Motor Kaivan menerobos hembusan angin sore yang dingin. Suasana ibu kota yang menjelang malam, memang akan terlihat indah. Dan akan lebih indah, jika berdua dengan pasangan. Senyum Kaivan mengembangkan, saat melihat dari kaca spion, Lalisa bersandar di bahunya.
Ada yang aneh di wajah Lalisa, tentu wajahnya terlihat pucat. Kaivan yang sadar langsung menarik tangan Lalisa, yang tadinya berada di pinggang, untuk berpegangan melingkar di perutnya. Lalisa sedikit tersentak, dengan perilaku Kaivan.
Lalisa hendak melepaskan pegangannya, tapi Kaivan langsung mencegahnya.
"Gak usah di lepas, muka lu pucet, takut jatuh," seru Kaivan di balik helm.
"Gue gak papa, cuma kecapean," alibi Lalisa mencoba membuat Kaivan yakin.
"Gak usah, biarin," kekeh Kaivan.
"Gue suka," imbuh Kaivan dalam batinnya.
Kali ini Lalisa tidak menolak. Kaivan kembali tersenyum, karena Lalisa tidak menolaknya. Lagi, Kaivan melirik sekilas Lalisa melalui cara spion, matanya mulai sayuh. Hingga akhirnya, Lalisa benar-benar menutup mata dan pegangannya terlepas.
Kaivan yang menyadari itu, merasa aneh dengan Lalisa. Mencoba mempererat kembali pegangannya, tapi kembali terlepas. Kaivan mulai panik, tapi mencoba untuk tetap tenang.
"Lis, pegangan. Nanti lu jatuh," seru Kaivan. Tapi sayang, tidak ada respon dari lawan bicara.
"Lis, lu tidur, lu denger gue ngomong gak?" Lagi, Kaivan mencoba membangunkan Lalisa dari tidurnya. Tapi hasilnya nihil.
"Lis," panggil Kaivan,
Kaivan menurunkan kecepatannya, lalu berhenti di bahu jalan. Segera, Kaivan menepuk-nepuk pipi Lalisa, tapi tidak kunjung bangun.
"Lis, bangun," seru Kaivan.
"Jangan becanda, gue gak suka main-main," Kaivan terus mengguncang tubuh Lalisa. Tapi tetap sama, Lalisa tidak kunjung bangun.
"Lalisa!" Pekik Kaivan mulai panik. Kaivan mulai mengecek nadi Lalisa. Tiba-tiba, keningnya mengerut seakan terkejut.
"Dia, pingsan," batin Kaivan.
Segera Kaivan, menghubungi teman-temannya, untuk menghampirinya membawa mobil. Kaivan tidak setega itu membawa Lalisa ke rumah sakit menggunakan motor.
***
Ketiga cowok sedang bersandar di dinding rumah sakit. Wajahnya terlihat cemas, seakan akan kegelisahan yang menghampiri mereka. Sedari tadi Kaivan diam, hatinya tidak tenang, apalagi Lalisa pingsan saat bersamanya.
"Lu udah hubungi orang rumah, Kai?" Denta mulai angkat bicara.
Kaivan mengangguk. "Udah, tapi orang tuanya lagi di luar kota, Bi Lastri yang bakal ke sini bawa keperluan Lalisa," Kaivan menjelaskan.
"Kenapa Lalisa bisa pingsan?" Kavin kini juga ikut angkat bicara.
"Gue gak tahu," jawab Kaivan seadanya.
Kavin dan Denta tahu, Kaivan sedang dilanda kecemasan. Raut wajahnya sudah bisa menggambarkan keadaannya. Denta berjalan mendekati Kaivan yang masih diam dengan pikirannya saat ini.
Tangan Denta menepuk-nepuk pundak Kaivan. "Tenang, Kai. Lalisa bakal baik-baik aja," ucap Denta menenangkan Kaivan.
"Semoga," lirih Kaivan.
"Gue yakin kok, Lalisa bisa bertahan,"
imbuh Kavin."Gue takut, gue takut Lalisa kenapa-kenapa. Dia pingsan, waktu lagi sama gue," Kaivan memberitahukan perasaannya pada kedua temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Scenario [On Going]
Teen FictionApa yang kamu lakukan saat kembali di pertemuan dengan seseorang yang membuat kamu harus berbohong demi sebuah janji? Memberi tahunya?atau malah menghindari? Lalisa Naraya Maharani gadis ceria yang hidupnya di hantui rasa bersalah. Bukan keinginanny...