Dilemma 28

298 48 1
                                    

“Kayaknya, kita parkir di sini aja, deh. Supaya pas pulang nanti enggak susah ke luarnya. Gak apa-apa kita nyebrang, ya?” tanya Fabian. Sebagai sopir yang baik, dia meminta pendapat dua orang penumpangnya sebelum memarkirkan mobil.

“Ya udah, gak apa-apa. Toh, kita juga bukan anak SMA yang takut nyeberang, 'kan?” sahut Kinan sambil terkekeh geli. Karena di sini, dialah yang paling tidak bisa menyeberang. Namun, semenjak kuliah dan diharuskan berpisah dengan Valya—karena beda jurusan—Kinan jadi belajar berani menyeberang. “Sini dulu, deh.”

Napas Fabian tertahan saat Kinan melangkah dan berdiri tepat di depannya. Lehernya langsung terasa bergetar saat jari perempuan itu menyentuh kulitnya. “Kenapa?”

Tidak langsung menjawab, Kinan merapikan penampilan Fabian terlebih dahulu. “Barusan kerah kamu enggak rapi. Tapi sekarang udah beres, kok. Udah ganteng banget pacarnya aku.”

Sementara itu, Valya hanya bisa geleng-geleng melihat kemesraan mereka. Dia yakin, anak-anak sekelas akan berkata Kinan tidak berubah. Baik secara fisik atau karakter, Kinan masih sama saja. Dari dulu, dia sangat setia dengan rambut selehernya.

“Wow! Siapa yang dateng, nih? Gila, lo udah kayak juragan batu akik aja. Datang bawa dua cewek sekaligus!” pekik Aldy sambil menyalami Fabian. Dulu, di antara siswa laki-laki, Aldy ini yang paling dekat dengan Fabian. Tatapannya tertuju pada tangan Kinan yang melingkar di lengan Fabian. “Tunggu. Kok, gue ngerasa ada yang aneh sama gandengan tangan kalian, ya?”

Fabian melirik Kinan sambil mengusap punggung tangannya. “Kita pacaran.”

Saking kagetnya, Aldy sampai terpekik kencang. Jika ia tidak langsung tutup mulut, sudah pasti dia akan teriak. Lalu, ia menggeleng berulang kali. “Emang jodoh enggak ke mana, ya. Dulu kalian sahabatan sampai nempel mulu kalau pergi ke mana-mana. Sekarang jadi pacar. Gue ikut seneng buat hubungan kalian pokoknya.”

“Makasih, Al. Lo sendiri gimana sekarang? Datang sama siapa?” tanya Kinan.

“Sendiri aja. Gue baru patah hati, Ki. Pacar gue dijodohin sama cowok lain,” jawab Aldy dengan lesu. Namun, dengan cepat dia kembali tersenyum lagi. “Tapi, gak apa-apa, lah. Mungkin emang belum jodoh gue. Kali aja jodoh gue itu Nindy Malayka.”

Ketiganya tertawa bersama. Sementara Valya sudah bergabung dengan yang lain. Dia berbincang sambil menanyakan kabar satu per satu temannya. Ada yang sedang pusing dengan pekerjaan menumpuk, masalah berat badan yang tidak terkendali, sampai persiapan pernikahan. Tidak ada lagi anak SMA yang memiliki wajah mengkilat karena keringat dan minyak. Mereka semua sudah cantik-cantik.

“Ya, Kinan sama Fabian ada apa, ya? Dari tadi gue perhatiin, mereka itu nempel banget,” celetuk Erita, siswa yang dulu duduk di belakang Valya dan Kinan. “Mereka pacaran?”

“Iya, mereka pacaran. Namanya pasangan baru, jadi maunya nempel mulu,” tukas Valya sambil terkekeh sendiri. Dia menyeruput jus jeruk di tangannya sambil memperhatikan perubahan wajah Erita. “Jangan lihat gue kayak gitu, gue gak suka. Dan jangan mikir macam-macam tentang Kinan, dia sahabat gue.”

Dengan cepat Erita mengalihkan pandangannya. “Sorry, Ya. Gue gak bermaksud singgung perasaan lo. Gue cuma kaget aja.”

Valya mengangkat bahunya dan memilih untuk mengobrol dengan teman yang lain. Sementara di tempat lain, Kinan dan Fabian berjalan berdampingan untuk membawa minum.

“Kamu kenapa, Ki?” Fabian menatap Kinan lekat-lekat, ia terlihat gusar sejak berpisah dengan Aldy barusan. “Kenapa? Ada yang bikin kamu gak nyaman? Bajunya bermasalah? Atau sepatu kamu?”

Kinan menggeleng sambil tersenyum kecut. Dia membawa minuman dengan asal dan memilih untuk menghadap jalanan, membelakangi semua orang. “Gak apa-apa. Aku gak nyaman aja sama tatapan beberapa orang sejak tadi. Mereka perhatiin kita terus, Yan. Kayaknya, aneh kalau kita berduaan dari tadi.”

Dilemma [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang