JISUNG merebah. Bring Me the Horizon menyanyikan lagu berjudul Mother Tongue untuknya melalui speaker karena ia tak sekeren itu untuk menyuruh Bring Me the Horizon menyanyi langsung di kamarnya.
Gua ternyata kaga sekeren itu buat bikin si Martin demen, batinnya. Ia mengusap lebam di rahang kirinya yang sebenarnya tidak selebam itu karena pelaku pemukulannya adalah seorang omega, atau apa lah orang-orang menyebutnya.
Otak si bungsu Yunandar itu memutar ulang kejadian di rumah sakit tadi,
"Lu berdua ngapain, brengsek?!" Kaki panjang itu langsung bergerak ke arah kasur rumah sakit yang ditempati kawannya. Tangan Jisung yang terkepal langsung mengarah pada wajah tampan Jinyoung yang sedang duduk dan seolah tak tahu apa-apa. Jeno menahan adiknya. Chenle meninju wajah pengagumnya, tepatnya di rahang.
"Sadar! Dia lagi kaga sehat! Jangan kayak gak punya otak!" Chenle terengah-engah setelah mengatakan itu. Tatapan kecewa Jisung mengarah pada bungsu Luwijaya itu, kemudian tatapan kebencian ia berikan pada Jinyoung yang masih terkejut.
"Pengkhianat! Lu gak kasih tau apa-apa ke gua ya, monyet! Lu kaga kasih tau kalo lu yang dia demenin!" Jisung mengeluarkan sumpah serapah pada kawannya sebelum Jeno menariknya keluar karena beberapa orang sudah mulai mengarahkan perhatian ke kamar tempat Jinyoung dirawat.
"Elu monyet!" jawab Chenle sebelum kakak beradik itu hilang di balik pintu.
"Kayak monyet kali gua makanya dia kaga mau." Jisung mematikan lagu, bangkit dari tempat tidurnya, kemudian berjalan keluar dengan penuh kemalasan sembari memanggil-manggil kakaknya.
"Nal, nal, nal."
"Oit." sahut Jeno dari meja komputer di depan kamarnya.
"Bikin lagu dong."
"Lagu paan?"
"Lagu galau."
🐦
Keranjang pakaian tergeletak di lantai dan Chenle tergeletak di kasur ketika Jaemin pulang. Tidak, Chenle tidak pingsan. Kali ini ia melakukan kebiasaannya saat sedang gundah, bermalas-malasan.
"Heh. Katanya mau nyetrika hari ini." ujar Jaemin sambil melepas tasnya, kemudian melepas pakaiannya dan menggantinya dengan baju mandi, tetapi belum juga mendapatkan jawaban, "Martin."
Tangis Chenle meledak, "Tuh kan kalo gua ngomong pasti gua mewek, kak!"
Jaemin terdiam sesaat, kemudian berbicara, "Ternyata seburuk itu ya masalahnya?"
"Iya lah gua sampe nonjok si Rivanol. Lagian dia otaknya error!" Chenle terisak-isak, pemandangan yang jarang terlihat.
"Mi! Nih anak mami yang ini nangis nih, mi! Jarang liat, kan?!" Jaemin melongokkan kepalanya ke luar kamar dan berteriak pada maminya yang entah berada di kamar atau kamar mandi.
Sebuah bantal mendarat di kepala Jaemin setelah ia mengatakan itu. Yang menjadi korban lemparan tampak santai saja, hanya mengusap kepalanya satu-dua kali.
"Cinta-cintaan ya?!" teriak Tiffany yang ternyata ada di kamarnya.
"Tebak dong!" kata Jaemin, kemudian masuk lagi ke kamarnya dan berkata kepada adiknya, "Siapa tahu mami bisa bantu."
"Jeh. Lu aja gak mau cerita banyak-banyak ke mami tentang si Ronald, kak." jawab Chenle yang masih sesenggukan.
"Beda lah. Lu kan kasusnya KDRT kayak bokap sama nyokap lu." kata Jaemin santai. Setelah itu, pintu terbuka menampakkan sang penurun gen cantik untuk Jaemin dan Chenle.
"Cie cinta monyet." Tiffany menunjuk Chenle.
"Iya emang gini lah menderitanya mencintai monyet." Chenle menjawab asal.
"Heh. Emang udah cinta lu ama dia?" tanya Jaemin dan Chenle hanya memilih diam.
🐦
Cerita Chenle tentang Jisung biarlah maminya yang mendengar dan suara Jeno di seberang telepon biarlah kekasihnya yang mendengar. Ketika waktu sudah menunjukan pukul 10 lebih 7 menit, Jaemin memilih meninggalkan Tiffany dan Chenle di kamar untuk berbincang dengan Jeno.
"Hello, kitty."
Jaemin terkekeh, "Hai."
"Kau udah tahu?"
"Apa?"
"Kamu mirip member SNSD."
"Hahaha. Siapaaaaa?"
"Gak tahu nama-namanya saya mah."
"Hehehe. Kamu tahunya nama-nama pemain bola?"
"Nama-nama murid Yesus juga hafal."
"Coba siapa?"
Kemudian, Jeno menyebutkan semuanya dan diberi bonus, "Dan Hizkia Luwijaya."
"Hey!" Jaemin tertawa.
"Dan Ronald Yunandar."
"Bener sih!"
"Hehehe iya, tapi serius kamu tahu gak?"
"Gak tahu."
"Besok latihan drama. Pemerannya udah ditentuin semua soalnya."
"Oh ya? Aku besok mau bikin video endorse lagi."
"Iya. Baru buka grup kelas tadi. Barang endorsenya dibawa aja nanti saya videoin."
Jaemin tertawa kecil, "Tumben kamu buka grup kelas. Btw boleh tuh idenya. Besok aku bawa deh."
"Iya soalnya ditag berkali-kali."
"Eh kok aku mah ga ditag ya di grup?"
"Kaga ini mah ngetagnya..." Jeno tertawa malu.
"Kenapa, ganteng?"
"'Besok Ronald bugil.' Gitu kata anak-anak. Padahal mah baru latihan."
"Hahaha, tapi emang kamu beneran bugil nanti?"
"Kaga lah. Atasnya doang."
"Oh." jawab Jaemin dengan semburat merah di pipinya.
"Kamu gimana? Pasti cantik ya?"
"Aku disuruh panjangin rambut."
"Semoga saya kuat ya nanti berhadapan denganmu."
Kekehan keluar dari mulut Jaemin, "Harusnya aku gak sih yang ngomong gitu?"
"Kenapa?"
"Kan kamu gak pake atasan!"
"Oh ya udah sering-sering lihat aja biar kuat."
"Hey!" Jaemin tertawa, "Kamu gak tidur, Ronald?"
"Masih jam 12."
"Udah malem. Tidur atau besok aku gak mau dijemput sama kamu?"
"Iya, iya, manis."
Dan begitulah. Dunia menjadi terbalik karena yang menjemput bukannya senang jika tak perlu menjemput, tetapi malah takut jika yang biasanya dijemput tidak mau dijemput. Ah, dasar penjemput penakut.
🐦
Saya sibuk, tapi saya sayang kalian.
🦄
KAMU SEDANG MEMBACA
hizkia | nomin
Fanfictiontw // harsh words, sexual harassment ーʏᴀɴɢ satu depresi dan yang lainnya anak indie. ©jaeminuman, 2019