6. Tahun Baru

10.8K 1.9K 214
                                    

Kadang aku bertanya, apa benar tahun baru itu ada?
Semua orang merayakannya dengan kembang api, terompet dan suka cita
Aku pikir itu hanya khayalan
Bagiku waktu tetap sama saja
Terasa panas di musim panas dan dingin kala salju turun
Apa aku ini hidup?
Tanyakan pada jalan raya, kenapa ia tetap di sana?
Sementara mobil yang melintas di atasnya berganti setiap waktu
Bagiku waktu hanyalah berputarnya poros bumi
Hari ke hari sama saja

-Dylano Khani-

🌳🌳🌳

Di depan toko Sephora, salah satu gerai kecantikan multinasional yang berasal dari Prancis dan tepat di sisi panggung perayaan malam tahun baru di New York, Tiffany berdiri dengan Laurace di sisinya. Berdesakan ia dengan pengunjung lain yang memakai topi ungu berpita kuning khas pernik perayaan tahun baru di New York tahun ini.

Tiffany tak suka kerumuman. Ia nekat hanya untuk melihat langsung BTS, boyband asal negeri ginseng yang terkenal hingga seluruh dunia. Ia memang bukan fans boyband itu, hanya suka saja melihat artis Asia tampil di panggung negeri barat.

Para penonton bersorak dan memiringkan tubuh ke kiri dan kanan mengikuti irama lagu. Beberapa berjingkrak menggerakan balon kuning di tangan mereka.

"Mereka tampan-tampan. Apa orang Asia banyak yang begitu?" tanya Laurace.

"Apa Daniel tampan?" Pertanyaan Tiffany memancing gelengan kepala Laurace. "Nggak semua. Orang bule juga sama. Nggak banyak yang mirip Asthon Kutcher pasti."

Kesukaan Tiffany pada lagu Korea dimulai dari drama 'He Is Beautifull' yang menampilkan kisah anak band di sana. Mulai menjelajah mencari lagu-lagu Korea hingga jatuh cinta dengan suara Lee Hi, Taeyeon SNSD dan Ailee.

Kini ia menjadi fans garis keras drama Korea sampai rela bergadang jaya demi menonton kisah Oppa sampai indah bahagia. Namanya juga cinta, sudah melekat dengan rela hingga seluruh waktu diberikan jua.

Di puncak pesta malam itu mendekati pukul dua belas malam, lagu Imagine dari John Lenon disenandungkan oleh X Ambassadors. Lagu itu hampir selalu dinyanyikan dalam perayaan tahun baru di New York. Selain karena John Lenon adalah musisi besar dunia, lagunya berisi pesan perdamaian.

Tak ada salju turun, hujan yang biasa jatuh di tanah New York setiap malam tahun baru juga tak hadir. Hanya dingin begitu menusuk kulit. Suhu di New York malam itu diangka satuan derajat.

"You may say I'm a dreamer.
But I'm not the only one.
I hope some day you'll join us and the world will be as one." Tak bisa ditahan, Tiffany ikut bernyanyi sambil melambaikan sebelah tangannya.

Bendera Amerika berkibar di sisi panggung. Time Squre dihias dengan angka 2020 berwarna keemasan di puncaknya. Dingin di awal musim dingin seolah kalah oleh kebersamaan. Dunia saat itu sebelum COVID - 19 melanda ke penjuru dunia. Hari di mana masker belum ada di antara manusia.

Beberapa menit sebelum kedua jarum jam menunjuk angka dua belas, Walikota New York, Bill de Blasio naik ke atas panggung bersama dua guru dan empat murid berprestasi saat itu. Bersamaan mereka menekan tombol waterfold Crystal yang menandakan dimulainya hitungan mundur di layar LED Time Square.

Bola kristal Time Square mulai diturunkan. Bola seberat enam ton dengan puluhan ribu lampu LED yang terpasang padanya. Penurunan bola atau ball drop ini sudah dimulai sejak tahun 1907 di New York. Kini menjadi kebiasaan unik sendiri yang berbeda dengan perayaan tahun baru di negara lain.

Begitu angka satu berlalu, kembang api meledak di sisi kanan dan kiri menara Time Square

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Begitu angka satu berlalu, kembang api meledak di sisi kanan dan kiri menara Time Square. Tiga ribu ton konfeti ditaburkan ke udara. Konfeti itu berisi sepuluh ribu harapan dari seluruh dunia, baik yang ditempelkan di wishing wall atau dikirim via online ke website resmi.

Wajah Tiffany mendongak. Ia terpaku pada selembar kertas konfeti berwarna hijau yang terbang ke arahnya. Tangannya diangkat untuk meraih kertas itu. "Harapan siapa yang aku tangkap?"

Kertas itu jatuh tepat di atas telapak tangannya dan mendarat sempurna tanpa terlipat. Kertas hijau yang sudah menarik perhatian sejak ia jatuh terbang menghampiri Tiffany.

"Tiffany Anggreni Putri," Tiffany membaca isi kertas itu. Ia melirik ke sisi kanan dan kiri. "Aku? Kenapa di kertas harapan ini ada namaku?"

Karena rasa penasaran Tiffany menarik lengan mantel Laurace. "Lihat! Namaku ada di kertas harapan seseorang," serunya.

Laurace yang sejak tadi memaki orang-orang yang berciuman di bawah kertas-kertas konfeti berhamburan di langit, mendadak memantung kaget. Benar, itu nama sahabatnya di sana.

"Ini kejaiban. Nggak banyak orang punya nama lengkap yang sama," puji Laurace.

Begitu senang hati Tiffany hingga sengaja menyimpan kertas itu di dalam softcase ponselnya agar tak hilang. "Aku akan mencatatnya dalam sejarah hidupku."

🌱🌱🌱

Kembang api di Time Square terlihat jelas dari balkon kamar sebuah apartemen mewah di kota itu. Seseorang duduk di kursi memandangi lepas ke tengah kota. Ia terpaku dengan indahnya warna kembang api bertaburan membentuk pita cantik ketika meledak. Senyumnya melengkung.

Malam ini aku percaya tahun baru itu ada
Dengan mencium lagi wanginya
Melihat harapannya
Dan tulisannya yang cantik selentik bulu matanya
Dia mungkin bukan menungguku
Mungkin dia akan menungguku
Aku hanya tinggal membuat itu

-Dylano Khani-

"Ku dengar kamu membuat keributan di Time Square karena datang ke sana dengan pengawalan ketat?" tanya Tedy Julian, sepupu Dylan dari ibunya. Pria itu datang ke kamar Dylan untuk mengajaknya bergabung dengan keramaian.

Mereka tengah merayakan tahun baru di apartemen Dylano. Christ bersama Alvin dan anak-anak lainnya menyalakan kembang api di balkon utama. Sedang Dylano menyepi di balkon kamar, menulis sesuatu di buku bercover hitam dari kulit lembu.

"Aku sudah meminta mereka menunggu, tetap saja mereka ikut."

"Untuk apa kamu pergi ke keramaian? Apalagi Time Square."

"Tak ada apapun, hanya selembar kertas berisi harapan." Dylano menutup bukunya. Sekilas terlihat kertas hijau menempel di lembaran buku sebelum tertutup rapat.

"Kamu percaya hal seperti itu?" tanya geli Tedy sambil bergidik.

Dylano bangkit. Buku itu ia tepukan ke lengan Tedy.

"Kamu senyum lagi! Kamu senyum? Dylano Khani tersenyum. Ada apa ini?" Tedy semakin mendrama. Keduanya melewati pintu kaca ke kamar Dylano. "Ada apa kamu mengumpulkan para CEO kemarin di Meadow Lane?"

"Aku ingin menitipkan kantor sementara. Mau pergi," jawabnya singkat sambil berjalan ke luar kamar.

"Mau pergi ke mana?" tanya Tedy penasaran.

Dylan membuka laci nakas. Ia simpan catatannya di sana. Kedua mata Dylan terpaku pada sebuah topi tepat di atas meja kecil itu. "Ke Indonesia, mengembalikan topi pada pemiliknya."

🌳🌳🌳

🌳🌳🌳

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepasang Sepatu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang