Dilemma 34

368 54 3
                                    

Silakan ditonton videonya. Jangan lupa like, subscribe dan share ke temen-temen kalian, ya.

*
*
*

“Aku terima telepon dulu,” pamit Kinan. Itu bukan alasan, memang ponsel Kinan berdering. Dia segera membawa benda pipih itu beserta tasnya, lalu berlalu meninggalkan ruang rawat Fabian.

Saat di luar, Kinan menatap pintu ruang rawat dengan perasaan campur aduk. Bingung dan sakit hati, Kinan tidak tahu mana yang mendominasi. Kakinya diseret untuk menelusuri koridor rumah sakit dengan perasaan kalut. Ia memutuskan untuk duduk di kursi taman, lalu mengangkat panggilan kedua dari mamanya.

“Kamu lagi sibuk, ya, Ki? Lagi rawat Fabian?” tanya Bu Astika di seberang sana.

“Enggak, Ma. Fabian lagi sarapan sama Aya sekarang.” Kinan berusaha menetralkan suaranya. Dia tidak mau masalah ini ikut membebani sang mama. “Kenapa telepon aku? Ada yang Mama butuhin?”

“Mama mau minta tolong sama kamu, Ki. Istri papa udah pulang malam tadi. Terus, papa telepon mama, minta Sura diantar ke rumah mereka. Tapi, gak mungkin mama yang antar.” Bu Astika menarik napas dalam-dalam. “Kalau kamu enggak keberatan, kamu bisa antar Sura pulang?”

Kinan ikut menarik napas dalam-dalam. Akhirnya, dia akan bertemu dengan perempuan itu. Memang, Kinan sudah mengikhlaskan apa yang telah terjadi di masa lalu. Namun, tetap membutuhkan persiapan ekstra untuk bertemu istri sang papa. Kinan sudah berjanji pada diri sendiri, akan melihat sang papa sebagai orang tua saat bertemu kembali. Karena Kinan ingin lihat cinta yang masih beliau pelihara meski sudah 7 tahun tak berjumpa.

“Iya, Kinan mau antar Sura pulang. Sekarang juga Kinan ke rumah,” final Kinan.

“Gak perlu buru-buru banget. Mama belum mandikan Sura, belum sarapan juga. Kamu pamitan dulu sama Fabian, ya.”

Panggilan itu berakhir, menyisakan Kinan yang termenung sendirian di taman rumah sakit. Pikirannya kembali berputar ke tingkah Valya yang terus merawat Fabian. Baiklah, mereka memang teman, tetapi Valya bukan orang yang akan bertingkah sejauh itu. Apalagi Fabian adalah kekasih Kinan. Valya yang dia kenal akan membiarkan Kinan yang turun tangan langsung untuk menyuapi Fabian makan, membantunya duduk, bahkan menggantikan pakaian.

Di sisi lain, Kinan juga merutuki dirinya sendiri. Jangankan masak makanan lezat dan sehat seperti yang dilakukan Valya selama seminggu ini, membantu Fabian minum saja Kinan tidak becus. Fabian minta apel, Kinan malah terluka di irisan ketiga. Kinan tidak bisa apa-apa, hanya ahli dalam mengacaukan keadaan.

“Aku gak pantes buat kamu, Yan,” lirih Kinan sambil menatap luka pisau di telunjuk kanannya. “Bukannya bantu rawat kamu, aku malah bikin semuanya makin berantakan. Udah bikin kamu kayak gini, gak bisa tanggung jawab, bikin kamu repot juga. Aku emang gak becus dalam segala hal. Beda sama Aya.”

Kinan memejamkan matanya yang terasa panas. Lalu, dia menyambar tasnya dan berlalu begitu saja meninggalkan taman. Kinan rasa, dia tidak perlu berpamitan. Bagaimanapun juga, Fabian akan baik-baik saja selama Valya yang merawatnya.

“Tristan, Kinan belum balik?” tanya Fabian begitu berhasil menghabiskan sup buatan Valya.

“Belum,” jawab Tristan. Dia melihat jam di latar ponselnya. Sudah 20 menit berlalu, dan Kinan belum juga kembali. “Cewek lo kayaknya dapat telepon penting, deh. Lama amat, dari tadi gak balik-balik.”

Dilemma [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang