Sebuah Pengakuan

22 2 0
                                    

Sudah dua hari yang lalu, Lalisa keluar dari rumah sakit. Semuanya sudah mulai membaik, itupun berkat Kaivan. Lagi-lagi, Kaivan seakan jadi pahlawan di hidupnya. Orang tuanya, kini mulai membagi waktu antara pekerjaan dan dirinya.

Lalisa sangat bersyukur, kehadiran Kaivan di hidupnya, memang sedikit menjadi beban, tapi malah Kaivan pula yang membantunya. Lalisa senang, iya, Lalisa sangat senang, karena keinginan Lalisa sudah terpenuhi.

Semua yang Lalisa impikan perlahan terwujud berkat bantuan Kaivan. Haruskah Lalisa bersyukur bertemu dengan Kaivan? Atau malah akan waspada dengan keadaan?

"Jadi, lu maksa gue ikut, cuma buat ke rooftof?" Lalisa berguman kesal karena Kaivan memaksanya.

Tanpa berdosa, Kaivan mengangguki pertanyaan Lalisa. "Iya lah, lu kira gue mau ngajak lu kemana? KUA gitu?" Ujar Kaivan tidak waras.

Lalisa sampai dibuat tersentak oleh ucapan Kaivan. Mukanya menunjukkan kemalasan.

"Gue rasa, otak lu udah gak waras Kai. Jangan kebanyakan main sama Kavin, sinting kan lu," seru Lalisa memperingati.

"Pengennya sih gitu, sayangnya temen gue cuma Kavin sama Denta,"

"Sadis sih,"

Kaivan diam tanpa menanggapi ucapan Lalisa. Kaivan duduk di bangku yang ada di sana. Lalu Lalisa mengikuti jejak Kaivan dan duduk bersama.

Kaivan melirik sekilas ke Lalisa yang masih menatap lurus ke arah depan. Lalu memalingkan kembali wajahnya untuk melihat ke langit malam.

"Cantik," lirih Kaivan, dan suara itu masih bisa terdengar ditelinga Lalisa.

"Iya makasih," jawab Lalisa dengan santai.

"Najis, lu PD parah,"

"Bukannya lu bilang cantik ke gue?"

"Emang lu cantik?" Kaivan menyerang balik Lalisa dengan kata-kata yang cukup menohok.

Lalisa menampilkan wajah cemberutnya. Masih sama seperti dahulu, kata-kata yang menohok sampai kehati masih Kaivan simpan rapat-rapat di mulutnya.

"Iyalah gue cantik, gue kan cewek, ya kali gue ganteng," ketus Lalisa.

Kaivan diam, tidak ada niatan menggubris Lalisa. Ada senyum simpul yang timbul di bibirnya. "iya, lu cantik," lirih Kaivan tanpa disadari Lalisa.

***

"Kaivan,"

Suara lirih Lalisa yang berada di belakang Kaivan membuat si empunya nama menoleh. Sontak saja, Kaivan menoleh ke arah Lalisa yang masih setia duduk di bangku rooftof.

"Hm?"

"Dingin," rengek Lalisa dengan suara manjanya.

"Salah sendiri gak pake jaket,"

"Salah lu, kenapa gak ngomong mau ke rooftof," sentak Lalisa tidak terima.

"Lu aja yang gak mikir, udah tau pergi malem-malem, pakelah jaket,"

Gila-gila, urat kesabaran Lalisa sudah hampir putus. Lihat, ucapan Kaivan barusan menandakan ketidakpeduliannya pada Lalisa.

"Emang ya, di dunia ini emang udah langka, spesies cowok yang peka," gerutu Lalisa mulai jerah.

"Bodo amat," sahut Kaivan tanpa dosa.

Destiny Scenario [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang