30. Christopher Asy-syams Khani

9K 1.7K 357
                                    

JANGAN LUPA BACA LANGKAH CINTA AL-ASLAMI DI KBM DAN BUKA GEMBOK EMASNYA UNTUK DUKUNG PENULIS, YA. 😁

🌳🌳🌳

Meski benang diputus, tetap saja tak menghilangkan fakta bahwa mereka pernah tersambung dan berasal dari jalinan dan pabrik yang sama. Siang yang panas, Tiffany enak berteduh dalam kantor ditemani sebotol hazelnut choco milk dengan bola-bola hitam di dalamnya. Minuman yang ia beli satu liter dari gerai minuman terkemuka. (Kalau diterjemahkan jadi "waktu ngobrol")

Terdengar pintu diketuk dan sedetik kemudian langsung terbuka. Kadang Tiffany bingung dengan konsep Tuti. Untuk apa dia mengetuk kalau ujungnya masih dibuka sebelum dapat izin dari orang di dalam kantor?

"Teh, ada tamu," ungkapnya. Tiffany melirik ke pintu dan kaget melihat Christ mengintip dari rangka pintu. Lekas wanita itu berdiri dan berjalan menghampiri Christ sambil tersenyum. Sedang Christ berlari ke dalam pelukan Tiffany. Tawanya terdengar renyah.

"Christ dari mana saja? Mama kangen. Kenapa jarang datang ke sini?" tanya Tiffany sambil memeluk erat anak itu.

"Napa Mama nggak ke rumah saja? Lihat kamar Christ, loh," pintanya.

Ingin Tiffany begitu. Hanya saja dia tak enak datang ke rumah kalangan bangsawan seperti keluarga Lorena, kesannya takut orang berpikir Tiffany jadi parasit. Belum lagi posisi Christ yang Papanya duda. "Bahaya kalau orang bikin gosip aku kejar-kejar Papa Christ lalu sampai di telinga Dylano. Bisa perang antar bangsawan," pikir Tiffany.

Mereka bersantai di atas sofa. Tiffany mengajarkan Christ cara menggambar beberapa binatang dengan baik. Tentu Tiffany tak benar ahli dalam menggambar, ia hanya mengikuti tutorial di Youtube.

"Jadi Nenek sedang kerja?" tanya Tiffany seperti biasanya penasaran tingkat kuda. Christ datang bersama pengasuhnya. Anak itu hanya diantar ke kantor Tiffany sementara pengasuh dan penjaganya menunggu di luar.

Christ mengangguk. "Iya, kan Nenek Direktur. Papa kerja jadi atasan Nenek," jawab Christ memancing Tiffany untuk tertawa.

"Memang Christ tahu Direktur apa?"

Anak itu mengangguk. "Kerjanya tanda tangan sama marahin orang," celetuk anak itu dengan polosnya.

"Enak banget itu pekerjaan," batin Tiffany.

"Kalau Papa kerjanya juga tanda tangan sama marahin orang?"

Kali ini Christ menggeleng. "Papa kerjanya jalan-jalan, ke undangan sama makan bareng orang." Mendengar itu membuat Tiffany ingin tertawa dan dia masih bisa menahannya.

Tangan Tiffany mengusap rambut Christ. Anak ini sungguh lucu dari sikap dan cara bicara. Dia kalau dengan Tiffany memperlihatkan sisi kekanak-kanakannya. Lain saat dengan Tuti. Contohnya seperti saat Tuti membuatkannya susu coklat. Christ berdiri dan menunduk. "Terima kasih atas kebaikan anda," ucap anak itu dengan kaku.

"Christ di rumah sendirian?" tanya Tiffany menatap lirih anak itu.

Christ polos saja mengangguk. "Makanya sama Mama saja boleh?" Matanya menatap Tiffany dengan penuh pengharapan.

"Nanti Papa Christ marah kalau Mama ambil Christ."

Dengan mantap Christ menggeleng. "Papa nggak suka Christ. Papa nggak suka Mama Christ yang itu juga," ucap anak itu. Mama yang maksud ibu kandungnya. Dia seolah sudah menerima kenyataan. Walau terlihat kesedihan di matanya.

"Tentu dia sayang Mama dan Christ. Anak itu 'kan buah cinta kedua orang tuanya. Mungkin karena Papa sibuk jadi belum sempat bilang. Mama yakin ketika Christ tidur, Papa pasti jagain Christ. Hanya Christ nggak lihat."

Sepasang Sepatu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang