Layaknya pasangan remaja yang lain, awal-awal pacaran adalah waktu yang paling indah untuk Valya dan Fabian. Makan siang satu meja, pulang diantar, inisiatif mengerjakan tugas bersama supaya bisa menghabiskan waktu berdua lebih banyak. Kedekatan mereka sampai tercium anak-anak kelas XI IPA 1 dan gosip merebak dengan cepat sampai seisi sekolah tahu hubungan mereka.
Dan seiring berjalannya waktu, Kinan dan Fabian juga menjadi dekat. Meski terkadang Kinan takut pada Fabian, setidaknya tidak sampai menangis. Di hubungan Valya dan Fabian yang ketiga bulan, mereka bisa menjadi teman.
“Yan!” panggil Kinan sambil menghalang jalan Fabian yang hendak masuk kelas. “Gue punya berita penting buat lo.”
“Apaan?” tanya Fabian dengan malas.
Kinan menarik tubuh Fabian menuju jendela kelas. Dia menunjuk laki-laki yang saat ini berdiri di samping Valya sambil membawa buku. “Lo lihat anak itu baik-baik, deh. Dia adek kelas kita, anak ekskul matematika. Dia bela-belain datang ke kelas buat minta Aya ngajarin dia matematika.”
“Terus?”
“Gue bilang, lihat baik-baik. Lo perhatiin dia!” Kinan memukul bahu Fabian karena kesal. Lalu, kembali memerhatikan anak itu. “Dia dari tadi enggak perhatiin penjelasan Aya, tahu! Malah fokus lihat wajah Aya sambil senyum-senyum gak jelas. Itu artinya, nanya matematika cuma modus. Sebenernya, dia mau deketin Aya.” Kinan melirik Fabian lagi. “Lo enggak akan tinggal diam aja, 'kan?”
Saat itu juga, Fabian langsung masuk ke kelas dan menghampiri meja Valya. Ia sempat melirik tajam adik kelasnya.
“Kamu ajarin dia matematika? Aku juga mau, dong. Aku gak ngerti sama materi tadi pagi.”
“Boleh. Pulang sekolah nanti, kita belajar bareng-bareng,” ucap Valya sambil menatap Fabian dan adik kelasnya secara bergantian. Dia tersenyum kikuk, merasa aneh Fabian ingin belajar matematika.
Namun, tentu saja manusia tidak akan pernah lupa bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, termasuk bunga kasmaran di hati sepasang anak remaja. Bisa saja mekar dalam waktu yang lama jika terus dipupuk bersama. Sayang, baik Valya maupun Fabian, semakin sibuk dengan urusan masing-masing. Valya dengan persiapan olimpiade, Fabian dengan turnamen futsal.
Semakin hari, intensitas bertemu mereka semakin menipis. Tidak lagi makan siang bersama, pulang sekolah diantar, atau menghabiskan waktu berdua di akhir minggu. Dengan berjalannya waktu, rasa di antara mereka perlahan hilang. Tidak ada lagi perhatian untuk satu sama lain, getaran saat bertemu, bahkan cemburu saat melihat pasangan dekat dengan orang lain.
Dan sore itu, masih di tempat yang sama saat Valya dan Fabian saling mengungkapkan perasaan satu sama lain, mereka bertemu untuk membicarakan semuanya.
“Aku minta maaf, karena makin ke sini aku makin gak ada waktu buat kamu,” ucap Fabian sambil tertunduk. Dia merasa bersalah sampai tidak bisa memandang wajah Valya.
Gadis itu mengangguk sambil tersenyum simpul. “Iya, gak apa-apa. Lagian, bukan cuma kamu yang sibuk. Aku juga sama.” Valya juga melakukan hal yang sama, tidak menjadikan Fabian sebagai pusat perhatian. Dia lebih memilih untuk menatap gelas di tangannya. “Dan sebenarnya ... aku gak bisa bertahan lagi buat kita.”
Saat itulah Fabian mengangkat kepalanya untuk menatap Valya. Dia tersenyum tipis, tetapi ada luka di sana.
“Kamu dan aku sama-sama tahu hubungan ini enggak akan bertahan lama. Aku udah gak bisa lihat kamu kayak dulu lagi, begitu juga kamu. Kita sama-sama memilih untuk enggak memperbaiki semuanya, kita biarkan hubungan ini makin hancur. Dan sekarang, gak ada alasan lagi buat kita bertahan, karena kita sama-sama udah enggak ada perasaan apa-apa. Iya, 'kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilemma [Tamat]
RomanceCinta bisa datang karena terbiasa, beberapa orang setuju akan hal itu. Cinta juga bisa menyelinap diam-diam dalam interaksi dua insan yang kata orang 'tidak seharusnya mereka jatuh cinta'. Sejatinya, cinta adalah perasaan suci yang membawa perdamaia...