Bunyi alarm mengusik tidur Lalisa. Tangan Lalisa berusaha menggapai jam baker-nya. Tapi Lalisa tidak ada tenaga untuk menggapainya. Badannya juga lemas tidak bertenaga.
"Ini udah siang, pasti telat sekolahnya." Lirih Lalisa.
Dengan sekuat tenaga Lalisa bangkit untuk duduk. Memijat sebentar keningnya, pandangan matanya kunang-kunang. Seakan bumi terus berputar tanpa henti.
Lalisa memaksakan tubuhnya untuk bangkit. Cukup perlahan, Lalisa mampu meraih jam baker dan men-nonaktifkan alarmnya.
Tubuh Lalisa sudah kelimpungan, tidak kuasa berjalan. Sampai akhirnya Lalisa jatuh di lantai tanpa sadarkan diri.
***
Ini sudah pukul tujuh kurang lima menit. Sudah pasti jam pelajaran pertama tinggal lima menit lagi. Bi Lastri yang sedari menunggu Lalisa turun dari kamarnya, tidak kunjung datang. Rasa khawatir semakin menyelimuti hati Bi Lastri.
"Non Lisa, kok gak turun-turun?" Bi Lastri menanyai dirinya sendiri.
Setelah selesai memberesi dapur. Bi Lastri langsung menuju kamar Lalisa. Pintunya tidak terkunci, ini bukan suatu hal aneh. Bi Lastri perlahan masuk, tidak menemukan Lalisa di atas kasur.
"Non Lisa." Panggil Bi Lastri.
Tidak ada jawaban dari pemilik kamar. Perlahan Bi Lastri memasuki kamar Lalisa, betapa terkejutnya Bi Lastri, saat menemukan Lalisa berada di lantai dengan keadaan pingsan.
"Non, bangun non," Bi Lastri mulai panik.
Di rumah sudah tidak ada siapa-siapa, Bagaimana ini. Segera Bi Lastri menelpon dokter.
***
Lalisa baru saja membuka matanya. Menyesuaikan dengan datangnya cahaya dari jendela. Tiba-tiba Lalisa teringat sesuatu, sekolah. Iya, Lalisa pasti telat.
"Hah, jam berapa ini?" Histeris Lalisa bukan main, Lalisa segera duduk lalu menatap jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi.
Suara pintu, membuat Lalisa menoleh dan menemukan Bi Lastri masuk dan membawa nampan berisi makanan.
"Non Lisa, udah sadar?"
"Gimana masih pusing?"
Bi Lastri bertanya berbondong. Lalisa masih mencerna kata-kata Bi Lastri. Otaknya berusaha mengingat sesuatu. Dan ya, Lalisa baru ingat jika tadi pagi ia pingsan saat ingin bangun.
"Lalisa udah gak papa kok, Bi." Ucap Lalisa menenangkan Bi Lastri.
Bi Lastri duduk di samping Lalisa, tangannya memegang kening Lalisa.
"Demamnya udah turun, jangan buat Bibi khawatir lagi, ya non."
Lalisa tersenyum, ternyata masih ada orang yang peduli dengannya. Apalagi Bi Lastri, Lalisa sudah menganggap Bi Lastri lebih dari seorang ibu. Walaupun jelas, Ibu Eva adalah orang paling berjasa di hidupnya. Lalu bagaimana dengan Bu Rani? Apa kabar dengannya saat ini?
Lalisa meraih tangan Bi Lastri erat. Menciumnya dengan tulus, cukup lama Lalisa mencium tangan Bi Lastri. Dan Bi Lastri pun tidak menolaknya.
"Makasih, Bi. Saat ini cuma Bibi yang peduli sama Lalisa." Lirih Lalisa.
Air mata Lalisa turun menghiasi wajah pucatnya. Segera, Bi Lastri mengusap air mata Lalisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Scenario [On Going]
Teen FictionApa yang kamu lakukan saat kembali di pertemuan dengan seseorang yang membuat kamu harus berbohong demi sebuah janji? Memberi tahunya?atau malah menghindari? Lalisa Naraya Maharani gadis ceria yang hidupnya di hantui rasa bersalah. Bukan keinginanny...