part 6.

1.4K 79 1
                                    

"Aduhh pegel banget." Keluh Sinta, seraya terbangun dari posisi tengkurapnya. Tatapannya beralih pada teman kelompoknya yang masih sibuk dengan pekerjaan masing masing, kecuali satu cowok yang tengah asik mengunyah makanan sambil menonton tv.

Ia melempar bantal sofa ke arah Irham. "Enak banget lo?! Yang lain cape cape mikir lo cuma numpang nama numpang makan doang?!" Ucapnya dengan sorot mata tajam.

"Yaelah sin, ini gue baru juga selesai dari kerjaan."

"Kerjaan lo main game dari tadi." Ujar Syifa menimpal. Mendengar itu, Sinta jelas semakin emosi, dan

Bugh! bugh! bugh! bugh!

Sinta memukul badan Irham dengan bantal. "Aduh woy udah dong anjir argh." Sinta menghentikan pukulannya setelah tangannya cukup pegal.

"Buset. bener bener mak lampir lu ya."

"Ngomong sekali lagi leher lo gue gorok ya!"

Irham mengatup bibirnya kedalam.

"Sin, nih bagian aku udah ya." Ujar Aqila yang sedari tadi mendengar pertengkaran sembari mengerjakan tugas akhirnya.

"Oh iya iya, taroh aja disitu."

Tatapan Sinta kembali pada pria didepannya. "Dan lo! Nanti susunin ni makalahnya, yang bener! Awas aja lo kalo ada yang salah."

"Iya iya madam." Irham mengangguk pasrah dengan wajah tertekuk.

Aqila melihat jam di ponselnya sudah menunjukan pukul setengan sembilan malam sudah cukup malam, untung ia tadi sudah mengerjakan salat isya disini.

"Sin, ham, syif aku balik dulu ya udah malem."

"Balik naik apa qil?" Tanya Sinta.

"Bawa motor kok."

"Pulang malam sendiri gini, berani?" Tanya Irham yang memang tau jarak dari sini ke rumahnya cukup jauh.

"In sha Allah."

"Yaudah deh hati hati ya."

"Sipp, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah keluar dari pekarangan rumah Sinta, ia kembali melirik jam di ponselnya sebelum memasukan pada tas dan berjalan ke arah motornya.

Ia harus cepat-cepat, mengingat jarak kerumahnya membutuhkan waktu setengah jam itupun kalo gak macet.

Ditengah tengah perjalanannya, tiba-tiba saja motornya serasa ada yang janggal, dan benar saja setelah motornya berhenti, ia melihat ban motornya bitu, ia merasa ban motonya memang harus diganti Karna sering bermasalah.

Oh shit!

Suasana jalanan yang tak bisa dikatakan rame membuatnya merasa was-was, hanya ada satu gedung yang disekitarnya saat ini, X-ONE nama gedung yang ia maksud itu terlihat ramai. Dahinya mengernyit kala orang-orang yang masuk ke gedung itu menggunakan pakaian mini dan pemuda yang juga ada pria berumur dengan tampang tidak bisa dikatakan baik. Jangan bilang tempat ini?

Ia kemudian segera merogoh ponselnya. Menghubungi adiknya minta dijemput, adiknya terlihat panik kala ia mengatakan keberadaannya yang berada didepan gedung bernama X-ONE itu, berarti dugaannya benar, gedung ini memang .. sebuah club malam.

Dalam posisi duduk di atas motornya, aqila kembali melihat lihat orang-orang yang masuk ke dalam gedung yang menurutnya neraka dunia.

Seketika matanya melebar kala melihat sosok yang ia kenal keluar dari mobil BMW hitam. Rafli, keluar dari pintu kemudi diikuti teman temannya yang juga keluar.

Tak aneh memang, mengingat reputasi kumpulan buruk yang tersemat di kumpulan laki-laki itu . Bisa saja tempat laknat ini menurut mereka ruangan surga.

Rafli melihat dari kaca spion ada orang dibelakang mobilnya langsung melihat kebelakang. Dan seketika tatapan keduanya beradu, meskipun cahaya tak begitu terang tapi cukup jelas untuk melihat wajah sosok perempuan yang sedang duduk di motor matic hitam itu.

Aqila segera mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya kala ketangkap basah sedang memperhatikan laki-laki songong itu.

Rafli tersenyum sinis, sedikit tak menyangka orang berjilbab sepertu itu bisa bermain ketempat sepert ini.

Sahabat Rafli —Panji, yang melihat Rafli melirik ke belakang ikut mengalihkan pandangannya, seketika matanya melebar melihat sosok dibelakang, kentara sekali ia juga terkejut. "Anjir itu cewek yang yang pernah ada masalah sama elu kan?"

Rafli mengangguk. "Udah yuk ah yang lain udah pada masuk."

"Gila ... gak nyangka gue cewek kayak gitu ternyata ayam kampus." Ujarnya sambil terus berjalan kedalam.

"Lo .. gak ada niatan main-main sama tu cewe dulu gitu?"

Rafli menghentikan langkahnya yang baru sampai pintu, menyunggingkan senyum simpul. "Boleh juga."

Rafli menepuk pundak panji. "Lo duluan aja kedalem." Setelahnya ia kembali berjalan keluar.

Sesampainya diluar, ia melihat Aqila dengan 2 laki-laki disekitarnya, entah apa yang terjadi, salah satu dari laki-laki itu terkampar di pinggir jalan dengan satu tangan memegang sudut bibirnya, sedangkan Aqila sendiri terlihat mengusap pundak si laki-laki yang sedang berdiri dengan menatap tajam laki-laki yang terkampar disitu. Ia tebak dua laki-laki itu terlibat baku hantam. Tak lama ia melihat laki-laki yang terkampar itu berdiri dan berjalan menuju ke arahnya. mungkin, masuk ke dalam club, meninggalkan Aqila dan seorang pria yang umurnya terlihat lebih muda darinya.

Selepas pria yang terkampar tadi menghilang, ia masih berdiri melihat drama peluk-pelukan itu. Ia terkekeh sinis, mengambil ponsel dari sakunya mengangkat kedepan dan-

Ckrek!

■■■
Tbc!

13Des2020

Line Of Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang