Aqila tak tau salahnya dimana. Atau lebih tepatnya tak tau alasan yang mengganjal di hatinya, Hanya Karna merasa di abaikan oleh seseorang.Berkali-kali ia menegaskan pada diri sendiri bahwa ia tak peduli, dan tak memusingkan hal itu. Nyatanya sisi lain dirinya tak bisa berbohong.
Setelah Chatnya di abaikan. Setelahnya Rafli bersikap seperti tak pernah mengenalnya. Misal, ketika berpapasan pun keberadaannya dianggap tak terlihat. Aqila sering melihat keberadaan cowok itu dari kejauhan seperti tengah berjalan di koridor, ia dengan sengaja berjalan berlawanan arah hanya supaya mereka berpapasan. Atau ketika tak sengaja melihatnya di kantin ia dengan sengaja mengajak sahabatnya untuk memilih tempat duduk di dekat sekumpulan Rafli. Semua itu ia lakukan supaya Rafli menyadari keberadaannya, ia masih bersikukuh untuk tak menyapanya terlebih dulu.
"Weh ... Asik amat tu ngelamunnya," Celetukan Ajeng berhasil menyadarkannya pada situasi.
Saat ini Aqila memang sedang berada di rumah sahabatnya, ia merasa bosan ketika harus langsung pulang karna dosen hari itu tak ada.
"Eh kamu beneran dah putus ya dari Zidan?"
Ajeng yang masih fokus pada laptopnya hanya bergumam, "Dah lama kali."
"Sekarang udah lost contact? Udah gak pernah ..."
"Enggak lah Aqila.. ngapain juga." Kali ini Ajeng melihatnya. "Kenapa si emang? Dia nge-Chat lu?"
Aqila langsung menggeleng, "Enggak lah."
Posisi mereka sama sama tengkurap di kasur. Ajeng kembali fokus pada laptopnya, Aqila beralih menghadapnya melihat apa yang di kerjakan sahabatnya itu. Ia sebenarnya ingin mengatakan hal yang akhir-akhir ini mengganggunya. Tapi, ia masih ragu terlebih ia pun masih sangat malu walaupun Ajeng sahabatnya.
Ia beralih terlentang menatap langit-langit kamar. Seraya bergumam, "Aku kayanya lagi suka sama seseorang."
Alis Ajeng berjinjit cukup terkejut dengan pengakuan barusan. " Seseorang siapaa tuchh,"
Aqila melihatnya sambil tersenyum jenaka, ia hanya mengidikan bahunya tak menjelaskan lebih jauh.
*****
Sore itu, ketika di pertengahan perjalanan. Hujan turun cukup deras. Aqila terpaksa menepi. kebetulan ada tempat penjual bakso yang sebelahnya terdapat pohon rindang tinggi yang nyaris menepung yang memang di atasnya di tutup tenda sengaja untuk tempat makan di tempat, ketika tempat di dalamnya penuh.
Dan memang itulah yang terjadi. Dilihatnya keadaan di dalam cukup penuh. Ia memesan 2 porsi memilih di bungkus. Karna walaupun niat awal hendak makan di tempat tapi melihat tempat di dalam penuh dan kursi panjang yang berada diluar Ini seperti jarang di gunakan untuk makan, dilihat dari sedikit berdebunya.
Ia baru mendudukan diri sebelum terhenyak dengan kehadiran seseorang yang hendak duduk di kursi panjang yang sama.
"Oh ada orang ternyata," Ucap cowok berkaos hitam. Padahal kalo mau duduk pun bisa langsung duduk, Karna Aqila duduk agak bergeser ke tengah.
Aqila sedikit mencelos ketika Rafli --Cowok yang barusan hendak duduk, itu malah kembali berdiri.
Ia menggeser lagi lumayan berjarak, "Duduk aja," Ucapnya dengan tak melihat lawan bicara.
Untungnya Rafli akhirnya duduk. Walaupun terlihat sedikit terpaksa Karna posisi duduknya yang memunggungi.
Aqila langsung berpikir untuk tak melewatkan kesempatan untuk berbicara lebih jelas usai insiden menggemparkan itu.
"Rafli ..." Panggilnya hati-hati. Dilihatnya Rafli bereaksi pada panggilannya, meski tak langsung melihat kearahnya, cowok itu hanya merubah posisinya membelok kesamping, tak lagi memunggungi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line Of Destiny [On Going]
Художественная прозаAqila hanya seorang mahasiswa semester lima, yang menjalani kehidupan perkuliahannya tanpa keluhan, hidupnya monoton, teman-teman menyebutnya mahasiswa kupu-kupu. Pergi kuliah dan pulang tidak mengikuti satupun organisasi di kampusnya, sesekali ber...