PINTU diketuk. Dari baliknya muncul Tiffany seperti kura-kura yang mengeluarkan kepala ketika seseorang mengetuk cangkangnya. Jeno dan Jisung tersenyum pada wanita cantik itu. Tiffany membalas, kemudian bertanya, "Mau ketemu Hizkia?"
"Sangat mau." jawab Jeno, "Tapi, tujuan saya ke sini sebenarnya untuk tante."
Jisung terkekeh karena Jeno tidak berani memanggil Tiffany dengan sebutan mami seperti yang biasa ia lakukan di mana pun kecuali di hadapan orangnya langsung.
"Eh? Mau ketemu tante?"
"Iya. Saya mau memotret tante."
"Heh! Buat apa?"
"Buat tugas."
"Tugas apa?"
"Tugas memotret... apa sih, Van? Lupa."
"Memotret bidadari kali?" Jisung asal menjawab saja padahal ia tahu kakaknya mengada-ada.
"Ah, bukan, Van. Bukan itu." Jeno tampak berpikir sebentar, "Oh. Ini. Tugas memotret wanita hebat yang jago mendidik anak, tan."
"Hei!" Tiffany tertawa, "Kok harus tante?"
"Kan saya udah tau anak tante terdidik dan cantik. Kalo anak tetangga sebelah mah saya belum kenal, tante." kata Jeno, "Saya pacarnya Hizkia."
"Udah tau!" Tiffany masih tetap tertawa, "Masuk, nak."
"Potret tantenya di dalem aja?" tanya Jeno yang sudah siap membawa kamera.
"Iya. Tante dandan dulu lah."
"Ah, udah cantik, tante."
Tiffany tak menjawab. Ia malah balik bertanya, "Silakan duduk. Mau minum apa?"
"Gak usah repot, tante." jawab Jisung.
"Siapa juga yang repot?" Tiffany terkekeh, "Tunggu di sini sebentar. Tante ambilin minum sekalian tante mau dandan dulu."
"Siap, tante."
Dan Jeno terkejut ketika Tiffany datang dengan sudah semakin cantik sambil membawa minum dan membawa Jaemin. Niatnya Jeno tidak ingin membuat Jaemin repot turun ke bawah karena anak itu sedang kurang sehat.
"Hei." sapa Jaemin.
"Hei." Jeno menyapa balik, "Gawat nih, Van."
Jisung mengangkat alis pada sang kakak yang tiba-tiba saja bergumam sambil menyikut tulang rusuknya.
"Kenapa, Nal?"
"Bisa-bisa Hizkia kasih tau ke maminya kalo sebenernya gak ada tugas memotret wanita hebat."
"Waduh. Iya nih. Nanti si mama jadi gak bisa liat muka calon besannya ya."
"Iya. Ini kan demi mama."
"Kong kali kong dulu dah sama pacar lu."
Jeno tidak menjawab lagi karena Jaemin dan maminya sudah duduk di hadapan mereka.
"Minum dulu." kata Tiffany.
"Iya, tante." jawab Jeno dan Jisung bersamaan.
"Jangan iya iya doang. Minum." kata Jaemin sambil terkekeh.
"Iya, sayang."
Jaemin merona. Jeno tersenyum, "Aku ingin memotret mamimu."
"Buat apa?"
"Nanti kau akan tahu."
Kini Jeno tersenyum pada Tiffany. Ia mengatur gaya yang bagus untuk Tiffany dan mulai memotret. Jaemin terus saja bertanya-tanya padanya sehingga Jeno harus menenangkannya agar Tiffany tidak curiga.
"Kau mau martabak, Kia?"
"Mauuuuu!"
"Van, anterin ke motor." kata Jeno pada adiknya, "Lu juga gimana sih masa martabak aja lupa dibawa masuk."
Jisung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jaemin sudah di depan pintu dengan wajah sumringah hingga membuat Jeno bingung apakah ia tidak enak badan atau sedang butuh camilan.
"Tante, anaknya cakep." kata Jeno ketika Jaemin dan Jisung sudah berada di luar.
"Yang mana?"
"Ada dua ya? Cakep cakep euy."
"Ih. Makasih atuh. Kamu juga cakep."
"Amin." jawab Jeno, "Kalo anaknya tiga jadi cakep cakep cakep, tan?"
"Iya. Hihihi." Tiffany tertawa, "Kalau anaknya seribu jadi apa?"
"Waduh. Jadi indah Tangerang dipenuhi anak-anak tante." Jeno mulai memotret, "Udah tante gitu aja. Bagus gayanya."
Tiffany terdiam dengan tangan yang diangkat ke sebelah kupingnya layaknya sedang menyelipkan rambut ke sana. Jeno juga terdiam dengan kedua tangan yang memegang kamera. Jaemin dan Jisung yang sudah mengambil martabak juga terdiam di depan pintu karena takut mengganggu.
"Udah, tan. Keren." Jeno menunjukkan hasil fotonya pada Tiffany, kemudian menoleh ke belakang, "Hei, kenapa diam di situ? Sini."
"Aku takut ganggu." Jaemin segera duduk di sebelah Jeno. Tiffany mengajak Jisung berbincang agar mereka tidak menjadi nyamuk.
"Vano takut hantu." jawab Jeno asal.
"Apaan?" sahut Jisung, kemudian kembali berbincang dengan Tiffany.
"Hihihi. Kalo Ronald takut apa?"
"Takut kau sakit." Jeno menyibak poni Jaemin ke belakang hingga laki-laki manis itu memejamkan matanya, "Makanya habis ini tidur. Jangan begadang."
"Aku belum kerjain tugas."
"Sini. Kukerjain." Jeno mengambil buku Bahasa Indonesia milik Jaemin dan membukanya, "Mana tugasnya?"
"Ih. Gak usah."
"Kamu kan suka fotoin jawaban buatku. Sekarang gantian. Biar kita simbiosis mutualisme."
"Iya deh."
"Mana buku tulismu?"
"Jangan di buku tulis. Nanti gurunya tahu itu tulisan kamu. Di sini dulu aja. Besok pagi aku salin."
"Oke."
Dan begitulah. Tiffany makan martabak sambil berbincang dengan Jisung. Jaemin juga makan martabak sambil meletakkan pipinya di bahu Jeno. Diam. Jangan tuduh Jeno yang menyuruhnya melakukan itu. Jaemin bersandar di bahu Jeno karena kemauannya sendiri. Jeno justru merasa salah tingkah karena Jaemin yang dingin dan jutek itu mau melakukan hal itu padanya.
🐦
Selamat lebaran bagi yang merayakan. Mohon maaf lahir dan batin.
🦄
KAMU SEDANG MEMBACA
hizkia | nomin
Fanfictiontw // harsh words, sexual harassment ーʏᴀɴɢ satu depresi dan yang lainnya anak indie. ©jaeminuman, 2019