Jam sudah menunjukan pukul delapan belas kurang sepuluh menit sebentar lagi adzan magrib, bunyi qiroah dimesjid Mesjid sekitar sudah mulai bersahutan.Sekitaran kampus sudah sepi, Rafli dan teman main futsal lainnya baru saja menyelesaikan pertandingan melawan fakultas sebelah.
Setelah saling berpamitan mereka lantas berpisah menuju rumah masing-masing, hari itu Rafli mengendarai mobil karna motornya pagi itu di pinjam Ayahnya entah untuk urusan apa. Sedang teman-temannya kebanyakan memakai motor jadi ia menunggu teman-temannya terlebih dahulu.
Baru beberapa meter menjauh dari area kampus, keningnya mengernyit bersamaan dengan mobilnya yang memelan, di halte depannya ada perempuan berjilbab yang cukup ia kenali tengah duduk sendiri seraya memperhatikan kendaraan yang lewat, dipikir ini kesempatan bagus ia pun menghentikan mobilnya tepat di depan Aqila yang tengah celingukan entah mencari apa.
Rafli membunyikan klaksonnya untuk mengalihkan perhatian, berhasil. Aqila melihat mobil didepannya dengan kening mengerut, lantas dibukanya kaca pintu mobil yang semula tertutup. "Butuh tumpangan?"
Mengetahui si pengendara itu Rafli, Aqila mendengus. "Enggak," Jawabnya seraya memalingkan wajah menatap lalu lalang kendaraan didepannya.
Bukannya kembali menjalankan mobil setelah mendengar penolakan itu, Rafli malah mematikan mesin dan keluar menghampiri Aqila.
Aqila menggeser posisinya menjauh ketika Rafli berdiri di sebelahnya.
"Bentar lagi adzan magrib loh," Rafli sepertinya tak memperdulikan penolakan yang terang-terangan ditunjukan Aqila.
Aqila hanya mengidikan bahu tak acuh, tanpa repot-repot menatap lawan bicaranya, untuk saat ini ia tak perduli soal etika ketika bercengkrama dengan orang lain.
Rafli menghela napas, ia lantas mendudukan bokongnya di samping Aqila, ditengahnya masih berjarak, ia tak berusaha mendekat takut-takut ketika ia melakukan itu Aqila malah jadi tambah risih.
Rafli berdehem pelan, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. "Orang tua lo .. gak khawatir?"
Bertepatan dengan pertanyaannya terlontar sebuah motor berhenti di belakang mobilnya. Aqila menghela napas lega, lekas berdiri dari duduknya seraya menyampirkan totebagnya yang merosot. Sekali lagi, tanpa perlu repot-repot berbalik menatapnya untuk sekedar berpamitan, Aqila memilih langsung menaiki motor yang dikendarai adiknya.
Setelah Aqila menduduki motor, ia baru menyadari tindakannya-- maksudnya ia lupa berpamitan pada Rafli, walaupun hanya sekedar anggukan pelan. Ia merutuki dalam hati, akibat terlalu ingin cepat-cepat pergi ia jadi melupakan etika.
Rafli menatap motor matic hitam itu yang perlahan menjauh, sudah seminggu ini ia memang kembali mendekati Aqila, dengan mengirim pesan yang tak begitu penting. Tapi, jangankan mendapat balasan dibaca saja tidak, walaupun sebenarnya ia 'sedikit' bersyukur juga karna nomornya tidak sampai di blokir.
Tapi melihat tingah Aqila barusan, tindakannya untuk mendekati gadis itu sepertinya memang salah, harapannya untuk memiliki gadis itu sudah pupus, dan perasaan yang ia miliki pada gadis itupun harus segera di musnahkan, ia harus moveon.
_________
"Eh gue mau nanya, misal lo deketin cewek terus karna suatu hal kalian jadi gak deket lagi dan lo deket sama cewek lain, dan karna suatu hal lagi lo gak jadi sama cewek kedua ini, dan deketin lagi cewek yang pertama kali lo deketin tadi. Menurut lo gimana?"
"Hah? Gimana gimana?" Zidan yang tak terlalu menyimak bertanya bingung dengan kalimat berbelit-belitnya Rafli.
"Ah udah lah lupain lupain."
"Lo deketin Aqila lagi?" Fadlan tanpa tedeng aling-aling untuk meminta penjelasan kalimat berbelit belitnya, malah langsung melontarkan pertanyaan yang sialnya langsung tepat sasaran.
"Hah? Gimana? Lo?-"
Rafli berdecak, memilih mengabaikan pertanyaan Fadlan dan kembali menyibukan dengan ponselnya. Malam ini mereka tengah berkumpul niatnya memang mau sekalian menginap di rumah Fadlan kebetulan besok memang weekend.
"Eh jawab lo," Ucap Zidan dengan menendang bokongnya, kesal karna diabaikan.
Rafli mendengus kesal, "Iya iya! Kenapa si,"
"Goblok," "Goblok,"
Fadlan dan Zidan berucap bersamaan, bedanya Fadlan mengatainya dengan melempar bantal sofa.
"Yauda si."
Rafli sebenarnya sudah menduga reaksi kedua temannya tapi tetap saja ia penasaran, Aqila pasti juga berfikiran sama seperti teman-temannya.
"Denger, lo deketin Aqila tapi karna suatu hal yang gak penting lo malah deket sama cewek lain, dan karna suatu hal yang gak penting juga kalian gak jadi dan lo malah deketin Aqila lagi? Otak lo dimana?"
"Denger juga, lo punya 'pacar' dan lo malah 'pacaran' sama cewek lain, otak lo dimana?" Rafli balas mensarkas Zidan dengan menekan kata 'pacar' mengungkit kejadian sebulan lalu.
Rafli tak terima di katai tak punya otak oleh cowok yang pernah selingkuh, menurutnya Zidan lebih tak punya otak.
Dibalas seperti itu Zidan langsung diam, seraya mendegus kesal.
"Duhh emang gue yang paling bener disini," Fadlan berucap bangga, Rafli berdecih walaupun faktanya memang seperti itu.
"Tapi lo emang goblok si raf,"
"Yaudah iya iya gue emang goblok," Rafli memilih mengalah dan mengakui, "Lagian gak jadi juga," Lanjutnya pelan.
"Gak jadi apa ni?" Rafli merutuk ketajaman pendengaran sepupunya, astagaa padahal itu hanya gumaman.
"Ck, gue gak jadi deketin si kila puas lo?"
Fadlan menganggukan kepalanya, "Lagian si kila juga mana mau sama cowok gak jelas kaya lo."
"Udahlah mending cepet buka game lo, kita duel." Rafli memilih menyudahi percakapan yang terus-menerus menyudutkannya.
"Rame banget ni grup tumben, bentar," Ujar Fadlan ketika mendapati notifikasi chat dari grup kelasnya yang lebih ramai dari biasanya, ia pun memilih membukanya sebentar hanya untuk melihat topik apa yang sedang mereka bicarakan.
Begitupun dengan Rafli melakukan hal yang sama, dan begitu ia membuka Whatsappnya betapa terkejutnya ia ketika mendapati pesan masuk lebih ramai dari yang ia kira, bukan hanya dari grup-grup yang sudah puluhan ribu tak terbaca, puluhan atau bahkan mungkin ratusan nomor asing turut merongrong, sebenarnya ada apa ini? Rafli memilih membiarkan sejenak menunggu pesan yang telat masuk itu mereda.
"Raf .. " Panggilan dari Fadlan membuat Rafli mendongak, ia mengernyit melihat Fadlan yang menatapnya cukup aneh.
_______
Tbc!!!Fyuuuhhhhh akhirnya part ini selesai dalam satu waktu ...
Coba tebak atau mungkin ada yang bisa menduga itu ada apa? Komen dong komennn
Jangan lupa mampir di ig : pluvi31
KAMU SEDANG MEMBACA
Line Of Destiny [On Going]
Fiction généraleAqila hanya seorang mahasiswa semester lima, yang menjalani kehidupan perkuliahannya tanpa keluhan, hidupnya monoton, teman-teman menyebutnya mahasiswa kupu-kupu. Pergi kuliah dan pulang tidak mengikuti satupun organisasi di kampusnya, sesekali ber...