Lalisa baru menyelesaikan makan makan. Lebih tepatnya, makan malam sendiri. Seperti hari-hari biasanya, Lalisa akan makan sendiri tanpa di temani Pak Surya dan Bu Rani.
Kebiasaan yang kini menjadi rutinitas menyedihkan bagi Lalisa. Jujur Lalisa bosan di dalam kamar terus. Lalisa melihat jam dinding yang baru menunjukkan pukul 8 malam.
Dengan senang hati, Lalisa memutuskan untuk berjalan-jalan di sekeliling kompleks. Toh, di sana ada taman kompleks yang tidak jauh dari rumahnya.
Lalisa turun ke lantai bawah, lalu menemui Bi Lastri yang masih sibuk di dapur.
"Bi, Lalisa mau keluar sebentar, ya." Pamit Lalisa.
"Iya, tapi ingat jangan jauh-jauh." Peringat Bi Lastri.
Lalisa mengangguk mengerti. "Mama, papa ngabarin gak, mau pulang jam berapa?" Tanya Lalisa.
"Ibu sama bapak belum ngabarin, mungkin pulang larut lagi."
Ini jawaban yang sudah Lalisa tahu. Tapi, bagaimanapun Lalisa sayang dengan kedua orang tuannya.
"Ya udah, Lalisa keluar dulu."
Senang rasanya menghirup udara malam yang segar. Jarang-jarang Lalisa bisa keluar malam seperti ini. Semenjak pindah, Lalisa takut untuk keluar karena masih belum paham betul jalanan.
Dua tahun meninggalkan Jakarta, cukup membuat Lalisa terkecoh dengan jalan-jalan, atau bahkan bangunan baru.
Lalisa berhenti saat sampai di sebuah taman yang tidak jauh dari rumahnya. Sebenarnya, Lalisa sudah tahu tapi Lalisa selalu mengurungkan niatnya untuk berkunjung ke taman.
"Damainya." Guman Lalisa sembari mendaratkan bokongnya di kursi panjang taman.
Kedua sudut bibirnya terangkat, saat melihat langit malam yang di hiasi ribuan bintang dan bulan. Tangannya terangkat seperti gerakan mengukur bintang.
"Bulan, kamu gak sendirian. Ada bintang yang nemenin kamu."
"Aku iri sama kamu, bulan. Kamu punya bintang yang selalu nemenin kamu, selalu di samping kamu. Tapi, aku,"
"Aku selalu sendiri, gak ada yang nemenin kayak kamu, bulan."
Entah apa yang membuat Lalisa tiba-tiba meratapi kesedihannya. Yang pasti, Lalisa butuh seseorang yang mampu memberikan kebahagiaan sepenuhnya. Kapan orang itu akan hadir di hidup Lalisa yang penuh dengan kepiluan? Apa orang itu mau memberikan kebahagiaan pada Lalisa.
Suara telpon, membuat ratapan Lalisa buyar. Segera Lalisa mengambil ponsel di saku celananya. Dan mendapati nama seseorang di layar ponsel itu.
Ibu Eva
Pikiran Lalisa penuh dengan tanda tanya. Ada apa, kenapa Ibu Eva menelponnya malam-malam. Mungkin ada sesuatu yang perlu Ibu Eva bicarakan dengan Lalisa.
Jarinya mulai menggeser tombol berwarna hijau.
"Halo" sapa Lalisa.
"Halo Lalisa, apa ibu ganggu waktu istirahat kamu?" Suara dari sebrang sana.
"Gak Bu, Lalisa belum tidur. Ada apa, kok tumben Ibu telpon Lalisa malam-malam?"
"Iya, sebelum Ibu minta maaf. Nak, apa besok ada waktu ke panti sebentar? Ada hal yang mau Ibu bicarakan" pinta Ibu Eva.
Lalisa seketika terdiam saat mendengar permintaan Ibu Eva. Tumben sekali, apa ada sesuatu yang mendesak?
"Bisa Bu, sepulang sekolah Lalisa langsung ke panti. Apa ada sesuatu yang serius, Bu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Scenario [On Going]
Teen FictionApa yang kamu lakukan saat kembali di pertemuan dengan seseorang yang membuat kamu harus berbohong demi sebuah janji? Memberi tahunya?atau malah menghindari? Lalisa Naraya Maharani gadis ceria yang hidupnya di hantui rasa bersalah. Bukan keinginanny...