Sandaran Bahu

15 3 0
                                    

Lalisa baru saja keluar dari kelas Kaivan, setelah menemui Alfi dan mencoba menenangkannya. Hatinya benar-benar gelisah saat ini, setelah insiden Alfi memintanya untuk berjanji. Entah apa yang membuatnya gelisah, yang jelas ada rasa yang mengganjal di hatinya. Seakan ada penolakan keras di hati Lalisa, tapi apa tujuannya.

"Gue kenapa, kenapa hati gue gelisah kayak gini." Lirih Lalisa heran dengan dirinya.

"Lis, inget, lu cuma bantu Kaivan buat lupain masa lalunya, gak lebih. Jadi tolong, jangan pakai feeling."

Lalisa mencoba mengingatkan kembali tujuannya pada diri sendiri. Berfikir tenang agar rasa gelisahnya berkurang.

Dan kini, tujuan Lalisa adalah Kaivan. Cowok itu pasti sedang bersama teman-temannya. Tentunya, Lalisa butuh penjelasan mengapa Kaivan sampai melakukan itu pada Alfi.

Segera saja, Lalisa menuju kantin, tempat biasa Kaivan dan kedua temannya menghabiskan waktu di jam istirahat.

***

"Perdamaian perdamaian,
perdamaian perdamaian,
Banyak yang cinta damai,
tapi perang makin ramai,
Bingung-bingung ku memikirnya."

Suara nyanyian Rama, salah satu anggota basket SMA Nusantara terdengar di sudut pojok kantin. Rama bernyanyi salah satu lagu hits milik Qosidah Ria berjudul perdamaian.

"Ngapain juga lu capek-capek mikirin perang, kek orang gak ada kerjaan amat," Celetuk Kavin.

"Si Rama kan cinta damai, gak kayak lu, baru liat muka aja, udah kek ngajak perang." Sahut Zaki.

Jawaban Zaki membuat Denta berkekeh. Bisa-bisanya Zaki jujur tanpa ada dosa di hadapan orangnya langsung.

"Lu tahu Dilan?" Tanya Kavin mulai beraksi.

"Tahu gue, anaknya satpam Nusantara yang cupu, lebih tepatnya anak kelas XI IPA 5." Ungkap Rama.

Kavin berdecak kecewa, bukan jawaban itu yang Kavin harapkan.

"Bukan itu, wirosableng." Umpat Kavin kesal.

"Dilan di Nusantara cuma satu, mana lagi Dilan yang lu maksud?" Desak Zaki penasaran.

"Yang dari Bandung?" Tebak Denta, lalu Kavin mengiyakan jawaban Denta dengan bangga.

Tatapan Kavin mulai serius, tidak kalah, Denta, Rama dan Zaki pun sama. Mereka menanti jawaban Kavin berikutnya dengan penuh antusias.

"Iya itu, gue kayak Dilan, gue bisa jadi panglima tempurnya Nusantara." Ucap Kavin dengan bangga.

Sontak saja ucapan Kavin membuat Denta, Rama, dan Zaki tertawa remah. Bisa-bisanya Kavin berkhayal menjadi panglima tempur yang jelas-jelas harus memiliki nyali yang tangguh.

"Yang ada lu bukan jadi panglima tempur, Vin. Tapi malah jadi panglima ngawur." Sahut Zaki, sukses membuat mereka di sana tertawa. Bahkan, Kavin juga ikut tertawa.

"Makin gak waras lu, Vin." Maki Denta.

"Diem, Vin. Perut gue kram nih," aduh Rama sembari memegang perutnya.

Mereka mereda tawa, kegilaan Kavin memang membuat mereka mendadak gila juga. Kenapa di dunia ini ada orang seperti Kavin. Astaga, jangan-jangan ibunya salah mengidam saat mengandung Kavin.

Destiny Scenario [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang