10 | pulang

9.5K 1.6K 256
                                    

"HARI ini ada kerkel. Besok juga. Gila ya, baru masuk udah sesibuk ini. Kita gak bisa pulang bareng, kak." Chenle menghela nafas. Ia langsung menuju kelas kakaknya setelah kelasnya bubar. Chenle harus memberitahu Jaemin agar kakaknya itu tidak kewalahan mencarinya.

"Gak apa-apa." jawab Jaemin, "Paling kakak pulang sama Felix."

Felix menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Beneran mau pulang sama gua, Ki?"

"Bener. Emang kenapa?"

"Motor gua mah kayak banteng. Digas dikit langsung nyeruduk."

"Buset!" jawab Changbin, "Gak motornya, gak orangnya, sama-sama gak waras."

"Ih, Yoga!" Felix hendak memukul tangan Changbin, tetapi laki-laki yang sedang bermain game bersama Guanlin itu langsung bangkit berdiri.

"Gak kena!" Changbin menjulurkan lidahnya dengan muka menyebalkan untuk mengejek Felix.

"Oh, gua tau!" Sebuah ide tiba-tiba muncul di otak Haechan ketika melihat Mark di luar kelas mereka, "Bule, Ronald mana?"

Jaemin menahan tangan Haechan, "Mau apa sih? Jangan aneh-aneh."

"Di kantin sama Brandy. Kenapa?" tanya Mark sambil bertengger di kaca jendela.

"Tanyain dia, mau gak nganterin cecan pulang?"

"Cecan yang mana nih?"

"Hizkia. Buruan tanyain!"

"Ih!" Jaemin mencubit lengan Haechan, marah karena disebut cewek cantik serta marah karena tidak tahu harus bersikap seperti apa di depan Jeno nanti.

Tidak lama kemudian, Mark kembali bersama Jeno. Pemuda blasteran itu tersenyum menampakkan gigi-giginya.

"Nyengir-nyengir aja." Haechan mengacak-acak rambut kekasihnya, "Gimana? Mau gak?"

"Tadi pas ditanya mau anterin cecan pulang atau gak, jawabannya sih gak mau soalnya lagi sibuk ngegame, terus pas dikasih tahu kalau cecannya itu Hizkia, jawabannya apa, Nald?" Mark menoleh ke arah Jeno yang tertawa malu.

"Don't expose me like that, bro." Jeno meninju lengan Mark, "Widih, udah kayak anak gaul Vancouver gua."

Mark tertawa, "Pas tahu itu Hizkia, dia langsung bilang, ambil kunci motor di Gian dulu dah."

Haechan langsung menggoda Jaemin yang tampak salah tingkah.

"Jih apaan? Maksud." Jaemin menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan pipinya yang bersemu.

"Udah. Jangan berisik. Ayo pulang." kata Jeno setelah mendapatkan kunci motornya dari Guanlin.

Jaemin tidak juga bangkit dari tenpat duduknya. Ia cemberut karena tidak tahu harus bersikap seperti apa.

"Ayo, manis." ajak Jeno sekali lagi. Jaemin berpamitan pada teman-temannya dan mengikuti langkah Jeno yang panjang-panjang hingga mereka berjalan beriringan ketika sudah di luar kelas.

🐦

"Adiknya gak sekalian ikut? Nanti kita cengtri." kata Ronald.

"Dia kerkel." Jaemin mengelus motor Jeno yang terparkir tidak begitu jauh, "Motornya keren."

"Makasih kata motornya." Jeno mulai menyalakan mesin, "Hizkia lebih keren."

"Terima kasih, pembohong." jawab Jaemin sambil tersenyum.

"Jih, kaga caya." Jeno menaiki motornya dan mengajak Jaemin untuk ikut naik, "Yuk!"

Jaemin naik ke atas motor dan seluruh darahnya seolah naik ke pipinya. Ia baru tahu ada laki-laki yang tidak sok kebut-kebutan ketika membawa orang cantik di boncengannya, entah untuk pamer atau agar dipeluk. Intinya selama ini Jaemin selalu hampir jatuh setiap kali dibonceng oleh kawan-kawan dan mantan-mantannya. Kali ini Jaemin tidak perlu mengeluarkan tenaga lebih untuk memukul punggung laki-laki yang duduk di depannya agar ia sadar bahwa kebut-kebutan itu berbahaya.

hizkia | nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang