-24-

150 13 16
                                    

Gadis berseragam putih abu-abu yang sudah lusuh itu meringkuk di pinggir jalan yang sudah sepi. Ini sudah pukul 11 malam dan ia masih saja berkutat dengan kebingungan yang melanda dirinya. Tangisan yang sebelumnya sudah mereda kini kembali menderas, ia menjerit tanpa suara. Berdoa kepada Tuhan agar malam ini ia diberi keajaiban agar bisa tetap bertahan hidup.

Gebi- si gadis malang yang entah masih punya masa depan atau tidak, jangankan masa depan, harapan untuk tetap hidup di hari esok saja sepertinya sudah tidak ada.

Udara malam yang begitu dingin memaksa dirinya untuk terus memeluk tubuhnya sendiri, sesekali ia menatap sekeliling yang sudah tidak ada tanda masih ada makhluk hidup disana. Sepertinya malam ini ia akan tidur disini, semoga saja tidak ada hal buruk terjadi.

Gadis itu menghembuskan napasnya, mengusap air matanya dengan tegas dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia hanya butuh istirahat malam ini, esok ia akan melanjutkan hidupnya kembali.

"Lo bisa Geb, lo bisa!" Gebi bersuara sendu, tersenyum pahit kemudian menyandarkan tubuhnya di tembok trotoar. Ia memejamkan kedua matanya, bukan hanya bergegas tidur- tetapi ia sembari mengucapkan seluruh harapannya pada Tuhan yang ia yakin bahwa Dia adalah maha adil.

***

Tepat pada pukul 6 pagi, Gebi terbangun saat suara motor yang berlalu lalang sudah terdengar. Ia menatap sekitar beberapa saat, masih tak percaya bahwa semalaman ia benar-benar tidur di tempat yang hewan pun mungkin tidak layak tidur disana.

Oke, setelah ia menghela napasnya panjang, ia bangkit dari duduknya untuk kemudian pergi dari tempat itu. Memang belum tahu mau kemana, intinya ia harus mencari tempat tinggal. Sebenarnya ia bisa saja menghubungi Hanin atau Citra yang sudah pasti akan siap membantunya untuk sementara tinggal di rumah mereka, tetapi Gebi tidak mau merepotkan siapapun. Atau bisa juga Gebi dengan mudah menghubungi Pandu- tetapi meminta tolong pada lelaki menyebalkan itu adalah opsi terakhir yang ada di dalam list-nya, percayalah.

Gadis itu terus mendorong kopernya, mencari warung makan yang barang kali ada yang sudah buka di pagi buta seperti ini. Ia harus mengisi tenaganya untuk memulai hari buruknya ini.

Akhirnya Gebi menemukan sebuah warung makan, itu kedai lontong sayur. Gebi duduk di salah satu bangku yang ada di kedai itu, memesan lontong sayur plus teh hangat.

"Mbaknya kenapa pagi-pagi bawa koper? Mau studytour ya?" wanita paruh baya mengantarkan lontong sayur dan teh hangat kepada Gebi.

Gebi tersenyum kikuk, "ng- nggak Bu, saya lagi- lagi cari tempat tinggal. Ibu tau nggak kost-kost-an, atau kontrakan yang ada di daerah sini?" akhirnya Gebi memberanikan diri untuk menanyakan hal itu.

"Kalau tempat kost, Ibu kurang tau. Tapi kalau kontrakan, di dekat sini ada yang kosong karena kemarin penghuninya baru aja pindah." jelas si Ibu penjual lontong itu.

"Oh ya? Dari sini kemana lagi, Bu?" tanya Gebi begitu antusias.

"Gini deh, Mbaknya makan dulu aja, nanti kalau sudah selesai saya antar ke tempatnya. Ya?"

Gebi tersenyum lebar, "oke Bu, makasih banyak ya Bu."

"Sama-sama. Udah atuh, sarapan dulu."

Gebi mengangguk sambil tersenyum, kemudian ia segera memakan lontong sayurnya. Sebelum benar-benar menyantap, Gebi terdiam sambil menghela napasnya lega, ternyata masih ada orang baik yang Tuhan kasih untuk membantu Gebi dalam kesulitan.

"Pagi Bude, sarapan ya, kayak biasa. Tapi kali ini porsinya agak dibanyakin, soalnya lagi laper banget."

"Siap, ditunggu ya, ganteng."

KARSA DARI RASAWhere stories live. Discover now