Kalo ada typo tandain ya:)
Jangan lupa vote dan komen😉
-Happy Reading-
Setelah semalam diberi nasehat oleh kedua orang tuanya. Langit berniat untuk mengunjungi pacarnya itu bersama bunda dan juga ayahnya. Sekaligus berniat untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Langit sudah siap dengan segala resiko yang akan ia hadapi, jika terus mengundur waktu atau terus bersembunyi. Semuanya tidak akan berubah, Langit sepenuhnya ingin bertanggung jawab dan meminta maaf atas segala perbuatannya.
Pagi ini, Langit masih terduduk dikasur miliknya dengan pakaian yang sudah rapi. Ia menatap ponselnya, lalu perlahan menghapus semua foto dan videonya dan Sasya saat itu. Entahlah, tiba-tiba ia ingin menghapus semuanya dan berharap sikapnya bisa menjadi lebih baik pada Sasya. Sulit memang, mengubah sikap kasar yang ia miliki.
Namun, perlahan Langit akan berubah. Ia tidak mau selamanya menorehkan luka pada orang yang ia cintai. Sasya sudah sangat terluka dengan setiap perbuatannya, ia tak mau lagi menambah luka itu. Langit berharap, ia bisa menjadi obat dari segala luka yang ia sendiri toreh pada Sasya.
Bibirnya melengkung ke atas, membentuk sebuah senyuman tipis. Menatap wajah ceria Sasya dari ponselnya menjadi kebiasaan Langit saat tak berada di dekat wanitanya itu. Hanya foto itu yang tidak ia hapus dan mungkin selamanya akan ia simpan.
Mungkin cara ia mencintai dan mengungkapkan rasa itu sudah sangat salah besar. Merusak perempuan yang memiliki masa depan indah hanya karena sebuah rasa cinta yang sebenarnya belum seberapa. Apa terlambat, jika ia merasa menyesal sekarang?
"Langit." Sebuah suara lembut berhasil membuyarkan lamunan Langit. Ia menatap bundanya yang sekarang sudah mulai mau memaafkannya, meski pun Langit bisa melihat ada tatapan kecewa di mata itu.
"Kita sarapan dulu, yuk. Sebelum pergi, kamu juga harus siap pas sampai di sana," nasehat Lidya seraya mengusap surai hitam anaknya.
Langit memeluk Lidya secara tiba-tiba. Menyembunyikan wajahnya dileher sang bunda. Dapat Langit rasakan, bahwa tubuh itu menegang sebentar sebelum pada akhirnya membalas pelukannya dengan begitu hangat.
Pelukan Lidya memang bisa menjadi obat dari segala kegelisahan yang ia rasa.
"Bunda, sekali lagi Langit minta maaf karena udah buat Bunda kecewa." Langit berbisik pada Lidya dengan suara yang terdengar bergetar.
"Minta maaf sama dia, bukan sama Bunda," ujar Lidya membalas ucapan anaknya. Langit mengangguk, "Tapi Bunda jangan marah lagi sama Langit."
Lidya terkekeh, lalu melepaskan pelukan itu dan menangkup wajah tampan putra semata wayangnya. Anaknya sudah tumbuh besar dengan cepat, bahkan rasanya ia masih sulit menerima kenyataan bahwa anaknya ini sudah merusak seorang perempuan. Lidya kecewa, bahkan teramat kecewa sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Namun, jujur di dalam hatinya ia sudah berusaha menghilangkan rasa kecewa itu, meski pun berat. Langit tetap anaknya, jika ia membenci buah hatinya ini. Bagaimana nanti, Langit ingin berubah. Lidya hanya takut jika ia terus memendam rasa kecewanya, yang ada Langit malah berbuat hal aneh lagi dan tentunya kembali menyakiti hatinya.
"Iya. Sekarang kita sarapan dulu." Lidya menarik tangan Langit, agar beranjak dari duduknya dan Langit hanya menurut, mengikuti langkah sang bunda tanpa protes sama sekali.
Saat sampai di ruang makan, terlihat ayahnya sudah duduk di sana menikmati secangkir kopi dengan tenang. Ini merupakan hal yang langka bagi Langit, karena biasanya ayahnya selalu tidak bisa diajak sarapan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasya's Diary [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Cinta dan obsesi, sebenarnya mana yang dirasakan oleh Langit? Bisa jadi, keduanya. Namun, ia malah membuat Sasya menderita. Masa-masa akhir SMA yang harusnya bahagia, malah tak sesuai harapan. Semuanya seakan tak berpihak p...