Dengan cepat, Kinan mengangkat tangannya begitu Fabian memasuki kafe makanan cepat saji di seberang hotel. Laki-laki itu menoleh, kemudian bergegas melangkah menuju meja yang sudah ditempati Kinan. Perempuan dengan rambut sebahu itu menopang dagu di atas meja dan tersenyum. Ia memerhatikan pergerakan Fabian yang sedang membuka jasnya.
“How was your day?” tanya Fabian sambil kembali menghadap Kinan. Dia membuang napas panjang untuk melepaskan lelah yang begitu menyiksa. Untung saja pacarnya itu mengajak makan siang sehingga Fabian bisa mengisi ulang energi lahir dan batin.
Kinan mengangguk kecil. “Exhausting,” jawabnya, tanpa ragu. “Tapi, nyenengin juga, sih. Tamu-tamunya pada ramah, enggak ada yang ribet. Terus, tadi aku juga diminta gendong bayi tamu yang kesusahan gitu. Bayinya lucu, cantik banget.” Seperti biasa, Kinan akan bercerita dengan penuh antusias. “Kamu sendiri gimana? Kerjaannya lancar?”
“Ya, gitu, deh. Kayaknya, Mas Dinar lagi ada masalah di rumah, jadinya agak sensitif.”
Meski tidak membenarkan ada orang yang mencampuradukkan pekerjaan dan urusan pribadi, tetapi Fabian hanya bisa memaklumi. Dia tahu pasti, berumah tangga sangat tidak mudah.
“Ini buat aku?” tanya Fabian sambil menunjuk burger dan kopi hitam yang ada di hadapannya.
“Emang aku mau makan siang sama pacar yang mana?” Kinan geleng-geleng kepala. Dia segera mengambil burger dan menikmatinya sambil menatap lalu lalang kendaraan di Jalan Gatot Subroto.
Fabian juga melakukan hal yang sama. Namun, pemandangan yang menjadi pusat atensinya adalah Kinan. Gadis itu terlihat menawan dengan blouse hitam floral dan pegged skirt merah. Rambutnya yang hanya dikeriting sehingga membuatnya terlihat lebih feminin. Matanya mengecil karena sinar matahari, atau membesar karena ada hal yang menarik, semua itu tidak lepas dari perhatian Fabian.
Tanpa sengaja, Fabian dibawa kembali ke pertemuan pertama mereka sekitar 6 bulan yang lalu.
***
“Aduh!” gaduh seorang perempuan berambut sebahu karena tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang saat keluar dari lift. “Maaf, Pak, saya tidak sengaja,” ucapnya sambil merapikan barang-barangnya yang jatuh ke lantai.
“Saya juga minta maaf, saya ....” Ucapan Fabian terhenti saat matanya sedikit melirik wajah samping perempuan yang ia tabrak. “Kinan?”
Sontak saja perempuan itu mengangkat kepala. Dia mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa ia tidak salah lihat. “Lho, Fabian?” Sudut bibirnya terangkat, membentuk lengkungan manis, lalu terdengar tawa renyahnya yang khas. “Wah, dunia emang sempit, ya? Lo ngapain di sini?” tanya Kinan sambil kembali berdiri, barang-barangnya sudah kembali aman di dalam tas.
“Gue kerja di sini. Lo sendiri? Check in, ketemu temen atau ... kerja juga?”
“Mulai besok gue resmi kerja di sini,” jawab Kinan dengan penuh bangga.
Tentu saja ada nilai tersendiri untuk bekerja di salah satu hotel terbaik Indonesia ini, The Bloem.
“Lo enggak sibuk, 'kan? Sekarang waktunya jam makan siang. Kalau lo senggang, boleh kali traktir gue sebagai ucapan selamat.”
“Bisa, kok. Kebetulan gue juga mau ke kafe depan. Yuk, gue traktir.”
Dengan penuh semangat Kinan mengangguk, mengiyakan tawaran Fabian. Keduanya berjalan bersama keluar dari hotel sambil berbincang-bincang. Fabian juga tampak sigap untuk membantu Kinan menyeberang. Langkahnya terkesan santai, beriringan dengan Kinan yang mengenakan sepatu hak setinggi 7 sentimeter. Bahkan, dia juga yang membukakan pintu untuk Kinan saat mereka masuk.
![](https://img.wattpad.com/cover/259950072-288-k680932.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilemma [Tamat]
RomantikCinta bisa datang karena terbiasa, beberapa orang setuju akan hal itu. Cinta juga bisa menyelinap diam-diam dalam interaksi dua insan yang kata orang 'tidak seharusnya mereka jatuh cinta'. Sejatinya, cinta adalah perasaan suci yang membawa perdamaia...