32. Ibu dan Wanita

9.5K 1.7K 340
                                    

Christ tertidur dalam pangkuan Tiffany. Terasa sekali ia butuh kasih sayang seorang ibu. Anak itu sempat menangis dan mengadu bagaimana perasaannya. Tiffany tentu mengerti. Sebelum Ayah bertemu Bunda, ia pernah menjadi anak yang kurang kasih sayang. Main di pinggir jalan melihat Ayah berjualan gorengan.

"Maaf, ya? Christ sudah merepotkanmu," ucap Nyonya Lorena. Ia datang ke kamar Christ dan kaget melihat cucunya tidur nyenyak di jam delapan malam. Biasanya Christ sangat sulit tidur dan kadang hingga tengah malam.

"Aku malah senang bisa bertemu Christ. Aku biasanya kesepian di rumah."

Christ menelpon dan meminta Tiffany datang ke rumahnya. Kangen katanya. Sudah tiga hari mereka tak bertemu. Akhirnya Tiffany datang ke rumah itu. Ia kaget melihat betapa besarnya rumah Lorena yang memiliki tiga lantai, halaman luas dan gerbang rumah yang tinggi.

"Dia sangat sayang sekali padamu. Jujur, aku ingin kamu bisa jadi ibunya. Namun, aku nggak mungkin memaksa menantuku. Akan lebih baik ia memilih pilihannya sendiri. Aku tak ingin mengulang dosa yang sama." Tangan Lorena mengusap rambut Christ.

"Dia sering mengeluh tentang Papanya. Dia bilang Papanya tak pernah sayang padanya. Itu memang bukan urusanku, Tante. Aku juga tak berhak ikut campur. Aku hanya ingin memastikan kalau anggapan Christ tak benar."

Lorena menarik napas. Berat baginya untuk mengingat alasan di balik semua itu. "Menantuku dan putriku menikah bukan karena cinta. Putriku sangat mencintai suaminya, tetapi suaminya tidak."

Tiffany terkejut mendengar itu. Bola matanya membulat. "Bagaimana mereka bisa menikah?"

"Dia putri kami satu-satunya. Tentu sangat kami manjakan. Dan kami pikir pria itu memang pria terbaik. Ia pintar dalam berbisnis dan kami percaya bisa memegang dua perusahaan besar di tangannya. Karena itu aku dan besanku sepakat mencari kelemahannya. Seorang wanita yang sangat ia cintai," jujur Lorena.

Raut wajah Tiffany menegang. "Apa yang kalian lakukan hingga menantu anda mau?"

"Kami ancam akan membunuh wanita itu. Dia dari keluarga tak mampu dan mudah bagi kami mencelakainya. Aku tahu perbuatan itu sangat kejam, aku hanya ingin putriku bahagia tanpa berpikir itu membuat orang lain menderita."

Tiffany tertunduk. Tangannya bergetar. Ia tak menyangka orang kaya bisa memiliki pemikiran sekejam itu. Memang banyak belakangan kasus terungkap mereka menyewa pembunuh bayaran untuk melenyapkan rekan bahkan keluarga sendiri. Salah satu kasus, istri yang membakar suami dan anak tirinya dalam mobil melalui jasa pembunuh bayaran.

"Bahkan kelahiran Christ pun sesuatu yang kami paksakan. Akhirnya kami mendapat hukuman akan perbuatan itu. Putriku meninggal dan sampai sekarang misteri kematiannya belum juga terpecahkan. Suamiku berselingkuh dengan sahabat putri kami sendiri. Keluarga kami mendapat guncangan besar. Pria itu menggugat haknya akan perusahaan dan membuat besan kami mengalami serangan jantung. Ia meninggal tak lama setelah putriku meninggal."

Tak ada orang yang akan bahagia dengan mengejar ambisinya. "Papa Christ sudah kembali pada wanita itu?"

Lorena menggeleng. "Ia tak banyak bicara. Hubungan kami juga tak dekat. Ia masih marah padaku. Andai jika aku bertemu wanita itu, aku akan memohon sendiri padanya untuk kembali pada menantuku. Kalau perlu aku ingin bersujud di kakinya. Sayang yang tahu siapa dia hanya besanku dan suamiku."

"Jadi anda dan suami anda belum bercerai? Bukannya dia sudah bersama wanita lain?"

"Ini satu-satunya hal yang bisa aku lakukan untuk menantuku. Aku tak akan bercerai dengan suamiku, sekeras apapun ia ingin bercerai. Tak akan pernah aku izinkan dia menikah lagi agar wanita itu tak mendapatkan status yang sah. Apa yang menjadi hak cucuku tak akan aku biarkan mereka ambil!"

Sepasang Sepatu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang