42. Aku Ada Untuk Kamu

12.2K 1.8K 396
                                    

"Yah, maafin Fanny yang penuh dosa sudah bohongin Ayah, ya? Fanny janji akan tetap menjaga kesucian sampai sudah resmi jadi istri orang. Walaupun cinta, tapi Fanny nggak bodoh. Dua puluh sembilan tahun jadi perawan, uang satu triliyun saja nggak cukup buat belinya!" ratap Tiffany sambil berjongkok dan memeluk koper.

"Lebay, lu! Biasanya jalan-jalan ke luar negeri sendiri nggak gitu amat dramanya. Bilang saja kode minta mas kawin lebih dari satu triliyun ke Dylan!" Daniel menggetok kepala Tiffany.

Tiffany berdiri sambil berkacak pinggang. Mereka sudah berada di bandara dan siap memasuki pesawat. "Jadi laki mulut jangan lemes-lemes. Kasian istri kamu lagi hamil. Kalau sampai itu anak mirip sama kamu, hancur sudah!"

"Jaga mulut kamu, ya! Mulut kamu itu yang lemes!" tunjuk Daniel pada Tiffany.

"Ouh, ini namanya maling teriak maling!"

Ema langsung datang melerai keduanya. Kalau tidak begini, sudah pasti mereka baku hantam. Itu sudah jadi makanan sehari-hari Ema setelah mempertemukan Daniel dan Tiffany waktu SMA dulu. Jadi kalau ditanya, dari mana Tiffany menemukan kemampuan bertengkar? Jawabannya Daniel Hanif.

Meski sudah berhenti berdebat, mereka tetap saling memeletkan lidah. Bagaimana pun persahabatan bertahun-tahun tak mungkin hilang bekasnya. Perempuan dan lelaki bisa saja bersahabat, buktinya Tiffany dan Daniel. Berusaha pacaran pun, hubungan mereka malah jadi jauh.

"Kita masuk ke pesawat," ajak Dylan sambil menuntun tangan Tiffany dan Christ.

Sedang Daniel menggendong Rio dan menuntun Ema. Sejak tadi melihat pertengkaran Daniel dan Tiffany, Dylano hanya senyum-senyum saja. Biasanya ia dan Daniel yang sering adu mulut dulu. Setelah Dylan pergi, Tiffany yang menggantikan posisinya. Bisa dibilang, Daniel, Ema dan Tiffany masih sama. Hanya Dylano yang berubah drastis menjadi sangat kaku dan pendiam.

Berangkat dengan pesawat milik Dylano, mereka hendak ke New York untuk menghadiri persidangan. Semua bukti Dylano kumpulkan dan langsung ia meminta penyelidikan kasus kematian istrinya. Salahnya Rezha sendiri memancing anggapan publik seakan Dylano yang merencanakan kematian Tiara. Kini ia diserang balik.

Elisya ditahan tak lama setelah proses penyelidikan selesai dan Rezha menjadi tahanan rumah karena dianggap menghilangkan bukti dan melindungi tersangka.

Benar kata Tiffany, hasil jepretan Daniel menjadi bukti utama kejadian malam itu. Kejadian saat Elisya mendorong Tiara tertangkap kamera Daniel. Karena pria itu tak sempat mengedit, ia hanya simpan dalam folder komputer. Gambarnya pun kecil dan baru jelas jika kontrasnya dinaikan. Karena itu Daniel tak sadar.

"Tiara berbohong padamu pasti ada alasannya," ucap Tiffany sambil mengusap lengan Dylano.

"Dia tahu Elisya sedang mengandung adiknya. Bagi dia Elisya masih sahabatnya dan Rezha tetap ayahnya. Sayang dia tak tahu kalau kedua orang itu tak menganggapnya sama." Dylano menatap Christ dengan lirih. Paling tidak ada satu bagian yang Tiara tinggalkan di dunia ini, putra mereka.

"Sebenarnya dia wanita yang baik. Hanya saja caranya salah. Semua orang pernah melakukan kesalahan. Dan tak tahu kenapa mendengar kisah Tiara, aku merasa melakukan hal yang tepat mempersatukan mereka berdua." Mata Tiffany menatap lurus ke arah kursi tempat Daniel dan Ema duduk.

"Kalau semua orang ketiga kayak kamu, nggak akan ada istilah pelakor," timpal Dylano.

"Dunia ini akan damai sentosa," balas Tiffany dan mereka berdua tertawa.

Belasan jam perjalanan dan tiba di bandara, mereka harus berpisah dengan keluarga Daniel yang nemutuskan tinggal di hotel milik Dylano. Padahal mereka sudah dipaksa tinggal di rumah Dylan. Alasannya tak ingin menganggu pasangan sedang CLBK.

Naik mobil sedan hitam mewah dan dijaga regu keamanan, Tiffany rasanya seperti masuk dalam drama Korea. Mereka turun ke gedung tempat Laurace bekerja.

"Dylan, temanku kerja di sini, loh!" ungkap Tiffany.

"Iya, kah?"

Dengan yakin gadis itu mengangguk. "Ingat waktu kamu temukan topiku? Waktu itu aku ke sini untuk menanyakan kabar Tiara. Habis Daniel tak memberitahuku kabarnya. Waktu itu, aku ke sini dengan Laurace. Lumayan lama, sih. Terus buru-buru pulang," cerita Tiffany sambil berjalan di atas lantai marmer gedung ini.

"Kenapa buru-buru?"

"Aku lihat nama kamu jadi pimpinan di sini dari Google, makanya cepat pergi," jawab Tiffany lalu nyengir begitu Dylano menatap ke arahnya.

"Memang kalau gedung ini punyaku kenapa?"

Tiffany manyun. "Waktu itu posisinya aku masih pikir kamu punya istri. Terus hubungan kita juga begitu," ungkap Tiffany.

Seorang penjaga membukakan pintu lift khusus yang digunakan hanya oleh Dylano. Mereka masuk ke dalamnya dengan empat penjaga turut di sana.

"Hubungan kita begitu gimana?" Dylano malah sengaja memancing amarah Tiffany.

Dengan kesal, Tiffany cubit lengannya. Keempat penjaga yang berdiri di depan mereka melirik ke belakang karena mendengar suara Dylano mengaduh. Pasti mereka kesal, orang yang mereka jaga malah disakiti Tiffany tepat di dekat mereka.

Lift itu berhenti di rooftop gedung. Keduanya turun dari sana dan sebuah helikopter sudah menunggu.

"Ini kita mau ke mana?" tanya Tiffany.

"Pulang ke rumahku."

"Naik beginian?"

"Ini aku yang katro apa Dylano yang lebay?" pikir Tiffany sambil menggaruk kepalanya. Salah satu penjaga menggendong Christ untuk masuk lebih dulu baru Tiffany dan Dylano. Seumur hidup pulang ke rumah untuk Tiffany hanya dengan cara naik angkutan umum, mobil, sepeda, ojek atau jalan kaki. Baru kali ini dia lihat orang pulang ke rumah naik heli.

Pemandangan berubah dari gedung tinggi menjadi perumahan besar dan pantai berpasir putih. "Rumah Papa di sini!" tunjuk Christ keluar jendela.

Tak lama helikopter itu mulai turun perlahan di helipad yang berada di belakang rumah Dylano. Tiffany bingung akan dunia baru yang ia masuki.

Sebuah mobil seperti golf car datang menghampiri. Dylano mengajak Tiffany naik dan membawa Christ dari pangkuan penjaganya. Tiffany geleng-geleng kepala. "Mau pulang saja serepot ini," pikirnya.

Tiba di belakang rumah, mereka kembali turun dan disambut pelayan yang semuanya orang asing. Hanya seorang asisten berpakaian dinas berwajah Asia. Dia fasih berbicara Bahasa Indonesia.

"Ini Bu Warsih. Dia sudah mengabdi dari sejak Papa jadi pimpinan," jelas Dylano.

Tiffany menyalami dan Bu Warsih hanya menunduk. Dia tak membalas uluran tangan Tiffany. "Mohon maaf atas kelancangan saya. Pelayan di rumah ini dilarang untuk menyentuh atasan, Nyonya," jelasnya.

Tiffany melirik Dylan lalu kembali menatap Bu Warsih. "Aku bukan atasan anda, Bu," jawab Tiffany. Ia langsung meraih tangan Bu Warsih dan memaksanya berjabat tangan. Bu Warsih sampai kaget. Bahkan semua pelayan Tiffany salami.

"Turuti saja. Percaya ucapanku, dia galak kalau keinginannya tak terpenuhi," celetuk Dylan yang langsung mendapat pelototan tajam dari Tiffany.

"Satu lagi Bu Warsih. Tolong sekali. Tolong pokoknya. Aku ini masih gadis, panggil nona saja," tegasnya.

"Saya antar ke kamar anda, Nona." Bu Warsih langsung menunjukan jalan. Christ meminta turun dari gendongan Dylan dan meminta ikut dengan Tiffany.

"Sayang, aku ke kamar duluan. Aku mau istirahat. Kamu juga," pesannya yang langsung dibalas anggukan oleh Tiffany.

🌳🌳🌳

Sepasang Sepatu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang