part 19.

1K 71 1
                                    

Note : bacanya pelan pelan yaa biar ngena

____

*salah tingkah*
______

"Maa, kakak mau ke cafe ya." Ucap aqila, berjalan menghampiri mamanya yang sedang menonton sinetron istri yang tersakiti di tv.

"Oh iya, pulangnya sebelum magrib ya."

Setelah meng-iyakan dan mengucap salam, ia beranjak dari sana menunggu ojek yang tadi sudah dipesan.

Sekitar lima belas menit di perjalanan aqila akhirnya sampai di cafe yang diberitahu ajeng. Tadi memang ajeng yang mengajaknya kesini minta ditemani ngopi.

Sesampainya di sana, aqila mengedarkan pandangannya dan terlihat lambaian tangan ajeng, mengintruksi. Tapi bukannya langsung melangkah, ia malah terdiam melihat tiga laki laki yang juga ada disana, ia mendengus tapi tak urung tetap berjalan ke arah mereka.

Aqila duduk di kursi samping ajeng. "Udah pesen?"

"Udah kok tadi."

Sambil menunggu pesanan mereka  datang, mereka berbincang membahas tentang acara yang kemarin di kampus, berlanjut ke tugas kuliah dan desas desus mahasiswa bermasalah.

Dan sepanjang pembicaraan mereka, entah sadar atau tidak, aqila sesekali mencuri pandang pada rafli yang duduknya tepat dihadapannya. Bukan tanpa alasan ia melirik ke arah lelaki itu, karna sedari tadi ia merasa diperhatikan, dan ternyata benar karna beberapa kali mata mereka bersitatap. Walaupun sesaat, tapi itu berulang ulang, sampai fadlan menyadari gerak gerik mereka pun geli sendiri, karna itu persis seperti abg yang baru jatuh cinta yang cuma berani tatap tatapan.

"Ehem." Fadlan berdehem mengintruksi, membuat tatapan yang ada disana menatapnya. Termasuk aqila dan rafli yang tengah mengalihkan ke arah lain karna terlibat aksi saling tatap--untuk kesekian kalinya.

"Napa lo?" Tanya zidan.

Bukannya menjawab, fadlan malah menopang dagu, memandang aqila dan rafli secara beegantian dengan senyum gelinya. Kontan itu membuat keduanya salah tingkah tak berdasar, diam diam merutuki dalam hati atas kelakuannya.

Sedangkan zidan dan ajeng sama sama bingung, tak mengerti. "Apaansi?" Ujar ajeng kesal karna tak mengerti.

Fadlan menggerakan dagunya menunjuk aqila dan rafli. "Kalian lagi deket ya?" Tanya fadlan dengan mata memicing.

Pertanyaan fadlan yang terlalu tiba tiba itu membuat keempatnya terkejut.

"Hah?! Bener?!" Ajeng bertanya dengab raut yang masih terkejut.

Aqila menggeleng panik. "Enggak lah! Ya kali, kamu tau untuk saat ini aku gak berani pacaran." Ucapnya mencoba mengingatkan pada sahabatnya kalo ia memang tak berani menjalin hubungan seperti itu.

"Kenapa?" Tanya fadlan.

Aqila mengidikan bahunya. "Pacarannya nanti .." ia menjeda ucapannya sejenak. "Kalo udah nikah." Lanjutnya.

Rafli yang sejak tadi hanya memperhatikan dalam diamnya. Menaikan alisnya. "Kode?" Tanyanya yang langsung mendapat seruan. "ENGGAK!" Jawaban aqila dengan suara tinggi itu membuat yang ada disana terlonjak.

"Ya biasa aja kali." Gumam rafli yang masih bisa didengarnya.

Aqila meringis menatap tak enak. "Ya maaf." Gumamnya. "Lagian kenapa bahas ginian si." Cicitnya dengan pandangan beralih pada ajeng, menatap sahabatnya dengan tatapan memohon dengan bibir yang mengerucut.

Rafli menggaruk hidungnya seraya mengalihkan pandangan kearah lain, menyembunyilan rasa gemasnya pada perempuan dihadapannya.

Saat ajeng hendak mengeluarkan suara, terpaksa tertahan karna pelayan yang datang membawa pesanan mereka.

□□□

Jam menunjukan pukul tujuh malam kurang, sebentar lagi waktu isya.
Rafli menghempaskan tubuhnya dikasur, memandang langit langit kamar.

Tiba tiba saja bayangan tadi sore memasuki fikirannya, kejadian yang memang tak seberapa itu terus terputar diotaknya. Aksi saling tatap yang memang sangat sebentar tapi terjadi berulang ulang itu membuatnya tersenyum geli mengingat tingkah bodohnya.

Bibirnya makin tertarik kala mengingat raut panik dan wajah memerah itu. Ia menutup wajahnya, saat tersadar ia mengumpat, menampar pipinya untuk tetap sadar. "Sialan."

Tak lama pintu dikamarnya diketuk dibarengi seruan mamanya yang izin masuk, setelah dipersilahkan. Wajah wanita yang melahirkannya muncul. "Gak ada kerjaan kan?" Tanya ibunya.

Rafli menggeleng. "Enggak, kenapa mi?"

"Anterin umi ke minimarket depan yuk."

Rafli melihat jam yang tertempel didinding. "Sekarang?"

"Iya dong soleh, cepet keburu isya."

"Ya emang bentar lagi isya kali mi."

"Ya makanya cepetan, umi tunggu dibawah."

"Iya iya." Rafli segera berdiri, menyambar jaket dan kunci motornya.

■■■
Tbc!
3maret2021

Line Of Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang