"Males chating karna udah gak ada topik, atau males karna udah gak ada perasaan-anyways~"
______Selamat membaca:)
□□□
Ting!
Aqila mengalihkan atensinya dari buku yang sedang ia baca ke arah smartphone yang tergeletak di disebelahnya.
Mengernyit ketika terdapat sebuah chat dari sederet nomor asing. Ia memutuskan untuk membiarkannya tanpa merespon.
Sekitar dua puluh menit kemudian.
Ponselnya berbunyi menampilkan panggilan masuk dari nomor yang sama.
Menghela napas, tak urung menggeser menu hijau lalu menghidupkan lodspeaker, tanpa berniat membuka suara terlebih dahulu.
Sampai
"Hallo?"
Dengan kerutan didahi. Ia menjawab. "Ya?"
Tut!
Aqila berdecak, mengambil ponselnya, memutuskan untuk melihat isi chat yang tadi belum ia baca.
_____
+628xxxx
Aqila bukan?
_____Aqila
Siapa?
___________
+628xxxx
Ini gue
Rafli
_______Aqila
Ada apa?
_____________
+628xxxx
Gpp
Gabut doang
_______Aqila
Ternyata bener
______Sedang ditempat lain, cowo dengan kaos hitam dan boxer spiderman, memandang pesan yang baru saja masuk itu dengan kening mengkerut.
____
To aqila
Maksudnya?
______From aqila
Cowok kalo ngechat cewe kalo bukan karna ada keperluan, ya gabut doang.
______"Buset." Gumamnya, diam diam mengumpat pesannya.
_________
To aqila
Gak gitu-_-
___________Setelahnya tak ada jawaban, dengan posisi memeluk gulingnya dalam otaknya terus mengingatkan bodo amat gak peduli tentang pesan itu, lain halnya dengan mata yang sesekali mencuri pandang pada layar ponsel yang ia simpan dinakas.
□□□□□
Aqila sadar, ia bukan wanita solehah belum cukup baik untuk disebut sebagai ukhti walau memang dasarnya arti dari ukhti itu sendiri ialah saudari perempuan dari bahasa arab, tapi lain lagi di negara berkembang ini yang di artikan sebagai wanita solehah.
Walaupun ia memang berjilbab tapi belum sampai pada khimar panjang menutupi bokong, enggak aqila belum sampai sana. Ia lebih sering memakai pashmina yang cara pakainya sebisa mungkin menutupi dada.
Dan semenjak keluar dari sekolah menengah atas ia mulai mencoba untuk memperdalam ilmu agama dengan cara mengikuti kajian yang ada yang sering ibunya datangi.
Dan setiap ada kajian yang mengisi materinya ustadz muda ditambah belum menikah, ibunya selalu berkata. 'Tuh kak, nyari suami tuh yang kayak gitu, gak cuma paras dan harta tapi juga ilmu agamanya' atau 'seneng deh mama kalo nanti dapet mantu kaya ustad yusuf.' Ya, sebut saja namanya ustad yusuf, ustad yang sering mengisi kajiannya.
Pun dengan hari itu, sedang jalan pulang sehabis dari kajian, Aqila dan sang mama berpapasan dengan sang ustadz yang kali ini namanya Adam. Raut sang Mama sontak nampak berbinar menyapa sang ustadz yang tadi mengisi pengajian. "Eh ustadz assalamualaikum, udah mau pulang ya?." Ucap sang Mama, sedikit menyenggol aqila, untuk ikut menyapa.
Aqila hanya memberi senyum tipis diiringi anggukan.
"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarakatuh, iya bu kebetulan udah gak ada yang perlu diurus lagi."
"Ah iya, mau mampir dulu kalo gitu? Rumah ibu deket loh dari sini."
Sang ustadz muda didepannya nampak tersenyum tak enak. "Em boleh deh di lain kali ya bu."
"Oh gitu, yaudah gak papa. Oh iya kenalin ini anak ibu namanya Aqila baru kuliah sekarang masuk semester enam."
Aqila menghela napas, menahan diri agar tak memutar bola matanya. Ia hanya tersenyum ke arah ustadz muda itu dengan menangkup tangan didepan dada begitupun dengan sang ustadz.
Setelah perkenalan itu, ustadz pamit pada mereka, yang tanpa sadar aqila langsung menghela napas lega.
Kembali berjalan, dengan sang mama yang terus berbicara yang pada intinya menyuruh Aqila untuk mendapatkan laki laki seorang ustadz.
"Maa jodoh di tangan Allah, mana tau kan jodoh kakak kaya gimana."
"Emang ditangan Allah, tapi kamu juga kan yang nanti milih, tuhan itu ibarat restu paling utama."
"Tapi kakak gak mau ya mama main jodoh jodohin atau comblangin gitu."
Mata sang mama memicing. "Kenapa? Jangan jangan kamu punya pacar lagi?"
"Astagfirullah enggak ma, ih apaan deh orang kakak emang gak mau kok mama ikut campur urusan jodoh."
"Iya deh."
Kembali berjalan melewati beberapa rumah lagi. Tapi mendadak berhenti ketika ibunya mengajaknya untuk membeli bakso gerobak langganan mereka.
"Mang baksonya tiga ya jangan pake kecap semuanya." Ucap ibunya. Seorang pemuda yang berdiri di depannya dengan balita digendongannya menoleh kebelakang. Matanya membulat ketika mendapati Aqila juga sama terkejutnya.
"Eh- ehm." Rafli si pemuda itu menggeser tubuhnya yang mungkin saja menghalangi.
Sedang ibunya menatap rafli dengan kening mengkerut, seperti berusaha mengingat sesuatu.
Rafli tersenyum kaku, seakan mengerti tatapan itu. "Iya tante, saya yang ... " Rafli terdiam bingung mau menjelaskan kaya gimana, untungnya Aqila sedikit peka dengan itu.
"Dia temen kampus yang pernah kakak tolongin karna jatoh dari motor itu ma."
Mata sang mama berbinar, seperti memang berhasil mengingat sesuatu. "Oh iya iya mama inget. Oh kamu tinggal didaerah sini juga?"
"Ah enggak tante, kebetulan saya lagi nginep dirumah sodara didaerah sini."
Mamanya ber-oh seraya mengangguk mengerti. Rafli beralih menatap aqila, sedang sang empu langsung membuang pandangan kearah lain.
■■■
Tbc!
24maret2021Dikit ya?
Maaf lama update sumpah bulan ini lagi sibuk sibuknya sama tugas👉👈
Makasih buat votenya yang udah udah
KAMU SEDANG MEMBACA
Line Of Destiny [On Going]
Fiction généraleAqila hanya seorang mahasiswa semester lima, yang menjalani kehidupan perkuliahannya tanpa keluhan, hidupnya monoton, teman-teman menyebutnya mahasiswa kupu-kupu. Pergi kuliah dan pulang tidak mengikuti satupun organisasi di kampusnya, sesekali ber...