"Kenapa lama amat, sih, Ya?" gerutu Kinan saat Valya masuk ke mobilnya. Ralat, mobil mamanya. Begitu perempuan itu duduk di sampingnya, barulah Kinan segera menginjak pedal gas. "Ngapain dulu, sih? Biasanya gue dateng lo udah stand by depan gerbang. Dandan juga enggak usah tebel-tebel. Lo jalan sama gue, bukan sama Tristan."
"Itu dia masalahnya, Ki. Gue lama karena dikira jalan sama Tristan. Ayah interogasi gue dulu barusan. Waktu lihat mobil lo yang parkir di depan-Astaga!"
Valya langsung berbalik ke belakang. Ucapannya yang tinggal beberapa kata lagi harus berganti dengan pekikan keras. Di sana, tepat di belakangnya, sedang duduk seorang anak laki-laki-menggunakan kaus hitam jaket denim dan topi biru-tersenyum pada Valya dengan polosnya. Dia melirik Kinan yang masih bisa menyetir dengan tenang.
"Ki, ini anak siapa? Lo enggak culik anak ini pas di jalan tadi, 'kan?" tanya Valya dengan wajah curiga.
"Enggak, lah, Ya. Kurang kerjaan banget gue culik anak orang." Kinan melirik Sura dan senyum secara spontan. "Dia adek gue, namanya Sura. Adek dari papa."
Kening Valya lantas berkerut. 'Adek dari papa', kalimat yang cukup jelas untuk memberitahukan siapa anak bernama Sura itu. Lantas, Valya tersenyum ramah dan melambaikan tangannya. "Halo, Sura. Kakak sahabatnya Kak Kinan, panggil aja Kak Aya."
"Halo, Kak Aya. Nama aku Sura. Aku suka rambut Kakak," jawab Sura sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi mungilnya.
"Makasih, Sayang." Senyum Valya langsung terbit seketika. Dia memang selalu bangga dengan rambut panjangnya ini. Dia kembali menghadap depan sambil melirik Kinan. "Kenapa Sura bisa sama lo? Lo ketemu sama Om Agah?"
Kinan mengangguk sambil membelokkan mobil ke Jalan Dewi Sartika. "Dua hari yang lalu papa datang ke rumah dan minta mama buat urus Sura beberapa hari ke depan. Istrinya sakit dan butuh perhatian penuh. Dan karena tinggal di rumah cuma berdua itu rasanya sepi banget, jadi mama dengan senang hati urus Sura."
Mata Valya selalu menatap wajah lawan bicaranya, apalagi jika itu Kinan. Dan dari yang dia lihat, Kinan sudah berjuang keras untuk menerima Sura. Tangannya terangkat untuk mengusap bahu sahabatnya itu. "Lo udah dewasa sekarang. Gue bangga sama lo."
"Gue melakukan ini bukan untuk orang lain, tapi buat diri gue sendiri. Gue gak mau merusak diri sendiri dengan terus mengingat masa lalu yang menyakitkan, sesuatu yang mustahil gue ubah. Kalau pengin bahagia, gue harus mengikhlaskan semuanya." Kinan tersenyum sambil melirik Valya singkat. "Lebih baik gue fokus sama masa depan, 'kan? Gue yakin banget, masa depan gue itu pasti penuh dengan kebahagiaan."
Valya mengangguk setuju. Dia juga memiliki keyakinan yang sama, masa depan Kinan pasti penuh dengan kebahagiaan. Salah satu hal yang Valya kagumi dari sosok Kinan adalah ketangguhannya untuk menghadapi luka tujuh tahun lalu. Kinan masih bisa tersenyum, membuat orang lain tertawa, dan menjadi orang baik dengan lukanya itu. Padahal, di usia delapan belas tahun, tidak mustahil Kinan memilih cara lain untuk mengalihkan rasa sakitnya.
"Sura, kalau kamu mau apa-apa, langsung bilang sama kakak, ya. Mau makanan atau mainan, jangan sungkan buat kasih tahu kakak. Tenang aja, uang kakak banyak, kok. Kalau nanti kurang, ada dompetnya Kak Aya," ucap Kinan sambil menuntun Sura.
"Jangan sampai rasa bangga gue ke lo hilang, ya, Ki." Valya memasang wajah galak, berpura-pura marah pada sahabatnya itu. Lalu, dia menggandeng tangan kanan Sura. "Tapi kata Kak Kinan ada benarnya juga, sih, Sayang. Kamu tinggal kasih tahu kita kalau mau apa-apa, ya?"
Sura mengangguk kecil. "Sebenarnya, aku mau beli robot, Kak. Robot itu yang ada di TV itu, lho. Yang bisa jadi mobil tapi bisa jadi orang juga."
"Oh, itu. Ya udah, kita beli sekarang, kakak tahu tempatnya." Kinan langsung berjalan menuju toko mainan yang ada di lantai tiga. Dan begitu naik elevator, dia kembali diingatkan dengan percakapan di mobil. "Lo mau ngomong apa, sih, Ya? Omongan lo kepotong tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilemma [Tamat]
RomantizmCinta bisa datang karena terbiasa, beberapa orang setuju akan hal itu. Cinta juga bisa menyelinap diam-diam dalam interaksi dua insan yang kata orang 'tidak seharusnya mereka jatuh cinta'. Sejatinya, cinta adalah perasaan suci yang membawa perdamaia...