"Masih ada sejam lagi buat nunggu kelas berikutnya, kantin dulu deh yuk." Ujar Ajeng, setelah ia dan Aqila keluar kelas."Eh bentar." Aqila nampak mengotak atik ponselnya terlebih dulu.
"Kenapa si?" Tanya Ajeng dengan berusaha melihat apa yang dilakukan Aqila, tapi dengan cepat cewek itu menjauhkan ponselnya dari sahabatnya. "Eittt, hehee udah kok tuh, dah yuk ah." Aqila lantas meletakan ponsel pada saku kulotnya kembali.
"Gitu lo ya .. main rahasia rahasiaan sama gue,"
"Enggak kok, gak penting itu." Aqila menjawab santai. Ajeng nampak mendengus sebal sebelum kembali berjalan.
Sesampainya mereka di kantin nampaknya suasana tak terlalu penuh, cenderung hanya beberapa orang, mungkin memang kebanyakan ada kelas.
"Eh disitu aja tuh yuk." Ajeng menarik tangan Aqila untuk berjalan ke arah kursi yang dimaksudnya.
Tapi, tinggal beberapa langkah lagi menuju kursi, Aqila menghentikan langkahnya yang otomatis Ajeng juga ikut berhenti.
"Kenapa si?"
Bukannya menjawab Aqila malah membalikan badannya. "Dih bocah, lo kenapa dah?" Sekali lagi Ajeng keheranan melihat tingkah aneh sahabatnya, pasalnya beberapa hari ini sahabatnya itu memang rada aneh.
"L-lo sendiri aja deh em ak-"
"EH LO YANG KERUDUNG ITEM."
"Mampus!" Gumam Aqila dalam hati. Ia meringis, menatap ke arah Ajeng, nampaknya sahabatnya itu sudah melihat ke arah orang yang berteriak tadi dengan kening mengerut.
"Apaansi." Ajeng melihat dengan raut jengkel ke arah sekumpulan cowok yang salah satunya tadi berteriak.
"Eh itu temen lo kesini!" Teriakan itu masih bisa didengar jelas olehnya.
Ajeng beralih menatap sahabatnya. "Lo ada masalah apa sama anak anak songong itu?" Tanya Ajeng dengan tatapan menyelidik.
Aqila menghela nafas. "Ya ada lah, ntar aku cerita, tapi mau kabur dulu sekarang."
"Lo telat." Gumam Ajeng dengan mata melirik kebelakangnya, Aqila mengerutkan keningnya tapi untuk saat ini ia memilih menghiraukannya dan memilih untuk langsung melangkah keluar area kantin.
"Eitt mau kemana lo?!" Nampaknya ia benar-benar telat. Karna baru langkah pertama, lengannya sudah di cekal oleh seseorang.
Karna tangannya dipegang oleh laki laki songong itu, ia reflek menghempaskan tangannya yang untungnya langsung terlepas.
"Alah so suci banget lo sampe gak mau disentuh," Cowok itu nampak tersinggung.
"Apa?" Tanya Aqila berusaha tenang.
"Apa? Apa yaa." Diakhiri kekehan sinis, Cowok songong itu nampak so' nampak sekali seperti mengejeknya.
"Ikut gue!" Sekali lagi si laki-laki songong itu menarik pergelangan tangannya dan menyeretnya. Tapi sebelum benar-benar akan melangkah ia melihat ke arah Ajeng untuk menyuruh perempuan itu tak ikut campur.
Aqila yang diperlakukan seperti itu nampak berusaha melepaskan cekalan itu. "Apaan si lepas! Oke aku gak akan kabur tapi ini lepas dulu."
Bukannya melepaskan, Aqila merasa cekalan dipergelangan tangannya nampak makin mengeras, keluhannya juga nampak tak dihiraukan.
"Duduk!"
Aqila mendengus, tak urung ia pun memilih duduk dengan mengambil jarak beberapa jengkal dengan teman laki-laki itu.
"Apa kabar neng?" Salah satu dari mereka bertanya dengan senyum yang terlihat menjengkelkan. "Udah puas belum 3 hari kucing kucingannya?" Lanjutnya lagi di disambut dengan gelak tawa 3 laki laki lainnya termasuk cowok songong yang tadi menyeretnya.
"Pan lo pesen makanan buat kita kita, terserah mau apa aja pokonya masing masing lebih dari satu." Ujar Rafli —Cowok yang menyeretnya tadi.
"Anjay ... gratis nih."
"Oiya dong, apa gunanya gue bawa ni cewek kesini kalo gak dimanfaatin." Rafli menunjuk Aqila dengan lirikan mata.
Aqila melebarkan matanya, menatap Rafli tajam.
"Apa lo?! Mau protes?!" Rafli balik membalas tatapan Aqila tajam, terlihat menantang.
Aqila mendengus, ia memilih diam mengalihkan pandangannya kesegala arah. Karna didepannya nampak manusia songong itu duduk dengan menatapnya dengan tatapan lapar— astagfirullah, ia tak henti-hentinya beristigfar dalam hati kala menerka nerka arti tatapan cowok songong ini.
"Gue heran, kata guru ngaji gue, kalo kita berbuat salah sama orang tuh kudu minta maaf, lah elo bukannya minta maaf terus nanya apa yang rusak? perlu ngeluarin duit berapa buat benerin yang rusaknya? Malah kabur kaburan, gak tanggung jawab banget lo." Ujar Rafli sambil menggelengkan kepalanya dramatis. "Atau jangan jangan ... lo gak pernah di ajarin tentang minta maaf lagi."
"Apaansi, aku udah minta maaf ya waktu itu." Aqila meliriknya jengkel, cowok itu bawa-bawa guru ngaji seakan pernah belajar ngaji saja.
"Ohya?" Raut wajah Rafli terlihat terkejut yang dibuat-buat, membuat Aqila yang melihatnya semakin jengkel. "Tapi gue gak denger tuh." Aqila mendengus, memilih untuk diam.
"Nih raf soto sama mie ayam kesukaan lo." Ujar Panji menyerahkan dua mangkuk berisi mie ayam dan soto ke hadapan Rafli.
"Wuihh oke thanks bor."
Makasihnya ke gue kali!
"Kenapa lo liatin gue kaya gitu? Mau? lo beli aja sendiri, oh iya jangan lupa bayarin juga ini pesenan gue sama temen temen gue ya." Rafli mengedipkan sebelah matanya.
Aqila mengambil dompetnya dalam tas, ia ingin cepat-cepat pergi dari kumpulan laki-laki kurang ajar ini karna kantin juga nampaknya mulai ramai.
Ia meletakkan satu lembar uang merah di meja. "Nih, aku ada kelas." Aqila memilih langsung beranjak dari duduknya.
Baru saja ia akan melangkah tangannya sudah ada yang mencekal. Ia bisa melihat seringai menyebalkan Rafli sebelum ia benar-benar mendengar kalimat yang berhasil membuat emosinya mencapai ubun-ubun.
"NANTI MALEM JANGAN LUPA YA!"
Seperti dugaannya hidupnya tak akan tenang lagi.
■■■
TBC!Ceritanya di awal-awal masih banyak banget typo salah penulisan, tapi lagi sambil revisi juga kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line Of Destiny [On Going]
General FictionAqila hanya seorang mahasiswa semester lima, yang menjalani kehidupan perkuliahannya tanpa keluhan, hidupnya monoton, teman-teman menyebutnya mahasiswa kupu-kupu. Pergi kuliah dan pulang tidak mengikuti satupun organisasi di kampusnya, sesekali ber...