“Gak tahu.”
Kening Valya lantas berkerut mendengar jawaban Kinan dari seberang sana. Dia langsung mendudukkan diri di sudut dapur supaya bisa lebih fokus bicara dengan Kinan. Menurutnya, ini aneh. Kinan selalu semangat jika ada reuni SMA, meski hanya sebatas teman kelas dua belas dan dihadiri beberapa orang. Namun, kali ini justru hanya jawaban singkat yang Valya dapatkan apakah Kinan mau datang atau tidak. Gak tahu.
“Kok, gak tahu, Ki? Ini reuni satu angkatan, lho. Bukannya dari tahun lalu lo pengin banget ada reuni gede gini, enggak cuma anak sekelas? Kenapa sekarang malah gak tahu?” Tanpa sadar, Valya melakukan kebiasaan Kinan, melayangkan banyak pertanyaan dalam satu waktu.
Terdengar helaan napas panjang dari seberang sana. “Kalau dipikir-pikir, kayaknya gue enggak akan nyaman datang ke reuni itu, Ya. Kan, lo tahu sendiri kenalan gue cuma anak kelas. Gimana kalau nanti mereka gak datang? Gue cuma bisa olohok, tuh.”
“Makanya, lo buka juga grup kelas, dong. Anak-anak pada mau datang, kok. Mereka semangat banget buat ketemu. Bahkan, ada juga yang bilang mau titipin anaknya ke rumah mertua. Masa lo yang masih bebas enggak datang?” Valya kembali terdiam. Jika didengarkan lebih seksama lagi, ada yang aneh dengan nada bicara Kinan kali ini. “Lo lagi sakit, ya?”
“Enggak, gue baik-baik aja, kok. Cuma emang lagi capek banget hari ini.” Terdengar suara kursi yang ditarik di seberang sana. Lalu, suara piring yang beradu dengan permukaan meja. “Kenapa banyak banget, Yan?”
“Sengaja, supaya kamu cepet sembuh. Pokoknya, makannya harus habis. Aku tunggu sampai selesai, kok. Baru nanti kamu minum obat. Aku udah beli kue, supaya pahitnya enggak kerasa.” Kali ini suara Fabian yang terdengar di telinga Valya. “Kamu lagi teleponan sama siapa? Aya?”
Pendengaran Valya mengabur perlahan. Lagi, Kinan bersikap aneh padanya. Biasanya, perempuan itu akan mengadu jika sedang sakit. Berubah menjadi balita yang merengek minta dimasakkan ini dan itu. Namun, kali ini Kinan justru berbohong. Dia berkata baik-baik saja padahal jelas Fabian baru saja membahas tentang obat. Valya berpikir keras, apa yang membuat sahabatnya kembali begini?
Jangan-jangan, Kinan bete karena ikat rambutnya gue pinjem? Valya membatin. Tidak ingin melakukan kesalahan yang sama, cepat-cepat dia berkata, “Ikat rambut lo ada di gue, Ki. Kalau ketemu nanti gue balikin, ya.”
“Ngapain dibalikin segala, sih? Itu ikat rambut murah, cuma dua rebu. Itung-itung gue bayar fusilli lo aja.” Kinan terkekeh. Lalu, dia mendesis, seperti menahan sakit. “Ya, udah dulu, ya. Bahas reuni nanti aja, masih minggu depan, kok. Gue mau makan dulu.”
“Oh, oke. Nanti kita sambung lagi.”
Panggilan itu berakhir, menyisakan tanya di benak Valya. Apakah Kinan baik-baik saja? Valya tahu, sahabatnya itu tidak sendiri sekarang, ada Fabian yang selalu menjaganya. Namun, tetap saja, Valya tidak bisa mengendalikan rasa khawatirnya. Dibandingkan sebagai seorang sahabat, Valya itu lebih mirip seorang ibu. Maklum, Kinan lebih banyak berbagi perasaannya dengan Valya dibandingkan Bu Astika.
“Val! Valya! Gue mau nanya, deh!” pekik Anggun sambil menerobos masuk ke dapur. Matanya membelalak menatap layar ponsel. Lalu, melotot ke arah Valya. “Kinan jadian sama Fabian?!”
Valya memutar bola matanya malas sambil berlalu melewati Anggun. “Iya,” singkatnya setengah tak peduli.
“Kok bisa?!” tanya Anggun masih dengan nada bicara yang tinggi. Dia terlihat sangat kaget sekaligus bersemangat untuk fakta yang baru saja dia ketahui. “Maksud gue ... kenapa harus Fabian? Kan, dia mantan lo.”
Masih dengan acuh tak acuh, Valya berjalan menuju dispenser untuk mengambil air. Dia berbalik, menatap Anggun dengan malas. “Emang kenapa kalau Fabian? Toh, gue sama dia juga udah jadi mantan, 'kan? Udah enggak ada apa-apa lagi.” Valya menyimpan kembali gelasnya setelah berhasil menetralisir dahaga di tenggorokannya. “Lagian, kenapa juga lo perlu seheboh ini, sih? Balik lagi ke meja kasir, sana.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilemma [Tamat]
RomansaCinta bisa datang karena terbiasa, beberapa orang setuju akan hal itu. Cinta juga bisa menyelinap diam-diam dalam interaksi dua insan yang kata orang 'tidak seharusnya mereka jatuh cinta'. Sejatinya, cinta adalah perasaan suci yang membawa perdamaia...