"Kenapa istiqomah lebih susah daripada berubah?"
_______Aqila melangkah disepanjang koridor yang sepi, dengan totebag terlampir dibahunya, juga buku buku didekapannya. Hari ini hanya ada satu kelas, tapi sebagian buku yang ia bawa itu kebanyakan tugas yang tinggal dikumpulkan.
Sedang ajeng, sahabatnya itu tak masuk karna ada urusan keluarga katanya. Berhubung kala itu jam jamnya masuk kelas, dan kondisi koridor yang nampak sepi suara derap langkahnya pun terdengar jelas.
Pernah baca gak telepati kita akan sangat kuat ketika dipandang oleh seseorang? Nah, seperti itu aqila sekarang. Tapi bukan merasa ditatap, melainkan diikuti, ah bukan mungkin saja orang dibelakangnya hanya kebetulan satu arah dengannya.
Dan karna ia merasa jalannya lambat bermaksud tak mau membuat orang dibelakangnya merasa kesal. Ia pun memelankan langkahnya seraya berjalan agak pinggir memberi akses. Tapi, orang dibelakangnya malah ikut berhenti, posisinya itu ia belum berbalik aqila hanya mengandalkan pendengarannya akan suara derap langkah kaki.
Karna orang dibelakangnya malah berhenti ia pun menoleh kebelakangnya, menaikan alisnya melihat rafli yang juga tengah menatapnya dengan alis terangkat.
Aqila pun menggerakan dagunya mengisyaratkan untuk berjalan duluan, tapi rafli lagi lagi malah ikut menggerakan dagunya menyuruhnya untuk duluan. Aqila sempat menatapnya sejenak dengan kening mengkerut sebelum memutuskan untuk kembali berjalan dengan langkah sedikit tergesa sampai tak sadar bahwa buku yang didekapannya cukup banyak.
Hingga ditikungan bahunya bertabrakan dengan bahu seseorang, cukup keras hingga ia mengeluarkan ringisan. Seorang perempuan dengan rambut sebahu nampak berjalan terburu buru. "Aduh sorry sorry sumpah gue gak sengaja, duhh mana buru buru lagi."
"Ah gak papa, ini biar aku aja."
"Yaudah, sorry ya sekali lagi." Cewe itu mengusap bahunya sekilas sebelum benar benar pergi meninggalkan aqila yang memunguti buku buku yang berserakan.
Rafli, yang memang sedari tadi dibelakangnya pun melihat kejadian barusan akhirnya menghampiri aqila berjongkok ikut memunguti buku buku. "Lo tiap hari emang bawa buku sebanyak ini ya?" Tanya cowok itu seraya berdiri menyerahkan buku ditangannya pada aqila.
Aqila menerimanya sambil berdehem menjawab pertanyaan. "Gak tiap hari juga si."
Aqila menganggukan sedikit kepalanya. "Permisi." Ucapnya sebelum kebali berjalan terburu buru, hingga teriakan dibelakangnya membuatnya mendadak berhenti seraya meringis.
"SAMA-SAMA."
Ia berbalik tersenyum tak enak dan hanya cengengesan pada cowok itu yang langsung mengatupkan bibirnya saat melihatnya. Setelahnya aqila menggerakan bibirnya. "Makasih." Tanpa suara, yang tak mendapat jawaban dari sang lawan.
□□□□
Rafli dan kedua sahabatnya zidan dan fadlan tengah nongkrong di kanting fakultasnya setelah kelas ketiganya selesai.
Kala itu, fadlan yang sudah menghabiskan kentang gorengnya mengajak rafli mabar, yang langsung diangguki cowok itu.
Zidan, yang posisinya duduk disamping rafli, bisa melihat apa yang terpampang di layar ponsel ketika sang empu bermain benda sejuta umat itu. Tapi, bukan itu masalahnya. Zidan memberhentikan kunyahan kacangnya kala tak sengaja melihat wallpaper di ponsel sahabatnya matanya membesar seiring seringai yang perlahan muncul.
Tanpa aba aba, zidan merebut ponsel yang digenggaman rafli yang otomatis membuat sang empu berseru marah.
"Apaan si anjing." Ucap rafli dengan bergerak meraih benda itu, tak lupa raut kesal yang kentara, ya bagaimana tak kesal dirinya yang baru saja mau membuka aplikasi gamenya malah terhenti karna itu.
Sedang zidan berdiri dari duduknya sedikit menjauhkan posisinya dari rafli. "Anjir anjir anjir sumpah ... " Ujar zidan seraya menggelengkan kepalanya dramatis.
Sedang fadlan hanya melihatnya dengan raut bingung. "Apa si bego." Bukannya menjawab, zidan malah mengarah dagunya ke arah rafli dengan tatapan yang menggoda.
"Apa?!" Tanya rafli merasa heran, belum sadar rupanya, dan ketika melihat zidan menghidupkan smartphonennya dan menunjukan wallpaper yang terpampang disana ke arah fadlan, rafli seketika panik berusaha merebut kembali handphonenya.
Fadlan pun sama terkejutnya, melebarkan matanya seiring dengan seringai yang perlahan muncul. Beralih melirik sang tersangka dengan tatapan yang seolah tak percaya. "Anjir demi apa lo ... " Fadlan tak bisa berkata kata dibuatnya. Kemudian tertawa, menertawakan sahabat sekaligus sepupunya itu yang mukanya sudah memerah.
"Bacot lo ah." Gerutu rafli ketika ponselnya kembali digenggamannya.
Zidan menggeleng setelah menghentikan tawanya. "Gak nyangka, ternyata ini loh alesan seorang badboy berubah jadi softboy gini."
Fadlan mengangguk setuju. "Pake alesan 'mama gue gini mama gue gitu' halah bicit."
Rafli berdecak. "Terserah." Ia kemudian mengganti kembali wallpaper yang sebelumnya foto aqila ditengah lapangan yang ramai dan rafli dibelakangnya ikut berpose.
"Gini doang juga." Ucap rafli ketika selesai mengganti wallpapernya.
"Iya dah iya gitu doang iyaaa."
■■■
3April2021Rafli mah gitu👉👈
![](https://img.wattpad.com/cover/249267760-288-k650693.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Line Of Destiny [On Going]
Ficção GeralAqila hanya seorang mahasiswa semester lima, yang menjalani kehidupan perkuliahannya tanpa keluhan, hidupnya monoton, teman-teman menyebutnya mahasiswa kupu-kupu. Pergi kuliah dan pulang tidak mengikuti satupun organisasi di kampusnya, sesekali ber...