Lalisa mengamati kamar yang dulu pernah ia tempati di panti. Matanya sendu, kembali mengenang masa kecilnya. Harus berbagi satu sama lain, harus mengalah demi yang kecil, ada banyak kisah yang pernah Lalisa lalui saat di panti. Dan sampai saat ini, hikmah dari kisah itu di jadikan Lalisa pembelajaran.
Langkah Lalisa berhenti, saat melihat rajutan nama di dekat jendela. Lalisa ingat sekali kejadian ini. Jarinya mulai menyentuh rajutan nama di sana.
"Masih ada kak, kenangan kita sampai sekarang," lirih Lalisa.
Matanya mulai berkaca-kaca, tentunya Lalisa terharu, apalagi kenangan itu masih ada sampai saat ini.
"Hari ini, Lalisa ke sini sama orang yang kakak sayang, Lalisa akan penuhi janji Lalisa, supaya jaga dia dan buat dia lupa sama kakak,"
"Tapi, apa Lalisa mampu kak. Kalau pada akhirnya, dia akan tahu yang sebenarnya,"
Mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu, membuat Lalisa di hantui rasa bersalah. Lalisa ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi ada janji yang harus Lalisa jaga.
"Lalisa," panggil seseorang, refleks Lalisa menoleh dan melihat Bu Eva yang sedang menuju ke arahnya.
"Kamar mu, sudah berubah, Nak," ucap Bu Eva di sertai senyum.
Lalisa tersenyum, matanya mengedar melihat kembali perubahan kamarnya.
"Iya, udah berubah, tapi kenangannya masih utuh," jawab Lalisa.
"Sini,"
Bu Eva mengajak Lalisa untuk duduk di atas kasur. Mereka saling melempar pandangan satu sama lain. Bu Eva tahu, Lalisa sedang menahan tangisnya.
"Ayo, keluarkan air mata mu," seru Bu Eva.
Lalisa menahan nafasnya, matanya sudah mulai memanas. Ia sudah benar-benar tidak kuat lagi, dan Lalisa menjatuhkan air matanya di pelukan Bu Eva. Lalisa memeluk Bu Eva erat, begitupun sebaliknya.
"Tenangkan hati mu, Nak," pesan Bu Eva.
"Lalisa harus gimana sekarang," guman Lalisa dalam pelukan Bu Eva.
"Kamu tahu, janji harus di tepati?"
Lalisa melepaskan pelukannya pada Bu Eva. Menatap Bu Eva penuh arti, Lalisa tahu Bu Eva akan selalu ada untuknya. Apapun yang akan terjadi ke depannya. Ini konsekuensinya, jika Lalisa sudah berjanji dengan orang.
"Lalisa tahu, Bu,"
"Kamu juga tahu, kebohongan juga akan terbongkar pada saatnya,"
Lalisa mengangguk lemah, derai air matanya semakin menjadi. Hatinya begitu gelisah saat ini.
"Apapun resikonya, Ibu akan selalu ada di samping Lalisa. Bilang sama ibu, kalo Lalisa punya kesulitan,"
"Makasih, Bu. Lalisa gak tahu lagi harus cerita sama siapa,"
***
Kaivan sedang bermain dengan anak-anak panti di halaman. Sesekali Kaivan tertawa oleh tingkah anak-anak panti. Kaivan juga manusia biasa, hatinya akan terenyuh jika ada yang menyentuh. Walaupun Kaivan bermulut cabai, tapi Kaivan juga bisa rapuh seperti orang lada umumnya.
"Awas hati-hati," peringat Kaivan saat melihat anak panti bermain lari-larian.
Bibirnya tersenyum tipis, melihat anak-anak panti bahagia membuat Kaivan juga ikut bahagia. Sayangnya, nasib mereka tidak seberuntung orang di luaran sana.
"Tumben senyum," sindir Lalisa saat baru sampai di halaman.
"Repot banget, gue ini yang senyum," sadis Kaivan tanpa peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Scenario [On Going]
Teen FictionApa yang kamu lakukan saat kembali di pertemuan dengan seseorang yang membuat kamu harus berbohong demi sebuah janji? Memberi tahunya?atau malah menghindari? Lalisa Naraya Maharani gadis ceria yang hidupnya di hantui rasa bersalah. Bukan keinginanny...