part 14.

1.1K 73 1
                                    

dih

_

___
Sore ini, setelah kuliah hari ini selesai, rafli tak langsung pulang. Ia kerumah fadlan terlebih dahulu karna tadi zidan mengirimnya pesan berisi ajakan untuk bermain game di rumah fadlan.

Dan disinilah mereka, dikamar dengan pernak pernik game yang ada.

Ting!

Ting!

Ting!

"Anjing." Umpat zidan kesal karna bunyi notifikasi dari ponsel milik rafli disampingnya terdengar berisik. Sedangkan sang pemilik ponsel sedang asik dengan stik ps ditangannya.

Zidan tadi sudah kalah duluan jadilah ia sekarang memain game online di ponselnya, membiarkan rafli dan fadlan yang masih asik bertarung.

Drrrttt

Drrrttt

Bunyi ponsel dari sebelahnya kembali mengagetkannya. "Anjir lah, woy raf." Zidan melempar bantal pada rafli.

"Tuh hp lo bunyi dari tadi, ganggu gue aja."

Sedang rafli berdecak, tanpa repot repot mengalihkan pandangannya. "Matiin aja."

"Angkat dulu ege, dari tadi itu."

"Ck. Yaudah biarin." Rafli masih menjawab enteng.

"Tapi berisik!"

"Yaudah lo jawab tinggal jawab aja kenapa si, berisik lo ah."

Zidan mendengus. Mengambil ponsel rafli yang disebelahnya, melihat ID card ternyata 'panji bngst'. "Temen lo ni." Zidan memberi tau.

"Siapa." Tanya rafli masih tanpa melihat sang lawan bicara.

"Panji."

Mendengar itu, rafli berseru. "Eh jangan! Gak usah diangkat! Matiin aja matiin, terus matiin juga ponsel gue sekalian."

"Lah kenapa lo? Punya utang lo."

"Berisik lo ah, udah turutin aja."

Zidan mendengus, tak urung ia melakukan yang rafli suruh.

Setelah game yang di mainkan selesai dan dimenangkan oleh fadlan, keduanya merehatkan badannya yang terasa pegal. Sambil memainkan ponsel untuk melihat pesan pesan yang masuk.

"Eh rumah temennya si ajeng daerah sini ya?" Zidan bertanya pada fadlan, sambil memakan cemilan ditoples dan tangan kirinya yang memegang ponsel.

"Iya." Secara tak sadar, rafli menjawab pertanyaan zidan spontan.

"Ha? Lo tau?" Zidan beralih menatap rafli menaikan alisnya, sedikit terkejut.

"Hah? Apa?" Rafli tersadar, memilih pura pura tak mengerti.

"Dih? Lo tau rumah temennya si ajeng."

"Apaan si lo nanya ke gue."

"Terus tadi?" Zidan bertanya dengan mata menyelidik.

"Apaan orang gue lagi ngirim vn sama orang, tuh." Rafli menunjukan sekilas roomchat di ponselnya.

Zidan mengidikan bahunya dan beralih menatap kembali fadlan. "Lan." Zidan melempar cemilan yang ia pegang tepat mengenai wajah fadlan yang tengah sibuk chating.

"Ck apaan si lo ah." Fadlan menggerutu mengusap wajahnya.

"Rumah si aqila temennya ajeng daerah sini?" Zidan mengulangi pertanyaan.

"Mana gue tau."

"Tapi dia nyebutin alamatnya daerah sini."

"Ya terus gue harus tau orang yang tinggal di kompek ini satu satu?"

Zidan mendengus. "Sensi banget si lo parah."

Rafli terkekeh melihat raut betenya zidan. "Lagi berantem dia." Ujar rafli.

"Sama siapa?" Tanya zidan.

"Pacarnya lah, siapa lagi."

□□□

"Kamu dijemput siapa si?" Tanya aqila.

"Zidan hehee, kebetulan dia lagi dirumah temennya di daerah sini juga katanya." Jawab ajeng dibalas anggukan oleh aqila.

Keduanya tengah berdiri di depan gerbang rumahnya aqila, menunggu jemputan yang akan membawa ajeng pulang.

"Lo kedalem duluan juga gak papa kok." Aqila menggeleng. "Gak papa, lagi santai juga."

Tak lama dari itu, dua motor berhenti dihapadan mereka. Yang ternyata itu zidan dan rafli.

"Sorry lama." Ujar zidan setelah memberhentikan motornya.

"Gak papa." Ajeng beralih menatap aqila. "Yaudah duluan ya qil, salam sama mama lo." Ajeng mengambil helm yang disodorkan.

"Iya, hati hati." Ajeng mengacungkan cempolnya, setelah siap zidan menyembunyikan klakson sambil mengangguk sebagai tanda pamit.

Setelah itu aqila beralih melihat motor dibelakang zidan, yang ternyata rafli juga tengah menatapnya.

Rafli menaikan alisnya, melihat itu aqila turut menaikan alisnya juga. Tak ada yang bersuara, rafli mendengus dan memalingkan wajahnya kedepan kembali menjalankan motornya tanpa tanda pamit.

Dih

"Gajelas." Gumam aqila geleng geleng kepala, dan berbalik menutup kembali gerbangnya.

Sedangkan dijalan, rafli mengutuk diri sendiri. "Bego banget si lo." Ucapnya entah pada siapa.

Balik lagi pada aqila yang tengah berjalan masuk kembali kedalam rumahnya urung karna pertanyaan sang ibu. "Ajeng pulang sama siapa kak? Kok ada dua ya?"

"Iya, temen kampus ma." Ibunya yang tengah menyiram tanaman mengangguk kembali melanjutkan kegiatannya.

■■■
Tbc!
5feb2021

Part kali dikit dulu, aku mau cerita *kaya ada yang baca hiks

Serius, beberapa hari lalu gue liat di fyp tiktok korban kekerasan sama abang sendiri, demi itu bener bener kaya gak habis pikir, emang si sering denger cerita yang jadi korban kekerasan fisik dari orang tuanya atau pacar tapi itu kan gak dikasih liat gitu lukanya jadi emang gak se ngilu itu. Terus pas kemarin kemarin ada yang nge speak up kaya gitu di buat video gitu anjir sumpah itu tuh ditonjok bayangin abang nonjok adik perempuannya sampe bibirnya bengak berdarah juga sama dibagian sudut matanya juga memerah gitu.

Gue yang ngeliat itu tuh kaya "anji** kok?" Gitu kaya emang heran itu orang gila apa ya. Kalo gue diposisi si korban kaga naudzubillah tapi beneran gue pasti bakal milih kabur. Dan kaya bersyukur juga sebagai anak bungsu yang kebetulan punya tiga kakak, pas ngeliat itu gue bener bener bersyukur setidaknya walaupun hubungan gue sama kakak kakak gue gak harmonis tapi gak sampe segitu juga gitu.

Dan buat kalian banyak banyak bersyukur dan jangan insecure!

Bersyukur bisa dikelilingi orang orang yang masih punya hati setidaknya. Walaupun misal gak seromantis keluarga harmonis tapi diluaran sana masih banyak yang nasibnya lebih buruk dari kita.

Inget ya bersyukur!

3 Hal yang paling mudah namun rasanya sangat sulit dilakukan oleh manusia : bersyukur, ikhlas, sabar.

Line Of Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang