnya dengan sebutan itu. Melihat reaksi Sasya, Bunga malah terkekeh.
"Iya-iya, Sasya mau pesan apa?" tanya sekali lagi.
Sasya menggeleng, lalu beralih menatap Dini yang sekarang fokus dengan ponsel di tangannya.
"Ya udah, gue mau pesan dulu. Kalian duduk di kursi sana aja, jagain ya!" teriak Bunga yang kini sudah melangkah menuju tempat penjual makanan. Sedangkan Sasya dan Dini segera duduk di kursi yang Bunga tunjuk tadi.
"Dini," panggil Sasya membuat sang pemilik nama langsung menoleh. Menatap heran sahabat satunya itu.
"Kenapa?" Dini menaikkan sebelah alisnya dengan pandangan yang masih tertuju pada Sasya.
"E-enggak, selama aku gak sekolah ... banyak tugas ya?" tanya Sasya yang hanya dibalas gelengan dari Dini.
"O-oh, gitu ya. Ya udah," jawab Sasya berusaha mencairkan suasana yang terasa begitu cangung saat ini. Apalagi melihat perilaku Dini tampak berbeda.
Ah, iya. Apa Dini masih menyimpan rasa pada Langit, seperti dulu saat ia tak sengaja melihat gadis itu menangis di toilet? Seketika pertanyaan itu muncul dibenaknya.
Kembali Sasya harus teringat pada laki-laki itu. Dini juga pasti sudah mengetahui bahwa ia dan Langit berpacaran, ya Sasya tahu itu. Melihat sikap Dini sekarang, sudah menjelaskan hampir semuanya. Perubahan sahabatnya ini, Sasya harapkan tidak akan berlanjut lama. Ya semoga saja, ia bisa cepat-cepat putus dari Langit terlepas dari semua yang sudah terjadi Sasya berusaha tenang dan melupakannya meski pun terasa mustahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...