Ciri-ciri orang munafik, yaitu : apabila berjanji maka dia ingkari. Sial! Andai saja jari kelingking tidak terkaitkan hanya demi ego. Anggap saja, kain sudah terlanjur robek. Mau dijahit akan meninggalkan bekas. Yang dibutuhkan gadis ini hanya penerimaan akan takdir dibanding menjadi munafik yang nerakanya paling dalam serta paling berat.
"Daniel di mana?" Pertanyaan itu sudah Tiffany ajukan pada setiap orang yang ia temui. Mereka menunjukkan jalan bagi Tiffany untuk melaksanakan kebodohannya. Biar saja, terlanjur. Kata itu tak bisa Fany lenyapkan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Hingga tibalah ia di depan pintu sebuah lorong. Pintu coklat dengan ukiran di sisi rangkanya. Ada tulisan di sana "Pengantin Pria" diprint dengan kertas putih dan ditempel rapi. Ia sudah tiba di jalan yang salah, tapi benar. Takdir yang ambigu. Memang.
"Dan!" panggil Tiffany begitu tangannya memutar gagang pintu dan mendorong daun pintu yang lumayan berat karena kualitas kayunya.
Pria yang tengah merenung melihat keluar jendela itu berbalik. Rambutnya sudah mengkilap karena gel rambut. Ini pertama kalinya pria itu mendapat riasan di wajah.
"Ganteng banget kamu, Dan. Nggak ada niatan kabur terus nikahin aku? Mumpung belum sampai penghulu." Dengan santai Tiffany menyandarkan tangan kanan ke rangka pintu dan tangan kiri berkacak pinggang. Siluet tubuhnya yang indah tampak menggoda dengan posisi itu.
Mulut Daniel mengeluarkan decakan. "Telat satu tahun buat ngomong gitu. Sekarang aku sudah lupa kita pernah barengan."
Angka sepuluh sudah ditunjuk oleh jam tangan. Sudah waktunya Daniel berjalan keluar dari ruangan itu. Tak ada pengiring pengantin pria atau orang tua di sana. Sudah kesepakatan, tugas mulia itu adalah milik Tiffany.
Pertama kali mungkin dalam sejarah, pagar ayu menuntun pengantin pria menuju meja akad. Kebaya merah sunda dengan rok batik selutut membuat kecantikan sang dewi semakin terpancar. Tetap saja, apa yang ia lakukan menutupi fakta itu.
Para tamu saling tatap dan mengeluarkan pertanyaan. Siapa gerangan perempuan cantik yang bukan pengantin hari ini, mendampingi Daniel? Bingung mereka. Biar saja, mungkin ini jadi jalan untuk viral.
Di atas karpet merah yang membentang dari meja akad ke ruang pengantin, Tiffany menuntun pengantin pria yang mengenakan pakaian adat sunda serba putih dari celana hingga peci. Hanya kain dodotnya saja memiliki motif rereng parang rusak.
"Rasanya gimana, Dan?" tanya Fany sedikit mencairkan suasana. Ia bisa mendengar napas Daniel yang terlalu cepat.
"Kayak mau disunat lagi," jawabnya. Suara Daniel gemetar.
Di bawah rimbunnya hiasan dedaunan hijau, perlahan mereka mulai tiba di meja putih dekat pelaminan. Daniel duduk di sana, berhadapan dengan calon mertuanya.
Di atas meja putih itu sudah tersedia mas kawin berupa emas dan uang juga peralatan sholat dirangkai membentuk burung merak. Buku nikah juga ditata cantik di atas nampan yang dipegang seorang pagar ayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sepatu (TAMAT)
Romance(SUDAH TERBIT CETAK DI PENERBIT KATADEPAN) Tiffany terpaksa bertemu kembali mantan kekasihnya, Dylano dalam reumi SMA. Ia ingin membuat pria itu terpesona dan menyesal sudah memutuskan hubungan mereka. Apalagi delapan tahun lalu Dylano hilang begitu...