"KI, lusa ikut anter Rebel Lions ke bandara?"
Jaemin mendesah, "Gak tahu nih, Rel. Gua lagi gak enak badan gini."
"Gapapa sih. Si bebek juga pasti ngerti."
"Gua sih pengen, tapi tadi aja gua gak kuat ikut Felix ke kantin. Ditambah si Certo bikin gua tambah puyeng. Liat besok deh." Jaemin memegangi lehernya yang agak panas.
"Bareng Martin aja berangkatnya."
"Martin mana mau. Lagian dia ada tugas agama bikin short film."
"Ya udah. Nanti gua jemput lu dulu."
"Gak usah anjir. Rumah lu kan udah deket ke bandara. Kalo lu jemput gua dulu malah jadi muter-muter."
Haechan mengibaskan tangannya, "Santai sih. Kayak gua bukan temen lu aja. Lagian gua maklum lu lagi sakit. Kalo lu lagi gak sakit juga gua suruh lu bawa mobil sendiri."
"Sial." Jaemin merengut, "Terserah deh. Makasih ya, Rel."
🐦
Jeno duduk di hadapan kakaknya. Ia sedang sibuk dengan gitarnya sementara sang kakak sibuk dengan tayangan televisi. Orangtua mereka sedang dalam perjalanan bisnis dan baru akan kembali esok hari.
"Bikin lagu baru lagi, Nald?" Jinsoul membuka suara.
"Iya, kak."
"Buat siapa?"
"Hizkia."
"Mentang-mentang udah resmi."
"Hehe."
"Bawa kemari atuh."
"Nanti abis gua dari Surabaya dah. Lagian dia juga lagi sibuk." Jeno menyingkirkan gitarnya ke samping ketika ponselnya berdering, "Oh. Ini anak cantiknya telepon. Lu mau angkat, kak?"
"Gak lah. Nanti gua ganggu. Titip salam aja."
"Yah. Masa gak mau. Ya udah gua pura-pura jadi lu aja."
"Random lu, gelo." gumam Jinsoul ketika Jeno mulai berbicara dengan Jaemin di seberang telepon. Adiknya itu membuat suaranya menjadi seperti perempuan dan Jinsoul mengakui bahwa Jeno sangat berbakat dalam hal apa pun.
"Ini Kak Rachel." kata Jeno sambil menyalakan loudspeaker.
"Bener Kak Rachel?" tanya Jaemin, "Ronaldnya ada, kak?"
"Ada." Jeno masih menggunakan suara perempuannya.
"Lagi ngapain?"
Jinsoul tertawa lumayan keras saat itu sehingga Jeno juga tak dapat menahan tawanya. Ia kemudian menjawab Jaemin dengan suara normalnya, "Lagi senang dengar suaramu."
"Hihihi. Ronal mah!"
"Kenapa telepon?"
"Buku Bahasa Indonesiaku udah kamu balikin belum?"
Jeno menepuk dahinya, "Oh iya. Aku pinjam ya waktu itu? Ada di kamar kayaknya."
"Bisa tolong fotoin halaman 56 gak? Aku mau kerjain tugas."
"Gak bisa, Kia."
"Kok gitu?"
"Aku bisanya mengantarkan langsung ke rumahmu."
"Hihihi. Sini."
"Ajak Revano?"
"Jangan."
"Kenapa?"
"Martinnya belum pulang."
"Ih. Emangnya si Revano mau ketemu Martin? Dia mah maunya ketemu calon mertua."
"Hihihi."
"Boleh?"
"Ajak aja."
"Ajak Kang Ojek?" Jangan salah sangka. Kang Ojek bukanlah tukang ojek seperti yang kalian pikirkan. Kang Ojek adalah anjing liar besar yang suka berkeliaran di depan rumah Jeno dan pernah menggigit kaki Jisung hingga anak berusia lima belas tahun bertubuh bongsor itu menangis sambil menjerit. Ceritanya saat itu Jisung sedang menjahili kang ojek yang sedang beristirahat di seberang rumah mereka. Jisung memanggil-manggil kang ojek itu, kemudian bersembunyi di balik pohon ketika si akang celingukan mencari sumber suara. Alhasil, ia tidak sadar bahwa seekor anjing liar datang ke arahnya karena ia telah mengganggu tidur nyenyak anjing itu. Jisung yang sibuk tertawa dengan Samuel tidak sadar bahwa di belakangnya ada anjing dan terinjaklah kaki anjing itu, lalu digigitnyalah kaki Jisung sebagai imbalannya. Jisung murka karena ia sedang memanggil-manggil kang ojek, tetapi malah anjing besar itu yang datang. Dan tersematlah nama kang ojek pada si anjing liar sejak saat itu. Semua orang di komplek perumahan mereka memanggilnya seperti itu tanpa ingin tahu nama aslinya.
"Jangan!"
"Kenapa?"
"Takut!" Ya. Tentu saja karena Jaemin sudah mendengar cerita itu dari mulut Jeno.
"Hihihi." Gantian Jeno yang tertawa, "Aku ke sana sekarang ya?"
"Iya. Hehe. Hati-hati."
Panggilan telepon itu terputus. Jeno pamit pada kakaknya sebelum berteriak-teriak memanggil Jisung.
"Van, Van! Gercep! Mau ketemu si mami gak?!"
🦄
KAMU SEDANG MEMBACA
hizkia | nomin
Fanfictiontw // harsh words, sexual harassment ーʏᴀɴɢ satu depresi dan yang lainnya anak indie. ©jaeminuman, 2019