Setelah mendengar pengumuman dari teman kelasnya. Lalisa segera berlari menuju kantin, mungkin Kaivan sedang bersama teman-temannya. Kini mata Lalisa mengedar ke seluruh penjuru kantin. Tapi nihil, tidak menemukan target yang ia tuju.
Lalisa hanya melihat teman-teman Kaivan di sana. Tanpa pikir panjang, Lalisa segera mendekati teman-teman Kaivan.
"Kavin, Denta!" Seru Lalisa dari kejauhan.
Merasa namanya di panggil oleh seseorang, Kavin dan Denta menoleh lalu menemukan Lalisa yang sedang berjalan menuju ke arah mereka.
"Kenapa Lis?" Tanya Denta heran.
"Kaivan ya?" Tebak Kavin dengan menatap mata Lalisa. Tanpa ragu, Lalisa mengiyakan ucapan Kavin.
"Dimana Kaivan?"
"Seperti biasa, di atas genteng," Kavin menyahuti dengan asal.
Paham akan maksud Kavin, Lalisa bergegas menuju tempat yang biasa Kaivan datangi jika dilanda rasa galau.
"Makasih, gue duluan," pamit Lalisa.
"Ada apaan dah?" Dengan polosnya Kavin mengajukan pertanyaan pada Denta.
Kesal dengan pertanyaan Kavin, tangan Denta dengan entengnya menjitak kening Kavin.
"Ngapa lu tanya sama gue, mana gue tau Udin,"
***
Kini tujuan Lalisa hanya ke rooftof, dengan sekuat tenaga Lalisa menaiki tangga. Nafasnya sudah tidak karuan, keringat sudah menghiasi keningnya. Wah, bagaimana bisa Kaivan suka ke tempat yang melelahkan ini.
"Huuuh," eluh Lalisa saat baru sampai di rooftof.
Mata Lalisa menatap lurus, melihat sosok yang ia cari sejak tadi. Kaivan sedang rebahan di sana. Di bawah sinar matahari pagi menjelang siang. Sedikit menyengat kulit tapi tidak terlalu panas. Di tambah angin yang menghempas tubuhnya.
Setelah menetralkan nafasnya, Lalisa mulai berjalan mendekati Kaivan. Perlahan, tanpa menimbulkan suara orang sedang berjalan. Tepat di samping Kaivan, Lalisa menghentikan langkahnya.
Kepala Lalisa mendongak ke atas, menatap silau sinar matahari. Lalu kembali menatap Kaivan yang masih nyaman dengan posisinya. Detik berikutnya, kedua telapak tangan Lalisa mencoba menghalau sinar matahari dari wajah tampan Kaivan.
Kaivan masih belum sadar, mungkin tertidur. Sampai beberapa detik kemudian, Kaivan merasa ada sesuatu yang aneh. Sinar matahari tidak benar-benar menerpa wajahnya. Mungkinkah ini kelakuan kedua temannya?
Kaivan berdecak sebal. "Kavin! Denta! Jangan ganggu gue upil unta," titah Kaivan tanpa membuka suara.
Lalisa tersenyum tipis melihat reaksi Kaivan. Lalisa tidak mengindahkan ucapan Kaivan yang dirutuk sebal. Biarkan, sampai mana batas kesabaran seorang Kaivan.
"Lu budeg? turunin tangan lu!"
Lagi, Kaivan kembali bertitah tapi tidak di indahkan oleh Lalisa.
"Bagus, telinga lu emang harus di sogok pake linggis, baru tau rasa ya," dumel Kaivan tidak henti-hentinya.
"Gue buka mata, nama lu yang bakal ada di buku Yasin,"
Karena merasa terganggu, Kaivan membuka matanya. Bukan Kavin ataupun Denta, melainkan Lalisa, gadis yang ia suka sedang di hadapannya dengan senyum mempesona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Scenario [On Going]
Teen FictionApa yang kamu lakukan saat kembali di pertemuan dengan seseorang yang membuat kamu harus berbohong demi sebuah janji? Memberi tahunya?atau malah menghindari? Lalisa Naraya Maharani gadis ceria yang hidupnya di hantui rasa bersalah. Bukan keinginanny...